Ternyata benar, pertemuan pertama itu menumbuhkan rasa penasaran, sedang pertemuan kedua menumbuhkan rasa rindu, dan pertemuan selanjutnya hanya meninggalkan rasa candu. — unknown.
*****
Chapter 4
Pria itu lalu melangkah menuju tiap bilik toilet untuk memastikan tak ada siapapun di dalamnya.
“Haduh, mati aku!” batin Delina.
Tubuh gadis itu mulai gemetar ketakutan.
Brak!
"Heh, kau mengintip, ya?"
Abi menendang pintu toilet dengan kencang.
"Ti-ti-tidak, kok. Aku hanya, aku hanya..."
"Hanya apa? Hanya mengintip, kan?"
"Tidak! Aku hanya salah masuk toilet, tadi aku terburu-buru."
Tiba-tiba, seseorang masuk ke dalam toilet tersebut dan membuat Delina panik. Ia malah menarik Abi masuk ke dalam toilet dan menguncinya.
"Diam, jangan bersuara, aku malu kalau ketahuan," bisik Delina.
Pria itu malah menelisik tubuh si gadis dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tatapan liar. Dia bagaikan singa lapar yang menemukan buruan segar untuk disantap. Abi menurut untuk diam, akan tetapi ia perlahan maju dan membuat Delina tersudut. Embusan napas mereka sudah saling bersahutan.
Delina merasa pernah melihat pria itu sebelumnya tetapi ia tak jua mengingat pertemuan mereka.
Seorang pria yang masuk ke dalam toilet tadi sudah menuntaskan hajatnya dan ke luar dari toilet tersebut. Delina hendak pergi dari ruangan sempit yang membuatnya risih itu.
"Hei, mau ke mana?" Abi menahan tangan gadis itu.
"Lepas, atau aku akan teriak!" ancam Delina.
"Coba saja!" tantang pria itu dengan senyum menyeringai.
"To—"
Abi langsung membekap mulut gadis itu lalu mendorongnya ke luar dari bilik toilet.
"Dasar gadis mesum!" seru Abi lalu pergi meninggalkan Delina yang kesakitan meniup luka memar di lututnya.
"Apa? Aku gadis mesum? Jelas-jelas dia yang mesum. Duh, jangan sampai aku bertemu dengan pria berengsek itu lagi, huh!" gumam Delina.
***
Delina sampai di rumah dengan langkah gontai, seharian itu mengunggu antrian di tengah padatnya para nasabah.
"Lin, kok baru pulang?" tanya sang mama.
"Capek, Mah... dan lumayan antre juga," sahut Delina.
"Lalu, apa uangnya sudah ada?"
"Ada nih, tiga puluh juta," sahutnya.
"Tapi... ya sudah kamu mandi, lalu makan malam, ya."
"Oke, Mah."
Susi duduk di teras rumahnya. Ia mengingat satu tahun yang lalu saat suaminya divonis mengalami kebocoran jantung. Jantung manusia memiliki empat katup, yaitu katup trikuspid, pulmonal, mitral, dan aorta. Jaringan khusus di dalam jantung ini berfungsi mengatur aliran darah dari satu bagian ke bagian lain.
Tiap katup terdiri dari dua atau tiga kelopak yang bisa membuka dan menutup. Kelopak katup akan terbuka saat darah dipompa di antara ruang jantung atau dipompa ke organ lain melalui pembuluh darah, dan menutup untuk mencegah darah yang telah dipompa keluar untuk kembali ke jantung.
Namun, ada kalanya katup jantung ini tidak tertutup dengan sempurna. Akibatnya, aliran darah yang seharusnya sudah berpindah ke tempat lain justru kembali ke dalam jantung. Inilah yang disebut dengan katup jantung bocor atau regurgitasi katup jantung.
Katup jantung bocor sering kali tidak menimbulkan gejala, namun kadang bisa saja gejala tiba-tiba muncul. Seperti yang dialami Tuan Hadi, ayahnya Delina. Pria itu merasakan nyeri yang teramat sangat kala itu.
"Kita ke rumah sakit ya, Pah," ucap Susi pada suaminya.
"Iya, Mah." Pria itu menurut.
Sesampainya di rumah sakit, awalnya sang dokter mengira beliau hanya sesak napas karena keletihan. Irama jantung terdengar cepat dan tidak beraturan. Namun, seiring berjalannya waktu, ayahnya Delina sering mengalami sesak napas. Ia juga sering merasa lelah dan lemah, tidak mampu beraktivitas normal, pusing, bahkan pingsan, dan terjadi pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki, serta perut.
Akhirnya dokter rumah sakit mengatakan kalau ayahnya Delina mengalami kebocoran di jantungnya. Hati seorang istri pasti hancur kala mendengar kabar tersebut.
"Jadi, bagaimana ini, Pah, kamu harus menjalani operasi dengan segera," ucap Susi dengan perasaan cemas.
"Tapi, Mah, biayanya sangat mahal, kita baru saja melunasi uang kuliah Delina."
"Nyawa Papah terancam, Mamah tidak bisa diam saja seperti ini," sahut wanita itu seraya menangis.
"Papah yakin kalau Papah akan kuat sampai Papah berhasil mengumpulkan uang, Mamah yang sabar ya dan terus mendukung Papah."
Susi yang mendengar penuturan suaminya itu langsung menghamburkan diri memeluk pria itu.
"Mamah sayang sama Papah, Mamah mau Papah sehat seperti sedia kala," tuturnya.
"Mamah tenang saja, jangan khawatir."
"Nanti Mamah akan bilang sama Delina tentang sakit Papah," ucapnya.
"Jangan! Papah mohon jangan, ya. Papah tak mau kuliah dia terganggu karena Papah sakit. Tolong jangan bilang sama Delina, Mamah janji, ya?" Hadi menatap lekat kedua mata istri cantiknya sambil mencengkeram kedua bahu wanita itu dengan lembut.
Namun, keesokan harinya Hadi sudah tak berdaya. Saat Delina sedang menjalani praktek kerja lapangan di luar kota, Susi membawa sang suami ke rumah sakit tanpa memberitahukan keadaan yang sebenarnya itu pada putrinya.
Akhirnya, wanita itu menguras tabungan dan menjual semua perhiasan untuk membayar biaya operasi pemasangan ring yang seharga 100 juta rupiah. Wanita itu meminjam sisa uang yang ia butuhkan ke WE Corporation sebesar 50 juta rupiah. Ia bertemu dengan sahabatnya semasa kecil dulu yaitu Nyonya Mia si pemilik perusahaan.
Setelah pemasangan ring jantung dilakukan lewat prosedur operasi non-bedah, Hadi masih harus menjalani serangkaian perawatan lanjutan guna meminimalkan risiko pascaoperasi.
Masalahnya, pasien yang melakukan pasang ring jantung rentan mengalami pendarahan ataupun penggumpalan darah yang dapat memicu serangan jantung. Dan itulah yang ditakutkan.
Karena alasan inilah, pemantauan lewat ranap inap perlu dilakukan. Selama dirawat pasien akan diobservasi tanda vital dan pendarahannya. Tidak hanya itu, pasien juga akan diajarkan mobilisasi secara bertahap agar nantinya bisa beraktivitas wajar seperti biasa.
Dokter juga akan meresepkan obat pengencer darah, seperti aspirin dan clopidogrel, pada pasien yang habis melakukan pemasangan ring. Ini guna mencegah potensi penggumpalan darah yang bisa menimbulkan risiko serangan jantung pascaoperasi.
Setelah melakukan rawat inap dan dinilai sudah cukup pulih, Hadi akhirnya diperkenankan untuk pulang ke rumah. Namun, konsumsi obat pengencer darah tetap harus dilakukan ketika pria itu sudah pulang ke rumah.
Susi berpikir masalahnya telah selesai. Ia sudah merelakan harta yang terkuras demo kesembuhan suaminya. Sayangnya, operasi tersebut tak bertahan lama. Hadi harus menjalani operasi kembali.
Akhirnya, Susi meminjam uang kembali ke pada Mia sebesar 350 juta rupiah. Jumlah yang sangat fantastis pastinya. Namun, demi persahabatan dulu, Mia meminjamkan uang tersebut.
Dan sampai Hari akhirnya meninggal pun, Susi belum bisa melunasi hutangnya pada Mia. Ia tal tahan lagi memendam semuanya. Malam itu, ia ceritakan perihal hutangnya kepada Delina.
Gadis itu terperanjat dan menatap tak percaya. Butiran bening itu bergulir di pipinya kala ia mengingat sang ayah. Apalagi ibunya sudah berjuang dengan berhutang demi menyelamatkan ayahnya. Meskipun Tuhan berkehendak lain.
*****
To be continue...
Rate five star dan ditunggu komentar kritik sarannya ya, terima kasih.
Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa diri kamu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu." (Dale Carnegie) ***** Chapter 5 Delina dan ibunya berdiri di sebuah rumah mewah dengan pagar besi berlapis cat emas dilengkapi kepala singa di bagian tengahnya. Hari itu, mereka akan bertemu dengan Nyonya Mia. “Permisi, ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya salah satu penjaga dari balik pagar. “Saya Ibu Susi temannya Nyonya Mia," sahut Susi. “Sebentar saya coba tanya Nyonya besar,” ucapnya. Pria itu menghubungi seseorang di dalam rumah melalui intercom di ruang satpam. Tak lama kemudian, ia datang menghampiri kedua wanita itu dan mempersilakan mereka untuk masuk. Kaki ramping gadis itu mengikuti si penjaga masuk ke dalam rumah bersama ibunya. Seorang wanita seusia dengan Ibunya Delina, memakai pakaian daster batik dan mengguna
Kerja keras tanpa bakat mungkin akan menimbulkan rasa malu, tapi bakat tanpa kerja keras adalah sebuah tragedi. – Robert Hall ***** Chapter 6 Delina mengetuk pintu bertuliskan nama Indra sang COO atau yang dikenal dengan chief operating officer. COO ini adalah pimpinan yang bertanggung jawab pada pembuatan keputusan operasional perusahaan. Sering kali COO disebut sebagai orang kedua setelah CEO, bahkan di beberapa perusahaan, posisi ini disebut excecutive vice president atau umumnya disebut dengan direktur. "Silakan masuk!" seru seorang pria dari dalam ruangan tersebut. Kaki ramping gadis itu membawa ke sebuah ruangan berukuran 5x5 dengan interior yang minimalis. Cat dinding yang berwarna putih menambah sejuk ruangan tersebut. Di sudut ruangan terdapat rak buku dan juga rak untuk pajangan miniatur mobil yang dibuat perusahaan tersebut. "Kamu yang namanya Delina, ya?" tanya pria berkacamata dengan rambut kelimis yang ditat
“Gunung yang tinggi, besar, luas dan gagah perkasa pun tidak pernah bangga. Lalu kenapa engkau yang hanya sejentiknya berani sombong? Tidak malukah kamu dengan gunung?" — unknown.*****Chapter 7Pria itu merebahkan diri di atas sofa dan mencoba mengingat perlakuannya pada Rania kemarin.Malam itu, Abi memerintahkan pada Rania untuk mengerjakan bahan presentasi karena ia akan membutuhkannya dalam meeting esok hari. Padahal suami Rania sudah menunggu wanita itu dalam rangka perayaan ulang tahun pernikahan."Bos, ini presentasi untuk besok," ucap Rania seraya melirik waktu yang terus berdetak di arloji tangan kirinya yang menunjukkan pukul tujuh malam."Hmmm..." Abi masih sibuk bermain game di layar ponselnya."Bos, saya harus pergi suami saya menunggu saya di rumah," ucap Rania."Oke," ucap Abi seraya meraih map berisi presentasi untuk meeting esok hari."Ah, akhirnya dia baca juga," batin Rania seraya berharap cemas.Tiba-t
“Terkadang hati dan pikiran itu tidak sejalan. Hati selalu ingin bertahan, sedangkan pikiran memaksa untuk melepaskan." —unknown. ***** Chapter 8 "Ba-baik, Bos!" Delina langsung meraih map biru di atas meja sekertaris lalu pergi dari ruangan Abi. Ia menuju meja resepsionis untuk menanyakan di mana ia harus membuat salinan dokumen tersebut. Setelah diberi tahu oleh resepsionis di lantai tersebut, Delina pergi ke ujung koridor lantai tersebut tepat di samping toilet ada ruangan yang berisi mesin fotokopi. "Bukankah harusnya aku di interview, ini malah sudah disuruh-suruh, huh menyebalkan." Tak ada siapapun di sana, akan tetapi mesin foyoji di sebelahnya berbunyi seolah ada yang sedang menggunakan. "Lho, kok bunyi? Duh, jangan-jangan rusak, atau jangan-jangan ada... Aku tak boleh berpikir seperti itu." Delina teringat tentang cerita misteri di kantor ayahnya terdahulu. Ayahnya pernah menceritakan pengalaman misteri yang sa
“Orang yang tak pernah melakukan kesalahan adalah orang yang tak pernah mencoba sesuatu yang baru." — Albert Einstein.*****Chapter 9Delina kembali ke ruangan milik Abi seraya membawa dua puluh copy-an map presentasi hari itu."Ini, Bos, laporan yang Anda inginkan," ucap Delina."Hmmm... ikut aku! Bawa semua map itu!"Abi melangkah ke luar ruangan menuju ruang rapat di lantai 25. Delina buru-buru melangkah cepat mengikuti langkah pria itu. Ia benar-benar kesulitan membawa map-map tersebut.Pintu lift terbuka, Kevin melihat Delina yang kesusahan membawa map tersebut."Aku bantu, Lin," ucap Kevin."Terima kasih, ya," sahut Delina menyerahkan sebagian map."Eh, siapa yang suruh kamu bantu dia? Biarkan dua bawa semua map itu sendiri!" seru Abi."Iya, Bos!" sahut Kevin seraya menyerahkan kembali map tersebut ke tangan Delina.Pintu lift terbuka, Abi langsung melangkah keluar dengan langkah c
“Hiduptak akan menjadi beban jika kau bisa menjalaninya dengan ikhlas." — unknown. ***** Chapter 10 "Selamat pagi!" sapa Delina pada Maya yang juga baru datang. "Pagi, Delina! Kau siap bekerja hari ini?" tanya Maya. "Mau tak mau aku harus siap," ucap Delina penuh dengan keyakinan. Kedua kaki rampingnya melangkah menuju ruang kerja milik Abi. Delina masuk ke ruang kerja Abi, akan tetapi ia merasa mendengar suara mendesah dari dalam. "Apa sudah bisa?" tanya seorang wanita dengan nada mendesah. "Tunggu sedikit lagi, sedikit lagi dia akan berdiri," sahut suara seorang pria yang Delina yakini kalau itu suara Abi. "Tapi dia hanya berdiri sebentar, bagaimana sih?" keluh wanita itu. Delina melangkah lebih dalam dan menoleh ke arah sofa. Tiba-tiba, kedua matanya ternodai untuk pertama kali. Ia melihat pria itu sudah bertelanjang dada dan hampir membuka celananya. Pria itu sedang mencumbu seorang wanita di a
“Outer beauty is transient, but the inner beauty of a kind heart gets brighter with time. Be kind and get prettier forever.” — Debasish Mridha(Kecantikan di luar bersifat sementara, namun kecantikan di dalam dari hati yang baik menjadi lebih cemerlang dengan bertambahnya waktu. Bersikap baik.)*****Chapter 11“Begini Bos, bagaimana kalau Delina saja yang menggantikan Diane, lihatlah postur tubuhnya mirip dengan Nona Diane, mungkin ia bisa menggantikan gadis itu untuk memperkenalkan produk sofa terbaru perusahaan ini,” ucap Kevin memberi saran.Delina langsung menatap tajam wajah Kevin yang menahan tawa kala itu. Abi malah tertawa meledek sang sekretaris itu."Gadis jelek ini kau bilang akan dijadikan model? Hahaha..." Abi masih saja meledek Delina sampai pria itu terpingkal-pingkal memegangi perutnya.Delina maju ke hadapan Abi dan menggebrak meja kerja milik bosnya tersebut tanpa sadar karena tersulut emosi."Kau
“I am prepared for the worst, but hope for the best” — Benjamin Disraeli. (Saya bersiap untuk yang terburuk, tapi berharap untuk yang terbaik.) ***** Chapter 12 Kedua hidung mereka sudah bertemu. Napas Abi makin terasa panas di wajah Delina. Gadis itu mencoba memberontak, tetapi cengkeraman sang Bos itu sangat kuat. "Kau tak akan bisa lepas dariku," lirih Abi. Kala kemudian secara tiba-tiba Abi menyemburkan napas ke wajah Delina. "Bbuuuahhh!" Udara yang dihasilkan dari napas Abi sampai ke wajah Delina yang kedua matanya sudah menutup. "Hahahaha... kau pikir aku akan menciummu, ya? Percaya diri sekali Anda, baru memakai make up layaknya model kelas atas saja sudah merasa cantik dan dapat membuat pria sepertiku langsung menyukaimu, begitu? Hardik Abi dengan nada mencibir dan tatapan sinis. Delina meraih botol air mineral yang tergeletak di atas meja lalu melemparnya ke arah Abi. I