Share

3. Sixpack

"Pertemuan dua kepribadian seperti hubungan dua bahan kimia, jika terjadi reaksi, keduanya akan berubah." — unknown.

*****

Chapter 3

Kembali ke masa kini saat ayahnya Delina meninggal.

Keesokan paginya di pemakaman sang ayah, Delina sedang memegang batu nisan yang tertulis nama "Hadi Wijaya". Gadis itu ditemani sang Ibu yang merangkul bahunya seraya menepuk-nepuk pelan agar gadis itu tenang.

Ada penyesalan di hatinya karena terakhir bertemu ayahnya yang mengeluh sakit itu, ia malah menurut untuk pergi ke pantai. Di pemakaman itu juga ada para kerabat dan teman-temannya yang hadir untuk mendoakan dan turut berbela sungkawa.

Karangan bunga dari WE Corporation juga menghias di pemakaman itu sebagai bentuk duka cita dari perusahaan tempat Hadi bekerja. Seorang pria mendekati Susi ketika acara pemakaman sudah selesai.

"Selamat pagi, Bu, saya Irawan dari WE Corporation. Mohon maaf sebelumnya jika Nyonya Mia tidak dapat hadir ke pemakaman ini karena sedang berada di luar negeri, akan tetapi nanti putra beliau akan hadir ke sini," ucap pria itu.

"Tak apa, Pak, saya maklum kalau sahabat saya itu orang sibuk."

"Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu, dan ini ada sejumlah uang hasil urunan para kawan-kawannya almarhum Pak Hadi, semoga ini bisa meringankan dan membantu biaya pemakaman," ucapnya seraya menyerahkan amplop cokelat berisi sejumlah uang pada Susi.

"Terima kasih, Pak Irawan, dan mohon sampaikan juga rasa terima kasih saya pada rekan-rekan kerja Mas Hadi di kantor, ya."

"Pasti, Bu. Kalau begitu saya permisi dulu." Irawan lalu beranjak pergi meninggalkan pemakaman.

Delina masih menangis di atas gundukan tanah merah yang basah tempat pembaringan terakhir ayahnya.

"Lin, tidak baik kalau kita larut dalam kesedihan seperti ini, ikhlaskan Papah kamu, biar dia tenang di sana, ya."

Susi mencoba menarik bahu gadis itu agar bangkit berdiri. Setelah Delina terlihat tenang, akhirnya mereka pulang ke rumah.

Di rumah Delina digelar acara tahlilan untuk ayahnya. Tiba-tiba, kehebohan terjadi di halaman rumahnya terutama para gadis dan ibu-ibu yang hadir untuk membantu. Sebuah jaguar hitam yang dikendarai seorang pria datang mendarat di depan halaman rumah gadis itu.

Kaca jendela mobil dari jok belakang itu diturunkan sampai memperlihatkan wajah tampan si pria dengan balutan stelan jas hitam dengan merek ternama. Rambut hitamnya kelimis mengenakan pome dengan merek mahal. Pria itu membuka kacamata hitamnya. Wajahnya tampak bersinar seolah sorotan sinar matahari hanya mengarah padanya. Ia melangkah turun dari dalam mobil mewahnya.

Pria itu merutuki diri sendiri karena merasa berat sekali untuk melangkah masih ke wilayah rumah tersebut.

“Bos Abi, apa benar Anda yakin masuk ke rumah itu?" tanya sopir bernama Tomo.

"Ummm... sebaiknya kamu saja ."

Ibu Susi langsung menyambut kehadiran Bos tampan dari WE Corporation itu. Meskipun pria itu tak mau turun dari dalam mobil, ia tetap menyambutnya.

“Apa Anda mau masuk, Pak Bos?" tanya Susi seraya mempersilakan pria itu untuk masuk.

“Tak usah." 

Tomo menghampiri wanita tersebut.

"Ini ada titipan dari Nyonya Mia."

Pria itu lalu menyerahkan sejumlah uang amanah dari Nyonya Mia, pemilik WE Corporation. 

“Terima kasih banyak, Pak, ini sudah lebih dari cukup. Suatu kebanggaan juga bagi saya karena kedatangan Pak Bos di rumah gubug saya ini," ucap Susi.

“Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Tomo yang merasa buru-buru.

Dari balik tirai jendela rumahnya, Delina berusaha mengintip wajah pria tampan yang sedang duduk di dalam mobil itu.

"Sombong sekali pria itu," gumam Delina.

***

Seminggu kemudian, Delina memasuki sebuah bank swasta di kotanya yang terlihat cukup luas dan besar. Ia akan mengurus pencairan dana dari rekening ketenagakerjaan sang ayah.

"Ada yang bisa kami bantu, Nona?" tanya seorang petugas keamanan pada Delina.

"Ummm… saya mau ambil tabungan, Pak," sahutnya.

“Silakan ambil nomor antrian, nanti tunggu nomornya dipanggil teller, ya," ucap Pak Penjaga.

"Oke, makasih, Pak!"

Tubuh ramping nan cantik gadis itu beranjak menuju mesin pengambilan nomor secara otomatis. Setelah mendapatkan nomornya, ia menunggu. Namun, ia merasakan perutnya terasa sakit dan mengharuskannya mencari toilet.

"Duh, harus cari toilet, nih!"

Gadis itu menoleh ke kanan dan kirinya, kedua bola matanya memindai dengan cepat mencari tanda pemberitahuan yang bergambar toilet.

"Nah, ketemu! Ada toiletnya di sebelah sana!"

Karena terlalu panik saat berlari, rupanya Delina  salah masuk kamar mandi. Ia memasuki toilet pria tanpa menyadari kloset di depan cermin yang berbeda. Gadis itu langsung masuk ke sebuah bilik yang kosong untuk menuntaskan panggilan alamnya segera.

"Ah... leganya, untung sepi."

Delina mem-flush toilet yang baru ia gunakan tersebut. Namun, sebelum ia keluar ia mendengar seorang pria yang bergumam kesal dari balik pintunya.

“Dasar wanita sialan, bisa-bisanya dia bilang sudah mengutuk aku, pakai bilang kalau junior ini hanya bisa bertahan satu menit, mana dia bersumpah segala kalau tak akan  ada perempuan yang akan mencintaiku setulus hati. Hmmm... lihat saja, aku akan membuktikan kalau perempuan di dunia ini pasti akan takluk padaku," ucap seorang pria pada dirinya sendiri di depan cermin.

"Duh, apa mereka sengaja masuk ke kamar mandi perempuan lalu mereka mau berbuat kurang ajar?” batin Delina.

Ia mencoba membuka pintu toilet itu perlahan untuk mengintip. Seorang pria bertubuh tinggi dan tegap sedang berbicara kesal di depan cermin. Pakaian kemeja yang ia kenakan seperti terkena tumpahan jus jeruk kala itu.

Tak lama kemudian terdengar seorang pria masuk ke dalam toilet tersebut. Pria berkacamata dengan rambut mulai memutih itu membawakan si pria kemeja yang masih terbungkus rapih.

“Bos, ini kemeja baru untuk Anda,” ucap pria satunya yang terlihat lebih tua.

“Hmmm…”

“Sulit sekali rasanya mendengar Anda mengucapkan kata terima kasih,” ucap pria satunya itu.

“Bisa Anda keluar, apa kamu mau saya pecat?”

tanya pria yang mulai membuka kemeja kotornya itu.

“Tidak, Bos Abi, saya kembali ke mobil kalau begitu, urusan penggantian kartu kredit Anda sudah saya urus, Anda hanya harus tanda tangan,"  ucapnya.

"Ya, nanti saya ke sana." 

Pria yang lebih tua tadi ke luar dari toilet tersebut.

“Eh, sebentar, apa jangan-jangan aku yang salah masuk toilet, ya?” batin Delina yang akhirnya sadar kalau ia salah masuk toilet.

Pria itu sudah bertelanjang dada di depan cermin. Perut kotak-kotaknya terpampang nyata dan terlihat jelas oleh Delina. Gadis itu menelan air liurnya dengan berat. Ini kali pertama ia melihat tubuh seorang pria atletis yang sempurna di kedua bola mata gadis itu yang berwarna cokelat.

Rasanya ingin berteriak dan mengulurkan tangan sambil berjingkrak-jingkrak layaknya seorang fangirl yang baru saja ditunjukkan abs idolanya dari atas panggung. Gadis itu sampai menutup mulutnya dengan telapak tangan rapat-rapat. Bahkan ia menggigit ujung punggung jari telunjuknya sendiri dengan gemas.

Pria di hadapan cermin itu sempat menoleh ke kanan dan kirinya sebelum mengenakan kemeja putih barunya.

"Kok, aku merasa ada yang sedang mengawasiku, ya?" gumamnya lalu mengenakan kemeja putih itu.

Pria bernama Abi melangkah menuju tiap bilik toilet untuk memastikan tak ada siapapun di dalamnya.

“Haduh, mati aku!” batin Delina.

Tubuh gadis itu mulai gemetar ketakutan.

*****

To be continue...

Rate five star dan ditunggu komentar kritik sarannya ya, terima kasih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status