Diodra melangkah dengan perasaan berdebar menuju lift. Ketua tim desain baru saja memberitahukan bahwa CEO meminta Diodra untuk datang ke ruangannya.
Selama di dalam lift Diodra tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya. Dia meyakini akan mendapatkan apresiasi yang melimpah dari bosnya berkat desain untuk koleksi musim panas yang ia berikan kali ini.
Setelah lima tahun berkerja di perusahaan Caldwell Company, ini adalah pertama kalinya Diodra dipanggil keruangan bos besarnya itu. Selama ini ia hanya bisa mengagumi sosok tampan CEO itu lewat rekaman video yang diputar saat meeting.
Diodra menghela nafas panjang begitu sampai di depan pintu kaca yang tingginya mencapai lima meter. Ruangan CEO memang dirancang khusus memiliki ruangan yang luas dan langit-langit yang tinggi, sehingga meskipun diisi oleh banyak orang ruangan itu tidak akan terasa panas.
"Masuk!" suara bariton terdengar sesaat setelah Diodra mengetuk pintu.
Diodra membuka pint
Malam itu, langit tampak cerah dihiasi ribuan bintang. Angin sepoi-sepoi pun berhembus, menghadirkan udara yang sejuk sehingga membuat orang-orang tidak ingin berdiam diri di rumah. Mereka ingin menghabiskan malam itu dengan berjalan-jalan atau hangout dengan orang-orang terkasih. Pukul 8 kurang 5 menit, Aaron tiba di galeri kota. Rona wajahnya tampak sangat bahagia. Dia menyempatkan diri untuk berkaca, sekedar merapikan rambut sebelum turun dari mobil. Dengan langkah berwibawa, Aaron melangkah menuju galeri. Sambil menunggu Jane, ia putuskan untuk berjalan-jalan di sekitar lobby yang memajang beberapa benda seni. Selang beberapa menit, ia menoleh ke pintu, berharap orang yang ia tunggu-tunggu datang. Namun ia harus menahan kecewa karena Jane yang ia tunggu masih belum juga menampakkan batang hidungnya. Aaron melirik Rolex yang melingkar di pergelangan tangannya, jarum panjamg telah mengarah ke angka tiga, itu berarti hampir 15 menit Jane terlambat da
[Flashback, 2 hari sebelum Jane diculik] Hari sudah menunjukkan pukul tiga dinihari, tapi Cherry belum juga bisa memejamkan matanya. Ia terlihat sangat gelisah. Hampir satu jam sudah waktu yang ia habiskan hanya untuk berjalan mondar-mandir antara dapur dan ruang tamu. Tangan kanannya bersilang menopang tangan kiri yang terus melakukan gerakan mengusap tengkuk berulang kali. Cherry sedang berpikir keras untuk menemukan cara membawa Jane ke hadapan Bobby. Namun ia ingin ini adalah upaya terakhirnya memenuhi keinginan Bobby. Cherry sangat muak jika membayangkan dirinya kembali harus melayani nafsu bejat lelaki itu. Jika bisa, ia ingin melenyapkan Jane dan Bobby sekaligus agar hidupnya bisa tenang di masa depan. Sebuah ide akhirnya melintas di pikirannya. Bergegas ia mengambil ponsel, kemudian mencari informasi tentang narapidana kasus penculikan yang dibebaskan dalam waktu dekat. Hasil penelusurannya membuahkan hasil, di sebuah situs berita ia me
Pagi itu cuaca begitu cerah. Sinar matahari bersinar terang di langit yang bersih tanpa awan. Seolah tak peduli, jika semalam sebuah tragedi yang mengerikan telah terjadi. Di ranjang rumah sakit, Jane terbaring dengan wajah pucat dan perban putih melingkari kepalanya. Luka akibat pukulan Bobby Parker tadi malam membuat Jane harus memiliki 10 jahitan di kepala. Tepat di samping Jane, Aaron duduk dalam keadaan siaga. Matanya terlihat sangat merah karena semalaman ia tidak tidur sama sekali. Begitu mendapat kabar Jane mengalami luka parah, ia langsung memacu mobilnya menuju rumah sakit. Dirinya terasa lemas sekali begitu melihat Jane tergolek di atas brankar dengan penuh darah di bagian kepalanya. Sementara tubuhnya dibungkus dengan kain. Aaron tidak tahu pasti bagaimana kondisi tubuh Jane di balik kain itu. Setelah Jane dipindahkan ke kamar perawatan VIP, secara pribadi, Aaron pergi menemui dokter yang menangani Jane. Dia meminta dokter itu melakukan ya
Usai melewati drama panjang di pergudangan tua itu, sekitar pukul 5 pagi Cherry akhirnya pulang ke kediamannya dalam keadaan selamat. Cherry tidak mengenal pria-pria yang mengantarnya saat itu. Selama berada di mobil, tidak ada satupun di antara mereka yang mengeluarkan suaran. Tapi Cherry pun tidak peduli siapa mereka. Sama halnya dengan ketidakpeduliannya pada orang yang telah menyelamatkan Jane dan Glen. Baginya yang terpenting tujuannya tercapai. Meskipun rencana yang ia susun sejak awal tidak sepenuhnya berjalan lancar. Tapi siapa yang peduli? Selagi hasilnya sama, ia akan tetap mensyukurinya. "Bobby Parker tewas di hotel karena over dosis obat-obatan terlarang. Huahahaha," Cherry berjingkrak kegirangan disertai tawa lepas setelah mengulang judul headline news yang ia lihat pagi tadi. "Mampus kau, Bobby Parker. Mampus! Kau memang pantas mendapatkannya. Selamat bercinta dengan cacing-cacing yang ada dalam kuburanmu," umpatnya kemudian. Dengan langka
Sepasang netra Aaron langsung berbinar mendengar kata-kata Jane. Ia kembali memasukkan ponsel itu ke kantung, kemudian memposisikan dirinya tepat di depan Jane. "Kamu serius? Tidak akan berubah pikiran?" tanya Aaron dengan semangat. Jane mengangguk, kembali menjawabnya dengan yakin. "Yes!" pekik Aaron girang. Kedua lengannya yang panjang spontan terulur dan merengkuh tubuh Jane hingga tenggelam dalam dekapannya. "Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan sangat baik," pungkasnya sembari mempererat pelukannya. *** Tiga hari berlalu, Cherry tampak sedang bersiap-siap di apartmentnya. Dia sedang bersemangat karena pagi tadi mendapat kabar bahwa Glen sudah pulang dari rumah sakit. Setelah bebas dari tempat penyekapan Bobby, Cherry tidak memiliki kesempatan untuk menemui Glen secara pribadi. Lelaki yang telah menjadi kekasihnya selama dua tahun itu selalu menyuruhnya pergi setiap kali Cherry datang berkunjung.
Glen berkendara dengan pikiran risau, sudah lebih dari seminggu ia tidak mendengar kabar Jane. Tidak biasanya Jane menghilang tanpa berita sama sekali. Semarah apapun ia pada Glen, biasanya hanya berselang dua hari dia pasti menghubungi kembali. Entah itu untuk minta maaf, atau sebaliknya justru mengomel panjang kali lebar jadi luas. Semua tempat yang sering dikunjungi oleh Jane pun sudah ia datangi, namun hasilnya nihil. Tidak ada satupun orang yang mengetahui keberadaan Jane. Satu per satu rumah sakit pun sudah Glen datangi, tapi ia tidak menemukan satu pun data pasien bernama Jane Ariesta. Satu-satunya orang yang belum Glen tanyai tentang Jane adalah Cherry. Setelah Glen memaafkan semua kesalahan Cherry, mereka kembali bersama. Glen tahu kekasihnya itu tidak menyukai kedekatannya dengan Jane, karena itulah sebisa mungkin Glen menahan diri untuk tidak menyebut nama Jane di depan Cherry. Namun, mengingat baru-baru ini Cherry berbuat jahat kepad
Beberapa jam sebelumnya. Di gedung The Caldwell Indonesia, Aaron berusaha untuk menuntaskan semua perkerjaannya lebih awal. Sejak Jane tinggal bersamanya, Aaron memang tidak betah berlama-lama berada di luar rumah. JIka bukan untuk meeting, atau sesuatu yang penting Aaron tidak akan datang ke kantor. Selagi perkerjaan itu bisa dilakukan dari rumah secara online, maka dia akan memilih cara itu. Pukul 3 sore, Aaron sudah menuntaskan semua perkerjaannya. Itu berarti dia bisa pulang 2 jam lebih awal dari jam kerja normal karyawan lainnya. Dengan perasaan tidak sabar, Aaron segera bangkit dari kursinya kemudian berjalan ke luar ruangan, menuju meja salah satu staff yang ada di depan pintu ruangannya. "Aku pulang lebih awal. Jika ada sesuatu yang penting, hubungi via email saja. Jangan hubungi nomor pribadiku," pesannya dengan tegas. "Baik, Sir. Saya akan ingat pesan Anda dengan baik." Aaron berlalu dengan cepat, tidak sabar ing
Suasana hening menyelimuti ruangan itu beberapa saat. Kata-kata yang meluncur begitu tiba-tiba dari mulut Aaron terdengar bagaikan petir di siang hari di telinga Jane. Jane kaget, bingung, kepalanya mendadak terasa kosong. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Apakah Aaron baru saja mengatakan dirinya untuk menyamar menjadi orang orang lain? Tanya Jane dalam hati. "Tunggu, apa maksudmu? Mulai hari ini aku adalah Luna? Siapa Luna? Mengapa aku harus menyamar menjadi dirinya?" Jane mencecar Aaron dengan pertanyaan. Aaron sudah memprediksi, Jane pasti kaget dan bingung mendengar kata-katanya tadi. Aaron memperbaiki duduknya. Kali ini ia berbicara dengan ekspresi yang sangat serius. Tatapannya lurus menembus manik Jane, kemudian menguncinya agar gadis itu bisa fokus untuk mendengar penjelasannya lebih lanjut. "Luna adalah identitas baru kamu, Jane. Kamu tidak menyamar, hanya sedikit berkamuflase agar bisa bersembunyi dengan aman. Saat ini,