Ballroom mansion keluarga Caldwell tampak gemerlap oleh hiasan pesta. Wajah sumringah penuh bahagia tampak menghiasi seluruh anggota keluarga Caldwell yang berdiri menyambut para tamu undangan yang datang. Mereka tampak memesona dalam balutan dress warna silver yang dirancang oleh Jane.
Sementara itu Aaron dan Jane duduk bersanding di kursi yang memang disediakan untuk sepasang pengantin yang berbahagia itu.
Jane tampak memukau dengan gaun pengantin rancangannya berwarna putih berhiaskan kristal swarovski. Di sampingnya Aaron tampak gagah dengan tuxedo berwarna senada. Mereka tidak hentinya saling melempar senyum bahagia. Sesekali terlihat Aaron melayangkan kecupan kecil di tangan dan kening Jane. Terkadang terlihat Jane mengatakan sesuatu, Aaron tertawa lalu mencubit hidung istrinya itu. Di lain kesempatan, balas Aaron yang membisikkan sesuatu yang langsung disambut Jane dengan tawa.
"Mereka mesra sekali," ucap Claire dengan tatapan iri.
"Aku t
Suasana malam itu begitu tenang. Angin bertiup pelan, suhu pun tidak terlalu menusuk tulang. Orang-orang terlelap dalam kungkungan selimut hangat di musim gugur yang sejuk. Namun, tidak sama dengan yang Jane rasakan. Jarum pendek di jam dinding sudah beranjak dari angka dua, tapi Jane terlihat gelisah dalam tidurnya. Sebentar miring ke kiri, beberapa saat kemudian miring ke kanan sambil meringis menahan sakit, sementara tangannya memegang bagian bawah perutnya yang besar. Di sebelah Jane, tanpa mengetahui kondisi yang Jane alami, Aaron tidur pulas bagaikan bayi. Jane tidak membangunkan Aaron karena ia pikir rasa sakitnya akan segera hilang seperti yang sudah-sudah. Namun, rasa sakit yang Jane rasakan kali ini berbeda. Bukannya mereda, taoi justru semakin intens membuat Jane sulit untuk tidak mengerang. Jane berusaha untuk duduk, bangkit dari pembaringan, tapi sesuatu yang hangat dan basah tiba-tiba terasa mengalir di sela-sela pahanya.Jane panik, spontan
Dua box bayi terlihat bergoyang pelan di samping ranjang berukuran besar, diiringi lagu pengantar tidur yang terdengar lembut lewat pengeras suara. Di dalam box bayi itu, Reagan dan Riley tidur pulas. Reagan bermakna seorang raja atau pemimpin, sedangkan Riley bermakna pendamping dan kebebasan. Digabungkan dengan nama keluarga Caldwell yang memiliki makna kebaikan dan harapan, Aaron dan Jane berharap putra putri mereka tumbuh menjadi manusia pemimpin yang berjiwa bebas tapi tetap penuh dengan kebaikan. Yah, nama adalah doa, kan. Nama yang baik adalah doa dari orang tua untuk anak-anaknya yang tercinta. Di ranjang besar itu, Aaron dan Jane duduk bersisian sambil mengamati buah hati mereka dengan tatapan haru. "Tidak terasa, mereka sudah enam bulan sekarang," ujar Jane. Dirinya bahagia sekali karena setelah melewati masa kritis saat persalinan akhirnya bisa berkumpul dengan suami dan anak-anaknya. "Kamu luar biasa, Sayang. Bisa mengurus
"Lepaskan aku!" perintah Jane dengan suara keras. Tapi pria itu bergeming, justru memperkuat cengkramannya pada pergelangan tangan Jane.."Berteriaklah sekuatmu, Jane. Jangan berpikir kau bisa pergi dari sini sebelum melayaniku," kata pria itu kemudian. Tatapannya menghujam penuh nafsu, sementara tangannya mulai bergerilya di atas tubuh Jane.."Bajingan! Sudah bosan hidup kau rupanya. Jangan salahkan aku jika 'pentungan'mu itu tidak bisa berfungsi lagi besok pagi," balas Jane tidak kalah sengit.Hitungan detik kemudian, pria itu mengeluarkan jerit yang memilukan..Tubuhnya meringkuk menahan sakit tak terperi. Ia terus berguling-guling di lantai, sementara kedua tangannya memegangi selangkangannya."Ahh! Sial! Dasar perempuan jalang!" Makinya berapi-api.Jane berhasil mendaratkan kakinya pada organ vital pria itu. Tidak tanggung-tanggung, dua kali tendangan beruntun dalam satu waktu.
Jane melangkah gontai dengan wajah lesu menuju minimarket. Perutnya sudah berontak minta diisi sejak 2 jam yang lalu, tapi Jane kadung malas untuk bergerak. Pikirannya sedang galau karena jatuh tempo sewa rumahnya tinggal beberapa hari lagi, tapi uang di tangannya saat ini tersisa hanya untuk biaya makan seminggu saja. Perkerjaannya sebagai ghost designer memang lumayan, hanya saja tidak selalu ada. Jane tetap harus mencari side job lainnya agar kebutuhan sehari-hari terpenuhi. Seandainya saja tragedi 3 tahun lalu itu tidak terjadi, Jane yakin keadaannya pasti jauh berbeda. Jane hanya bisa menghela nafas panjang, sambil merapalkan doa di dalam hati, semoga mendapatkan klien dalam waktu dekat. "Semuanya 15 ribu, Kak." Suara kasir membuyarkan lamunan Jane. Jane segera mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. Ponsel di kantung celana Jane berbunyi, tepat ketika Jane hendak keluar minimarket. Dari
Pesan singkat dari Glen masuk satu jam setelah Jane selesai makan siang. Keningnya berkerut ketika membaca alamat yang tertera di layar ponselnya. "Mrs. Diodra, International Hotel, Room 414, pukul 18 sore? Tidak biasanya klien minta ketemu di kamar hotel," pikir Jane dalam hati. "Ah, mungkin klien tidak punya cukup waktu untuk membuat janji temu di tempat lain," kilah Jane kemudian. Ia berusaha untuk membangun pikiran positif karena berharap banyak dengan proyek ini. Pukul 18 kurang sepuluh menit Jane sudah sampai di depan kamar hotel kliennya. Jane mengetuk pintu itu dengan perlahan. Beberapa saat kemudian Jane mendengar langkah kaki mendekati pintu. Cklek! Pintu itu terbuka. Jane menunggu pintu itu terbuka lebih lebar, tapi penghuni kamar itu tidak membukanya lebih lebar. Jane akhir
[Flashback: tiga tahun yang lalu] Dua bulan sebelum upacara kelulusan, universitas menyelenggarakan kompedisi design yang disponsori oleh beberapa perusahaan mode. Hadiah yang ditawarkan sangat fantastis. Selain uang dan materi lainnya, pemenang akan direkrut sebagai designer tetap di perusahaan mereka. Tentu saja hal itu merupakan hal yang sangat diimpikan oleh semua mahasiswa jurusan design, terutama Jane. Tidak ingin melewatkan kesempatan yang ada, Jane pun mempersiapkan diri untuk mengikuti kompetisi tersebut. Di kepalanya sudah tergambar ide sesuai tema yang diberikan oleh pihak penyelenggara. Waktu berlalu, batas waktu pengumpulan rancangan tersisa 15 hari lagi. Sementara itu Jane masih sibuk menyelesaikan detail rancangannya. "Hai, Jane. Lagi ngapain?" Tanya Cherry ketika melihat Jane sendirian di ruang kelas. Sementara mahasisw
Pria bertubuh tinggi besar itu berjalan dengan cepat, dan tangannya mencengkram tangan Jane dengan kuat. Dalam hitungan detik dia berhasil membawa Jane menjauh dari kerumunan itu. Jane ingin berontak, tapi entah mengapa hati kecilnya memutuskan untuk menuruti pria itu tanpa membantah ataupun bertanya. Langkah mereka baru berhenti ketika berada di lantai atap gedung. "Kau pikir kekerasan bisa menyelesaikan masalah?" Pria itu memutar tubuhnya, dan langsung mencecar Jane dengan pertanyaan. "Aku tidak berniat begitu. Tapi kata-kata mereka keterlaluan. Aku tidak pernah melakukan hal senista itu," jelas Jane. Matanya berkaca-kaca menahan emosi. Pria itu bergeming, mengeluarkan ponsel dari sakunya, kemudian menyerahkannya kepada Jane. Jane meraih ponsel itu dengan perasaan penuh tanda tanya. Jane langsung shock ketika melihat dress yang sama persis dengan desain yang ia kirimkan pada kompetisi.
Jane sampai di tempat janji temu dengan Diodra tepat waktu. Dia bersyukur karena Glen menjadwal ulang pertemuan ini sehingga ia kembali bisa membangun harapan positif. Dengan percaya diri, Jane melangkah memasuki cafe mewah itu. "Selamat datang, Nona. Apakah Anda sudah reservasi?" Sambut seorang pelayan begitu Jane masuk. "Saya ada janji temu dengan Mrs. Diodra. Apakah beliau sudah datang?" jawab Jane balik bertanya. "Oh, Mrs. Diodra. Beliau sudah datang sejak 5 menit yang lalu. Silakan ikut saya, Nona," jawab pelayan itu ramah. Pelayan itu berjalan lurus menuju sebuah meja. Dari tempatnya berada, Jane bisa melihat seorang wanita duduk membelakanginya. "Selamat malam, Mrs. Diodra. Tamu Anda sudah datang." Diodra menoleh, langsung melebarkan senyum ke arah Jane. Dengan sopan dia berdiri menyambut Jane. Mengulurkan tangan, kemudian menyapa Jan