Mata Lara terus memandangi layar ponselnya meski telepon antara dirinya dan Mas Gala sudah terputus. Gadis itu saat ini takdapat menerjemahkan apa yang saat ini dirasakannya. Perasaannya campur aduk, entah harus bahagia atau sedih setelah mengetahui semua fakta yang gamblang. Percakapan itu juga secara tidak langsung menjadi jawaban mengapa selama ini Mas Gala tidak terlalu menggubris rumor tentang hubungan dirinya dan Jessi. Ternyata semua itu karena Mas Gala telah memilki kekasih yang sngat dicintai dan sudah menjalin hubungan selama enam tahun lamanya. Meskipun pada akhirnya wanita itu meninggalkan Mas Gala, tetapi cinta Mas Gala untuknya masih utuh, hal ini dibuktikan dengan betapa terlukanya Mas Gala saat menceritakan cintanya yang kandas. Cemburu? Lara tahu itu tidak pantas untuk ada di dalam hatinya, tetapi faktanya Lara memang cemburu karena ternyata Mas Gala mencintai wanita lain dan perasaan malu mulai membuat hatinya penuh, mengingat beberapa perlakuan baik dari Mas Gala pa
“Puisi ini untuk siapa?” sebuah pesan dari Mas Gala akhirnya masuk saat Lara sibuk mengoceh dengan dirinya sendiri.“Hah?!” Gadis itu membelalakkan mata saat membaca pesan dari Mas Gala, “Sepertinya dia menyadari sesuatu.” Lanjutnya.“Untuk seseorang.” Balasan Lara dikirimkan sesegera mungkin.“Eh, aku kira kamu sudah tidur. Ra.” Balas Mas Gala. Lara berpikir sejenak setelah membacanya, sibuk mencari-cari alasan.“Aku sedang mengerjakan tugas.” Balasnya dan tentu saja ia berbohong.“Apa kamu bisa fokus seperti itu? Mengerjakan tugas sambil kerja, aku kira setelah semua tugasmu rampung baru kita memulai kerja. Aku jadi tidak enak, Ra.”“Ah, tidak Mas, aku kira tadi kamu sudah tidak akan membalas pesanku, jadi aku melanjutkan tugas.” Lara membaca ulang ketikannya di layar ponsel, lalu menghapus kalimat “aku kira kamu sudah tidak akan membalas pesanku” dengan kalimat “aku kira Mas Gala sudah tidur, jadi aku melanjutkan tugas”.“Tidak, Ra. Aku agak speechless saja saat mendengarkan puisim
“Baik, Mas.” Jawab Lara, saat ia hendak menutup telepon itu Mas Gala tiba-tiba saja segera berbicara seakan mencegah. “Oh, ya , Ra.” Ujarnya, “Sepertinya ini jadi projek terakhir kita.” Lanjutnya dengan suara pelan. “Maksudnya?” “Setelah Percakapan di Ujung Malam rilis, podcast-nya akan hiatus dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.” Jelas Mas Gala. “Kenapa, Mas?” Tanya Lara dengan nada yang lebih terdengar seperti protes. “Aku tidak bisa bekerja dengan keadaan seperti ini, Ra.” Jawab Mas Gala. Lara terdiam, ternya cinta Mas Gala untuk wanita itu lebih besar dari yang Lara kira. “Terus Mas Gala mau ngapain?” Tanya Lara. “Entahlah, Ra.” Jawab Mas Gala. “Yasudah, Mas. Tenangkan dirimu dulu. Get well soon.” Gumam Lara lirih. “Tidurlah, Ra. Maafkan aku telah merepotkan.” “Tidak merepotkan sama sekali, Mas.” “Goodnight, Ra.” “Goodnight, Mas Gala.
“Apakah dia manusia?” Tanya Lara dengan wajah datar.“Bukan, dia badak.” Sahut Aria, “Ya jelas manusialah.” Lanjutnya dengan nada sewot.“Nama yang aneh,” Gumam Lara. “Tetapi tidak asing.” Lanjutnya.“Bagaimana bisa asing kalau setiap kita bertemu aku selalu menyampaikan salamnya untukmu, karena setiap hari dia titip salam padamu. Kamu saja yang tidak perduli.” Jelas Aria.“Dia siapa, sih, Ar?” Tanya Lara.“Nah! Nah!” Aria girang mendengar pertanyaan Lara, itu adalah pertanyaan yang sudah lama dinanti rupanya. “Dari dulu kek, kamu menanyakan itu. Dia adalah anak geologi teman sekelas Anggira, sepupuku. Sudah sejak semester empat dia menyukaimu. ” Lanjutnya.“Kok bisa?” Tanya Lara.“Pada saat kamu main ke kosku dan dia bersama gerombolan teman kelas Anggi juga main ke sana.” Jawab Lara.“Hmm, bukan itu maksudku, Ar. Maksudku kok bisa dia menyukaiku tanpa mengenal dulu.” Ujar Lara.“Entah. Mungkin itu yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.” Ucap Aria.“Aku jadi ngeri se
“Yuk cabut!” Ajak Aria lalu bangun dari tempat tidurnya.Sementara itu, Anggi terlihat langsung menutup laptopnya.“Cabut? Aku baru datang loh.” Ujar Lara.“Kita nongkrong di luar aja, di kos sempit.” Jawab Aria.Sebenarnya Lara ingin protes saat itu juga pada Aria, karena di pembahasan sebelumnya tidak ada acara nongkrong di luar. Tetapi akhirnya mau tidak mau dia menurut saja. Mereka pergi dengan menaiki mobil milik Bentara. Aria dan Anggi buru-buru masuk di bangku penumpang dan dengan polosnya Lara ikut masuk ke sana. Aria segera mendorong Lara sebelum pantatnya menempel di bangku, mata Aria melotot dan mengintruksikan melalui kode agar Lara duduk di depan dengan Bentara. Tentu saja Lara menolak, dia menarik tangan Aria dan berganti mengintruksi agar Aria saja yang duduk di depan. Meskipun Lara memiliki usia lebih tua dari Aria, tetapi dia berperawakan kecil dan gerakannya lembut, tentu saja akan kalah dengan Aria yang seakan-akan memilki kekuatan seorang pria. Lara menyerah dan ak
Tiba-tiba, ponsel Lara berbunyi dan itu pesan dari Jenggala, pembicaraan antara Lara dan Bentara akhirnya terputus sampai di sana, setelahnya tidak ada aktivitas lain yang dilakukan Lara selain memainkan ponselnya. Tidak peduli dengan Bentara ataupun Lara dan Anggi, bahkan dia tidak peduli dengan makanan yang sudah dipesannya.“Ngilang …” Isi Pesan dari Jenggala.Lara membacanya kembali dan kembali pula mengecek apakah pengirim pesan benar-benar Jenggala. Faktanya, pengirim pesan itu memanglah Jenggala. Bibir Lara nampak menyunggingkan senyum . bagaimana hatinya tidak berbunga jika ternyata orang yang disukainya itu mencari-cari dirinya. Tidak ada hal lain yang menjadi penyebabnya kecuali Mas Gala memang sedang rindu pada Lara, toh dia sendiri yang mengetakan bahwa project podcast itu tidak lagi dilanjutkan, jadi alasannya mencari Lara bukan karena masalah pekerjaan.Lara memikirkan sejenak kalimat apa yang hendak dia kirimkan ke whatsapp Mas Gala sebagai balasan. Setelah beberapa de
“Ya, soalnya, emangnya ada orang yang suka aku selama itu? Dan lebih nggak percaya lagi karena aku mendengarnya dari Aria.” Ujar Lara.Mendengar itu, Bentara tertawa kecil.“Omong-omong, kenapa daritadi kamu nggak nanya alamat rumah aku.” Tanya Lara, “Jangan bilang kamu sudah tahu juga?” Lanjutnya bertanya.Bentara terdiam sejenak, Lara menoleh ke arahnya dan dilihatnya Bentara melengkungkan senyum. Tak lama kemudian pria itu membelokkan stir mobilnya pada lorong yang mengarah ke kompleks rumah Lara.“Are you serious, Bentara?” Aria terlihat gemas karena pertanyaannya tak kunjung mendapat jawaban yang pasti.“Maaf kalau sebelumnya ini kamu anggap nggak sopan.” Ucap Bentara, “Tapi kamu tenang aja, aku nggak pernah buntuti kamu sampai ke rumah kok.” Lanjutnya.Lara mengembuskan napas lega setelah mendengar pejelasan itu. Hampir saja dia pingsan ketakutan karena saat ini tengah berada dalam satu mobil berdua dengan seorang psikopat seperti yang di film-film.“Kamu beneran takut?” Tanya B
“Ya sudah deh. Terserah kamu, Mas. Lagian aku juga bukan siapa-siapa yang harus dikabarin terus.”“Kok tiba-tiba langsung ngomong gitu sih, Ra?”“Ngomong gitu apa?”“Ngomong kalau kamu bukan siapa-siapa.”“Terus salahnya di mana kalau aku ngomong gitu, memang kenyataannya gitu kan?”“Ra, are you ok?”“I’am ok.” Jawab Lara, “Ya sudah Mas, Lara mau istirahat, ya.” Lanjutnya.“Tunggu dulu, Mas tau pasti ada yang salah.” Mas Gala berusaha menahan untuk mengakhiri panggilan telepon itu.“Memang ada yang salah Mas. Lara yang nggak beres. Lara yang marah-marah nggak jelas. Lara yang banyak nuntut hal yang bukan hak Lara, Lara bikin Mas Gala bingung, Lara bikin Mas Gala merasa bersalah padahal semua perasaan itu nggak seharusnya Mas Gala rasakan sama sekali. Keputusan Mas Gala sekarang, harus tetap melakukan apa yang udah jadi planning kamu tanpa menghiraukan maunya Lara yang nggak banget ini. Maafin Lara ya, Mas. Lara nggak tau kenapa Lara kayak gini.” Ucap Lara. Bertubi-tubi. Tanpa jeda.“H