"Dua bulan. Buat aku jatuh cinta padamu dalam waktu dua bulan. Bila kamu bisa membuatku berpaling dari pria idamanku, aku bersedia menikah denganmu," ucap Siti menatap lekat manik hitam lekat Rayhan.
Rayhan tertegun mendengar ucapan Siti barusan. Dua bulan. Dirinya diberi waktu dua bulan untuk menundukkan hati gadis di hadapannya ini , dan membuat gadis itu berpaling dari pria idamannya. Pria idaman. Pria idaman mana yang dimaksud? Bukan dia, bantahnya dalam hati. Jelas pria yang dimaksud bukan dirinya, gumamnya berpikir dalam hati. Ada yang lebih dulu berhasil menarik hati gadis itu sebelum dirinya.
Rayhan mengingat awal pertemuan mereka yang mungkin meninggalkan kesan yang buruk bagi Siti tapi tidak baginya. Ia justru terus mengingat dan menyimpan memori itu rapat-rapat, tidak ingin melupakannya.
Rayhan mengamati wajah Siti. Ia sudah menentukan pilihannya. Ia berharap gadis itu berjodoh dengannya, karena hanya gadis itu yang bisa menutupi
Siti bergegas keluar dari mobil Rayhan dan sesegera mungkin masuk ke dalam toko roti tempatnya bekerja. Ia tidak mau mendengar larangan-larangan yang akan terlontar dari bibir tipis Rayhan, terkait rencana Arya yang akan mampir ke toko roti tempat Siti bekerja. Rayhan melihat Siti yang berjalan dengan tergesa memasuki toko roti itu. Ia mengetukkan jari-jemarinya di setir kemudi. Menimbang, mana yang lebih baik ia lakukan, langsung kembali ke kantornya atau menunggu Siti dan mengantarkan gadis itu pulang sekalian. Saat ia tengah berkonsentrasi, ia melihat mobil Arya merayap masuk ke area parkiran di depan toko roti MCC. Sosok tinggi Arya keluar dari mobil SUV hitam miliknya. Ternyata, Arya tidak datang sendiri. Ia berjalan bersisian dengan seseorang yang tidak Rayhan kenali. Rayhan terus mengikuti langkah Arya dan laki-laki di sebelahnya yang kini sedang berjalan memasuki toko roti MCC. Siapa laki-lai yang berjalan bersama dengan Arya? Sedikit mengerutkan alisnya, Rayha
Pertemuan Siti dengan Arya dan Arken berakhir tepat pukul 5 sore. Siti segera membereskan semua peralatan kerjanya, dan bergegas menekan absen pulang di mesin absen. Ia melangkahkan kakinya keluar dari MCC, menuju ke parkiran tempat sepeda mininya yang ia titipkan pada Maman, sang penjaga parkir. Maman yang melihat Siti berjalan keluar dari toko roti itu, berjalan mendekati Siti yang hendak mengambil sepedanya. "Lu mau kemana ka?" Tanya Maman begitu dirinya sudah berada tepat di depan Siti. "Ya, mau pulang lah... Kenapa emangnya? Nggak boleh? Atau lu mau nraktir gua di warung baru? Ada soft opening warung baru ya? Dimana?" Siti justru balik bertanya pada Maman dengan antusias. Maman menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bukan. Lu, bukannya dijemput sama calon suami lu?" Maman menunjuk ke arah seberang, sebuah mobil sedan berwarna
Siti menatap Rayhan yang terus berjalan masuk ke dalam rumahnya setelah berhasil mengucap salam, dengan tatapan satu maksud, maksud ingin menelan laki-laki itu hidup-hidup. Ditendangnya kerikil-kerikil kecil yang berada di depannnya. Satu kerikil berhasil ia tendang hingga masuk ke dalam tong sampah di samping rumahnya. Sama halnya dengan kerikil yang kedua dan ketiga. Untuk yang keempat, ternyata ia memilih jalannya sendiri. Lepas dari tendangan kakinya, kerikil itu jatuh tepat mengenai seseorang yang sedang berjalan dari samping rumah, hendak ke tempat ia berdiri saat ini. "Sitiiiiii!" Suara cempreng memanggil namanya. "Sudah pulang tidak tepat waktu, sekarang kirim batu untuk balas sayangnya emak, iya begitu?" Omel sang Emak. Siti langsung lari mendekat. Sambil tertawa kecil, ia berusaha meminta maaf pada emak. "Nggak sengaja, Mak. Maksudnya ke tong sampah tapi k
Pagi itu, di MCC, terjadi kehebohan yang membuat semua karyawan pucat pasi. Mereka saling memandang satu sama lain dengan tatapan curiga. Tidak ada yang tahu persis. Tiba-tiba saja, terdengar teriakan Asih dari ruang khusus karyawan. Ruangan itu merupakan ruang administrasi yang berisi data-data karyawan, data keuangan dan data manajemen lainnya. Saat satu persatu masuk ke ruangan itu untuk mengetahui apa yang membuat Asih berteriak sedemikian kerasnya. Pemandangan di ruangan itu memang kacau balau. Semua dokumen berserakan di lantai. Semua lemari terbuka dan isinya berhamburan kemana-mana. Komputerpun terlihat dalam keadaan menyala. Merasa mengkhawatirkan hal yang sama, beberapa karyawan, langsung berlari ke ruangan khusus yang berisi brankas. Benar saja, kekhawatiran mereka menjadi kenyataan, ruangan khusus itupun dalam keadaan terbuka, terbuka karena dipaksa. Brankas masih dalam keadaan aman, namun lemari yang digunakan untuk meletakkan uang operasional sehari-hari, terbu
"Halo calon mantu kesayanganku.." Suara itu mengejutkan seluruh orang yang berada di gerai itu, terutama Arya yang baru saja melangkahkan kakinya masuk ke gerai. Arya langsung mengarahkan pandangannya ke Siti lalu kembali menatap wanita paruh baya di depannya "Tante.." Siti terkejut melihat kedatangan mama Ray siang ini. Siti menjadi salah tingkah ketika menemukan Arya yang berdiri tepat di belakangmama Ray sambil menatapnya tajam. "Tante..tante... Mama...susah banget disuruh ganti mama," sungut mama Ray. "Ehehehe, i iya, Ma.." Siti dengan tidak enak hati memanggil mama Rayhan dengan sapaan itu. "Mama lihat di televisi, toko kamu ini kemalingan. Karena itulah mama datang kemari. Apa benar?" "Eh?" Siti menatap tidak percaya. Mengapa wanita di depannya ini begitu memperhatikannya. "Sudah hubungi polisi?" "Sudah, Ma." Siti menjawab singkat. "Terus?" Mama Ray menuntut penjelasan.
Rayhan menatap Siti yang baru saja keluar dari ruang manajemen. Ia adalah yang terakhir keluar dari ruangan itu. Wajah gadis itu begitu suntuk membuat Rayhan semakin penasaran. Siti mencari tas selempang yang sebelumnya ia letakkan di bawah meja kasir. Tidak menemukan yang ia cari, Siti mematung. Ia mengingat-ingat posisi terakhir kali tas selempangnya berada. Matanya kembali melihat ke bawah meja kasir. Kosong. Tas nya tidak ada di sana. Saat ia mencoba untuk kembali masuk ke ruang manajemen, Rayhan datang dan langsung mengalungkan tas selempangnya. Gadis itu terkejut. "Mengapa belum pulang?" tanyanya sambil berjalan mengikuti Rayhan dari belakang. "Kan tadi aku sudah bilang akan menunggumu sampai kamu selesai," jawab Rayhan membuka pintu mobilnya, agar Siti segera masuk ke dalam. Maman sudah diberitahu Rayhan bahwa dirinya harus mengantar sepeda Siti ke rumah gadis itu, karena esok Siti akan libur untuk sementara waktu. "Sepedamu sudah kusuruh Maman untuk d
Rayhan mencari kebenaran di wajah Siti, kebenaran bahwa dirinya mengundurkan diri, bukan alasan yang lain. Siti menatap Rayhan. "Kalau tidak ada ya sudah, tidak apa-apa. Besok aku tanya tuan Arya saja atau Arken, mungkin di tempat mereka ada lowongan." Siti melempar pandangannya ke luar jendela. "Besok datang ke kantor jam 7 pagi. Tunggu aku di lobi kantor, di depan resepsionis. Katakan saja kau sudah membuat janji denganku." Rayhan langsung menjawab tanpa berpikir panjang begitu mendengar nama Arya dan Arken dari bibir Siti. Bila tidak ada lowongan saat ini, ia akan membuka sendiri dan Siti adalah yang terpilih tanpa harus tes atau apalah namanya. Sah-sah saja, kan dia bos-nya. Siti mengangguk tanpa ekspresi. "Kenapa masih sedih?" tanya Rayhan mulai kembali menghidupkan mesin mobilnya. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Hanya lelah dan gerah. Selarut ini belum mandi, mana kecutnya bikin
Siti memasuki gedung perkantoran yang begitu besar dan luas. Baru saja ia sampai di pos satpam, ia dibuat terperangah dengan gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia ingin menghitung berapa tingkat gedung itu, namun keinginannya itu langsung ditolak mentah-mentah oleh leher penyangga kepalanya, yang harus menengadahkan kepalanya entah untuk berapa lama hanya untuk mengetahui total keseluruhan lantai yang ada di gedung itu. Siti berusaha keras menjaga keseimbangannya kala ia berjalan memasuki gedung berlantai marmer berwarna krem kecoklatan. Ia berjalan menuju ke meja resepsionis untuk bertemu dengan pak Indra sesuai dengan instruksi yang diberikan Rayhan sebelum dirinya diturunkan di tiga blok sebelum gedung kantor milik Rayhan. "Selamat Pagi, Mbak!" sapa Siti pada dua wanita yang sedang sibuk mencatat surat masuk dan menerima telpon. "Pagi," jawab gadis berambut pendek sedikit bergelombang yang sudah selesai menyalin surat masuk pagi ini.