Share

Flashback

Verda tiba-tiba membuka mata. Jalan beberapa langkah dan berhenti tepat di bibir jurang. Sepasang mata beriris cokelat itu bergerak-gerak memindai sekitar. Bibirnya bergumam tidak jelas dan membuat Tris sangat penasaran. 

Pria yang mengikuti pergerakan Verda itu menoleh pada Nindy yang segera meletakkan telunjuk di depan bibir, seakan-akan tengah memberitahu agar Tris tidak menggangu Verda. 

Hendra yang berdiri di sebelah kiri Verda, memperhatikan tingkah gadis itu dengan saksama. Kala pandangan mereka bertemu, Verda tiba-tiba berucap, "Aku melihat kilas balik peristiwa itu." 

Hendra mengangguk mengerti dan membiarkan Verda kembali memandangi sekeliling. Gadis itu menutup mata kembali. Kala tubuhnya terasa limbung, Verda segera berpegangan pada Hendra yang langsung mengeratkan pelukan. 

***

"Kenapa, Kang?" tanya Gita yang tengah memulaskan bedak ke wajah. 

"Ehm, ini kayak ada yang aneh di mobil. Bikin kagok," sahut Kris, tetapi dia tidak mau menyebutkan masalahnya apa, karena takut Gita akan khawatir dan panik. 

"Bahaya nggak?" Perempuan berambut panjang merah itu mengalihkan pandangan pada Kris yang sontak menggeleng. "Huft, syukurlah." Gita menyunggingkan senyuman, kemudian kembali ke posisi semula dan sibuk dengan alat riasnya. 

Kris meneguk ludah, berusaha untuk tetap tenang dan santai meskipun sebenarnya dia deg-degan dengan kondisi mobil. Sejak awal perjalanan rem-nya sudah kurang pakem dan hal tersebut membuatnya gundah. 

Mobil SUV putih itu terus melaju memecah keheningan malam. Suasana area Lembang yang cukup sepi menjadikan mobil bisa melaju kencang. Saat itu Kris hendak menuju villa yang disewa sahabatnya dan Gita, yaitu Erni.

Erni akan mengadakan acara resepsi pernikahan esok hari. Teman-teman lain dari radio tempat keduanya bekerja sudah berangkat terlebih dahulu. Kris dan Gita baru bisa berangkat saat itu karena masih harus menyelesaikan pekerjaan sambilan mereka, yaitu sebagai pemandu acara grand opening sebuah apartemen terbaru di Kota Bandung. Beberapa rekan mereka yang lain akan menyusul esok hari bersama bos pemilik radio. 

Memasuki wilayah yang dekat dengan tujuan, suasana sekitar makin sepi. Kris menajamkan mata untuk memastikan penglihatan. Kabut tebal yang turun membuatnya cukup kesulitan melihat dengan jelas. 

Pria beralis tebal itu mengerutkan dahi ketika menyadari bila jalan yang dilewati ternyata cukup sempit. Hatinya berdebar-debar kala melihat lampu kendaraan lain yang berlawanan arah. Bila bertemu dengan motor, Kris menjadi tenang. 

Akan tetapi, bila bertemu dengan sepasang lampu yang menandakan bila itu adalah kendaraan roda empat, maka Kris akan gugup dan memelankan laju kendaraan serta menepi ke pinggir kiri. 

"Masih jauh nggak?" tanya Kris pada Gita yang tengah memelototi ponselnya. 

"Kayaknya udah nggak terlalu jauh ini titik lokasinya. Tapi sinyal jelek banget," jawab Gita sambil mengarahkan ponsel ke atas, berharap hal tersebut bisa menaikkan tanda sinyal operator seluler. 

"Aduh, akang lapar." 

"Aku bawa kue nih, mau?" 

"Yakin nggak bikin akang mati itu kuemu?" 

"Ngeledek!" 

"Habisnya kamu kalau bikin kue kan gagal terus." 

"Berisik! Nih, makan!" Gita meletakkan kotak makanan berukuran sedang ke paha kiri Kris. 

"Yee, suapin atuh," pinta laki-laki tersebut dengan sedikit manja. 

"Ogok pisan!" (manja banget) 

"Akang kan lagi nyetir, Git. Ayok atuh, buruan!" 

Gita mendengkus, tetapi akhirnya tetap menuruti permintaan Kris. Mengambil sepotong kue bolu kukus dan menyuapkannya ke mulut Kris yang menganga. 

Pria tersebut mengunyah sembari menaik turunkan alis, menggoda Gita yang awalnya menekuk wajah, tetapi akhirnya mengulum senyum juga. Gita meneruskan menyuapi Kris hingga kue di tangannya habis. 

"Air dong, seret yeuh," pinta Kris. 

"Ibu ngidam apa sih? Punya anak kok manjanya nggak ketulungan," keluh Gita, tetapi dia tetap mengambilkan botol minuman dan memberikannya pada Kris. 

"Ngidam ngelonin Salman Khan, jadinya aku gagah dan tampan gini." 

"Halah!" 

Obrolan mereka terhenti kala Kris menyadari bila jalan yang mereka lalui saat ini cukup curam. Dia menginjak rem tetapi laju kendaraan tetap tidak berkurang. Pria itu berusaha untuk bersikap tenang dan memegangi kemudi dengan erat. Dalam hati Kris berdoa agar mereka tidak berpapasan dengan kendaraan besar. 

Namun, ternyata doa Kris tidak terkabul. Sepasang lampu menyorot dari seberang jalan dan membuatnya gugup. Kris mengarahkan mobil ke pinggir. Akan tetapi, cahaya di seberang itu juga menuju ke tempat yang sama. 

Kris mencengkeram kemudi dengan erat. Tangan kirinya terulur dan menekan kepala Gita agar merundukkan badan. Dia sudah tidak sempat lagi untuk menghindar kala kendaraan di seberang itu makin dekat dan jelas bentuknya. 

Brrraaakkk! 

Suara benturan keras terdengar kala kendaraan di seberang membentur bagian kanan depan mobil yang Kris kemudikan. Mobil SUV putih itu langsung bergeser ke kiri dan terjun ke jurang yang cukup landai. 

Kris masih tersadar saat itu dan sempat beradu pandang dengan Gita yang menjerit ketakutan. Namun, sebuah patahan dahan pohon menembus kaca sebelah kanan dan menghantam kepala Kris. 

Pria itu langsung tidak sadarkan diri dan menelungkup di kemudi. Mobil yang tertahan rambatan akar pohon akhirnya berhenti meluncur. Gita yang mengalami luka-luka di wajah dan tangan berusaha menggapai ponselnya yang sempat terlempar ke bawah kaki. 

Suara teriakan orang-orang di bagian atas jurang membuat Gita sadar untuk segera menyelamatkan diri. Perempuan itu bersusah payah membuka sabuk pengamannya dan juga milik Kris. Kemudian Gita menarik tubuh pria yang jauh lebih tinggi darinya itu agar bisa keluar melalui pintu belakang. 

"Kang, bangunlah. Kita harus keluar," lirih Gita. Dia nyaris menyerah untuk bisa mengeluarkan Kris dari sana, tetapi rasa sayang dalam hatinya menolak untuk meninggalkan Kris, dan berusaha terus untuk menyeret pria tersebut.

Tiba-tiba pintu belakang mobil terbuka dan muncullah dua orang pria yang mengenakan topi kupluk dan sarung. "Neng, keluar dulu. Biar temannya, bapak yang keluarin," pinta salah seorang dari mereka yang memang tampak lebih tua. 

Gita segera mengerjakan perintah pria tersebut. Setelah dia berhasil ke luar dan berdiri di samping kiri mobil, pria tadi segera masuk, mengalungkan sarung ke ketiak Kris dan menarik tubuh pria tersebut sekuat tenaga. 

Pria yang berdiri di luar mobil akhirnya ikut merangkak masuk dan turut menarik Kris. Setelah berhasil mereka pun menggusur tubuh Kris menjauh dari mobil yang mulai bergerak sedikit demi sedikit ke bagian bawah jurang. 

"Neng, bisa pegangan ke tali ini. Naik pelan-pelan, ya. Di atas ada istri bapak yang nungguin," ujar pria dewasa tersebut yang dibalas anggukan Gita. 

Perempuan itu memegangi tali yang terjulur sepanjang tebing terjal dan memanjat dengan hati-hati. Di belakangnya, pria yang lebih tua mengikatkan tubuh Kris ke punggung pria yang lebih muda. Kemudian pria muda itu bergerak naik mengikuti Gita, dengan pria yang lebih tua mengekor di belakang. 

Perjuangan mereka akhirnya usai kala ketiga orang tersebut berhasil sampai di pinggir jalan, tempat di mana kejadian tabrakan maut terjadi beberapa saat lalu. 

Suasana di sekitar tampak cukup ramai. Gita segera dituntun oleh seorang perempuan dewasa berjilbab lebar yang membawanya ke warung di seberang jalan. Tak lama kemudian pria muda yang menggendong Kris pun tiba di warung tersebut dan meminta bantuan pada seorang pria lainnya untuk melepaskan ikatan dari tubuhnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status