Share

13. School Project

Ketika Jelita mengira ia bisa selamat dari Zikri dan kelakuannya yang absurd itu, masalah baru pun datang.

Bu Siska menugaskan siswanya membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang, untuk mengerjakan tugas Sosiologi dan untuk presentasi di depan kelas.

Karena tidak ada yang mau menjadikan Jelita teman kelompok, maka mau tidak mau terpaksa ia pun menerima ajakan Zikri untuk bekerja sama, meskipun sebenarnya sangat enggan.

"Papaku punya cafe di daerah Kemang, kita kerjakan tugasnya di sana saja," Zikri mengusulkan pada Jelita yang sedang membereskan perlengkapan sekolahnya.

Waktu sekolah telah usai dan para siswa berlarian keluar kelas untuk pulang.

Jelita mendelik. "Mana ada ngerjain tugas di cafe? Nggak ah. Kita ke perpus aja," tolaknya sambil menarik risleting tas ranselnya.

"Jangan di perpus, kita ke toko buku saja. Beli semua buku yang diperlukan, lalu mengerjakan tugas untuk presentasinya di coffeeshop di lantai dua."

Jelita hendak memprotes, tapi Zikri keburu menarik tangannya menuju parkiran sekolah, lalu mendorong tubuh Jelita masuk ke dalam mini cooper-nya.

Jelita menatap kesal pada Zikri yang sedang memutari mobil untuk masuk ke dalam kursi pengendara, namun ia memilih untuk diam saja.

Zikri membawanya untuk makan siang dulu di restoran masakan Korea sebelum mereka ke toko buku.

Sesampainya di toko buku, Zikri membiarkan Jelita yang memilih buku-buku yang diperlukan untuk bahan presentasi.

Ia mengulum senyum saat gadis itu membeli hampir dua puluh buah buku tebal yang harga totalnya pasti lebih dari tiga juta.

Jelita pasti sengaja.

Dia mengira Zikri akan bangkrut hanya karena membayar harga buku yang sama seperti harga makan siangnya di hotel.

Haha. Jelita benar-benar lucu sekali.

Dan Zikri hampir tidak tahan untuk tertawa melihat ekspresi Jelita yang shock melihat jumlah yang harus dibayar dan betapa lempengnya wajah Zikri saat memberikan unlimited credit card kepada mbak-mbak kasir yang tersenyum manis padanya.

"Aku tahu sih kamu orang kaya. Tapi ya minimal tanya dulu kek, buat apa aku beli buku sebanyak itu?" cetusnya jengkel karena taktiknya untuk membuat Zikri kesal malah gagal.

Lelaki itu hanya mengedikkan bahunya dengan santai. "Cuma lima juta. Dikit kok. Kamu mau beli buku lagi? Atau mau yang lain?"

Jelita hanya bisa mendesah sambil menggelengkan kepala.

Sialan. Dasar orang kaya!

Lima juta baginya mungkin seperti lima ribu bagi Jelita!

Mereka akhirnya memutuskan untuk mengerjakan tugas di salah satu coffeeshop ternama di lantai dua toko buku itu, karena tempatnya yang nyaman dan tidak terlalu ramai.

Saat sedang asik mengerjakan tugas, tiba-tiba ponsel Jelita berdenting pelan tanda ada pesan yang masuk.

MY BLUEBERRY CHEESECAKE : Kamu dimana, Jelita?

Jelita : lagi di toko buku Kak. Tadi aku sudah bilang kan, kalau mau mengerjakan tugas kelompok di sini?

Jelita menunggu beberapa saat, jaga-jaga kalau Dexter kembali mengirimnya pesan.

Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya ia meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas dan kembali melanjutkan tugasnya.

Tak terasa hampir satu jam mereka berkutat dengan tugas presentasi, dan sekarang hampir selesai. Hanya tinggal mencantumkan judul buku-buku yang akan dijadikan referensi saja.

"JELITA!"

Suara keras itu sontak mengagetkan Jelita dan Zikri yang sedang fokus bekerja.

Gadis itu menengadah dan mendapati sosok lelaki bertubuh jangkung dengan sorot mata caramel yang menatapnya dingin.

"Kak Dexter?" mata Jelita melotot kaget saat melihat pacarnya berada di situ.

Dexter melemparkan tatapannya pada Zikri yang tersenyum dan juga ikut menyapanya. "Sepertinya aku mengenalmu, ya?"

Zikri bangkit dari kursinya dan menjulurkan tangan. "Namaku Zikri Gerhana Sutomihardjo, Kak."

Dexter menyambut tangannya sambil menatap lekat mata Zikri yang juga membalas tatapannya dengan berani.

"Dexter Green. Ah, pantas saja aku seperti mengenalmu. Ayahmu Dirga Sutomihardjo, kan?"

Zikri mengangguk. "Ya, dia ayah saya."

Dexter mengangguk mengerti. "Ooh. Jadi anaknya Pak Dirga sekelas dengan Jelita."

Saya teman sebangku Jelita, Kak. Dan saya juga menyukai Jelita," ucap Zikri tiba-tiba, mengejutkan Jelita dan juga Dexter.

"Kak Dexter adalah Kakak Asuh dan wali dari Jelita, bukan? Jadi saya mohon ijin untuk mendekati Jelita, karena saya berniat untuk menjadikannya pacar," tegas Zikri dengan berani.

Kedua lelaki itu saling bersitatap dengan sorot yang sama-sama tajam. Rahang Dexter mengeras mendengar perkataan Zikri yang sangat kurang ajar itu, tapi untuk kali ini ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Zikri bukan orang sembarangan, ayahnya baru saja menjalin kerjasama dengan William Green, ayah Dexter.

"Kalian kan masih pelajar, jadi sebaiknya fokus saja pada sekolah. Dan kalau soal itu, saya serahkan semua pada Jelita. Biar dia saja yang memutuskan," tukas Dexter dingin sambil melirik Jelita yang menundukkan kepalanya.

"Sudah selesai kan tugasnya? Ayo, pulang." Dexter menarik tangan Jelita untuk berdiri.

"Kita pulang dulu, Zikri. Oh ya, sampaikan juga salam hormat untuk Pak Dirga," ucap Dexter, tanpa sadar bahwa ia telah memeluk bahu Jelita dengan posesif.

Zikri mengangguk dan tersenyum samar menatap dua orang yang telah berlalu dari situ.

'Cih, Kakak Asuh? Dasar pembohong! Jelas-jelas si Dexter itu sangat cemburu ketika aku mengatakan ingin menjadi pacar Jelita!'

Sekarang Zikri benar-benar yakin jika hubungan antara Jelita dan Dexter bukanlah Kakak-Adik Asuh, melainkan lebih intim dari itu.

Sial!!

***

Jelita tahu konsekuensi jika Dexter marah padanya.

Pasti malam ini lelaki itu akan memperlakukannya dengan kasar lagi di atas ranjang. Membayangkan hal itu saja Jelita sudah gemetar ketakutan.

Dia harus bisa merayu pacarnya itu agar tidak marah lagi.

"Kak..." Jelita membuka suara setelah keheningan yang cukup lama di dalam mobil Dexter.

"Kak Dexter marah? Maaf, tapi aku dan Zikri tidak ada hubungan apa-apa. Kami benar-benar hanya mengerjakan tugas kok," rengek Jelita.

"Kak... jangan marah, ya?"

Dexter masih diam dan fokus menyetir menatap jalanan di depannya. Beberapa saat kemudian terdengar helaan napasnya.

"Apa sebaiknya kamu kupindahkan saja ke sekolah lain?" cetusnya tiba-tiba. "Ke sekolah yang tidak akan ada Zikri atau Kevin yang lain--sekolah khusus perempuan. Dengan begitu aku akan merasa lebih tenang."

Jelita membelalakkan matanya kaget ketika mendengarnya. "Jangan, Kak! Aku suka bersekolah di Brentwood Highschool."

Dexter melirik Jelita sekilas. "Bukannya kamu pernah bilang kalau satu sekolah mengolokmu sugarbaby?"

"Sudah tidak lagi kok sekarang. Sejak Kak Dexter datang ke sekolah dan menjelaskan semuanya. Tidak ada lagi yang berani menggangguku setelahnya."

"Tapi aku tidak suka Zikri dan Kevin di dekatmu, Jelita."

"Aku juga tidak suka dengan Zikri, tapi Kevin itu sahabatku. Dia itu sangat baik padaku, Kak. Selalu menolong dan menghibur saat aku sedang sedih."

"Oke. Stop. Jangan bicarakan kebaikan lelaki lain kalau kamu tidak ingin melihatku benar-benar cemburu, Jelita!" sentak Dexter kesal.

"Lagipula sekarang aku adalah pacarmu. Jadi tugas untuk menolong dan menghiburmu bukan lagi ada pada Kevin, tapi padaku!"

Jelita pun terdiam. Apa... itu artinya dia tidak bisa bersahabat lagi dengan Kevin? Aaahhh... kenapa Kak Dexter membuat Jelita jadi takut untuk sekedar berteman dengan Kevin?

"Kita pulang sekarang. Mom sudah menunggu kita di rumah untuk makan malam bersama," ucap Dexter tidak bersemangat.

"Sayang sekali. Padahal yang aku inginkan adalah menyantap tubuhmu sebagai makan malam. Cih. Mom mengganggu kesenanganku saja!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status