Share

3. GELANG PERTAPA

"Tunggu Putri !!" 

Seseorang menghentikan langkah Putri Sekar Ayu sehingga ia berdiri lebih lama di hadapan Damar. Entah itu berkah ataukah apa namanya, yang jelas Damar merasa sangat beruntung dapat melihat putri sedekat itu. 

"Nampaknya kudamu sudah terlalu sepuh, Pangeran," kata Putri Sekar Ayu mengolok kakak sepupunya.

"Jika eyang tahu, Putri tidak akan diperbolehkan lagi menunggang kuda."

"Tenang saja, eyang hanya menggertakku saja."

"Jangan melibatkanku nanti, ya."

"Hmm, sedikit," jawab Putri Sekar Ayu sambil tersenyum meledek. Sementara Damar semakin terpukau oleh senyum menawan putri.

"Kau ini, ayo cepat. Matahari sudah condong ke barat."

Pangeran Respati mengajak Putri Sekar Ayu untuk segera memasuki tempat persembahyangan, namun tiba-tiba putri menghentikan langkahnya. Ia lalu berbalik berjalan ke arah Damar.

"Apa kau akhirnya mengenaliku ?" gumam Damar dalam hati sambil menatap putri yang sedang berjalan ke arahnya.

"Selendangku," kata putri sambil menarik selendangnya dari pergelangan tangan Damar. Damar seketika panik, ternyata tanpa ia sadari selendang putri tersangkut pada gelang pemberian kakek tua yang ia pakai di pergelangan tangannya. Hembusan angin telah menerbangkan selendang putri hingga tersangkut di pergelangan tangannya. Damar buru-buru melepaskan selendang itu dengan rasa canggung.

"Mohon ampun, Gusti," kata Damar buru-buru menyatukan kedua telapak tangannya sebagai wujud permohonan maaf.

"Tak apa. Akhir-akhir ini angin bertiup lumayan kencang." 

"Ampun, Gusti." Damar beberapa kali mengucapkan permintaan maaf. Putri jadi tak enak hati karena telah membuat pemuda di hadapannya itu gemetaran, ia segera pergi menyusul Pangeran Respati yang telah menunggunya di depan pintu candi. Damar dan Parwan pergi setelah putri meninggalkan area candi.

Di perjalanan pulang, pikiran Damar nampaknya masih tertinggal di Bukit Pujon. Beberapa kali Parwan mengajaknya bicara namun hanya dijawab seadanya, bahkan kadang jawabannya tidak nyambung dengan pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya itu.

"Mar, Damar ... kau dengar tidak aku bicara apa ?" kata Parwan beberapa kali berusaha menyadarkan Damar yang terus saja diam.

"Iya, aku dengar," kata Damar sambil memandangi pergelangan tangannya. 

"Aku tahu, kau tak akan membasuh tanganmu hingga beberapa hari," ledek Parwan.

"Bukan. Gelang ini, aki-aki yang kita tolong tadi bukan orang sembarangan."

"Haa, maksudmu ?" tanya Parwan.

"Percaya atau tidak, gadis yang sering muncul di mimpiku ternyata Putri Sekar Ayu."

"Apaaaa ?? kau jangan bercanda."

"Aku berani bersumpah. Aku tak menyangka hari ini aku bisa bertemu dengannya di dunia nyata."

"Mana mungkin. Jangan mengada-ada."

"Terserah mau percaya atau tidak, tapi gadis di mimpiku benar-benar dia." 

"Lalu kau mau apa ? melamarnya ?"

"Entahlah."

"Dia itu putri, calon ratu kerajaan ini. Banyak raja-raja dan pangeran yang ingin mempersuntingnya. Sedangkan kau, lihat siapa dirimu." 

Damar hanya diam. Benar kata Parwan, jika ingin mendapatkan sang putri yang cantik jelita itu maka ia harus bersaing dengan raja-raja tersohor dan pangeran-pangeran tampan dari kerajaan besar di tanah Jawa. Mana mungkin, sedangkan ia hanya seorang anak pencari rumput yang bekerja di pande besi milik Mpu Geger. Angannya terlampau jauh panggang dari api. 

"Sudahlah Damar, yang nyata-nyata saja. Lihatlah di sana, Utari sedang memandangimu," kata Parwan memecah kebisuannya.

"Tutup mulutmu itu !!"

"Hee, Damar. Aku serius, Utari menyukaimu sejak lama."

"Sudahlah. Sekarang lebih baik kita memikirkan alasan yang tepat agar Mpu Geger tak memarahi kita." Damar pergi meninggalkan Parwan jauh di belakang karena sudah tak tahan mendengar ocehan sahabatnya itu.

Sementara itu Putri Sekar Ayu dan rombongannya telah tiba di istana,

Terlalu asyik menunggang kuda, putri jadi lupa waktu sehingga membuat keluarganya khawatir karena hingga petang putri dan pangeran tak kunjung pulang. Ratu sampai mengirimkan pasukan untuk mencari keberadaan mereka berdua. 

"Dari mana saja kalian ?" kata Ratu Pancawati memarahi mereka berdua.

"Maafkan kami, kami terlalu asyik hingga lupa waktu, Ibunda," kata putri pada Ratu Pancawati, bibinya yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. 

Putri terlihat begitu santai karena sudah biasa diomeli seperti itu oleh Ratu Pancawati. Bukannya kesal, putri malah gemas setiap kali melihat bibinya marah. Sesekali bahkan ia sengaja membuat bibinya kesal.

"Putri, kenapa kau masih menunggang kuda ?" 

"Mau bagaimana lagi Ibunda, kereta di istana begitu lamban."

"Itu alasanmu saja, Putri. Kau juga Pangeran, kenapa tak melarangnya ?"

Pangeran Respati yang sedari tadi diam malah ikut kena omelan ibundanya itu. Ia hanya tersenyum lebar memperlihatkan gigi sehatnya. Ratu benar-benar harus ekstra sabar menghadapi anak-anaknya yang terlalu sering membuatnya khawatir.

"Ibu hanya tak ingin melihatmu terluka, Putri. Mengertilah." 

"Aku baik-baik saja, Ibunda."

"Sudahlah, yang penting mereka pulang dengan selamat," timpal Raja Widharma yang tiba-tiba datang menghampiri mereka.

"Tapi, Kanda ..."

"Segarkan dirimu, Putri. Kau pasti sangat lelah," kata raja memotong, agar istrinya berhenti memarahi Putri Sekar Ayu. 

"Terimakasih, Rama Prabu. Ananda undur diri." Putri buru-buru pergi setelah diselamatkan oleh pamannya. 

"Dinda tak akan lagi bisa memarahinya saat ia menjadi ratu kelak," kata raja mengguraui istrinya.

"Dinda akan tetap memarahinya, Kanda Prabu. Walau bukan Dinda yang melahirkannya, ia tetaplah putriku yang ku sayangi."

"Baiklah, Dinda," jawab raja sambil tersenyum merangkul bahu istrinya dan mambawanya pergi.

Raja Widharma dan Ratu Pancawati sudah putri anggap seperti ayah dan ibunya sendiri, begitu pun sebaliknya. Sejak kecil putri telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan fatal di hutan. Sedangkan saudara kandungnya satu per satu pergi mendahuluinya karena penyakit. Kini hanya tersisa dirinya saja di garis keturunan yang sah Kerajaan Welirang. Ia akan segera naik tahta saat usianya genap dua puluh dua tahun. Untuk sementara, Raja Widharma pamannya lah yang menjadi raja untuk mengisi kekosongan jabatan sampai putri naik tahta kelak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status