Putri Sekar Ayu sedang berlatih pedang bersama beberapa prajurit pilihan di halaman belakang istananya. Semakin hari kemampuan bela diri dan ilmu pedang yang ia kuasai semakin mumpuni. Gerak tangan dan kaki lincahnya membuat para prajurit kuwalahan menghadapinya. Gemulai indah gerakannya saat mengayunkan pedang membuat lawan-lawannya kehilangan fokus. Saat mereka lengah, saat itulah putri langsung melumpuhkan mereka dengan mudah.
Putri Sekar Ayu memang berbeda. Jika para putri kerajaan biasanya lebih suka menghabisakan waktu di keputren, melakukan aktifitas sebagaimana seorang putri pada umumnya, maka Putri Sekar Ayu lebih tertarik dengan pedang, berkuda atau memanah. Itu bukan berarti ia tak bisa melakukan tugas-tugas sebagai seorang putri, ia tetap melakukannya namun ia menginginkan sesuatu yang lebih dan ingin terlihat berbeda dari putri-putri lain di istana.
"Prajurit pilihan ? kemampuan kalian tak ada seujung jariku," kata Putri Sekar Ayu pada salah satu prajurit setelah berhasil ia kalahkan.
"Hebat ... hebat," kata seseorang datang sambil bertepuk tangan setelah diam-diam menyaksikan proses latihan putri bersama para prajurit.
"Terimakasih, Senopati," kata putri dengan raut bahagia setelah mendapatkan pujian itu.
"Tapi, haruskah Gusti memakai trik kuno itu ?" gurau Senopati Ageng.
"Itulah senjata paling ampuh yang kumiliki, Senopati," jawab putri membalas gurauan Senopati Ageng.
Trik kuno yang senopati maksud adalah mengalahkan lawan dengan kecantikan yang putri miliki. Memang benar, siapa yang tak terpukau dengan kecantikan putri. Bahkan kecantikannya itu akan bertambah berkali-kali lipat saat ia memegang sebilah pedang di tangannya. Putri pun paham betul akan hal itu, maka tak ada salahnya menjadikan kecantikannya sebagai salah satu senjata andalan yang ia miliki.
"Kalau begitu segeralah kembali ke keputren, Gusti. Jangan biarkan kecantikan Gusti itu luntur karena terik matahari."
"Haha ... Oh ya Senopati, aku sangat menyukai pedang ini."
"Mpu Geger memang tidak pernah mengecewakan, Gusti."
"Aku berniat mengirimkan hadiah untuknya."
"Kebetulan sekali Gusti, besok Mpu Geger mantu putri keempatnya."
"Oh ya ?" tanya putri antusias. "Galuh, kemarilah." Putri memanggil kepala dayang di istananya.
"Hamba, Gusti," kata Galuh menghadap.
"Siapkan sutera terbaik sebagai hadiah pernikahan untuk putri Mpu Geger. Mungkin aku juga akan datang besok."
"Sendiko, Gusti."
"Kau bermain pedang lagi, Putri ?" kata Ibu Suri Suhini, nenek Putri Sekar Ayu tiba-tiba datang berkunjung ke istananya.
Putri terlihat gugup, ia tahu setelah ini neneknya pasti akan memarahinya habis-habisan karena lagi-lagi ia ketahuan berlatih pedang. Menurut ibu suri, seorang putri harus selalu tampil menawan dan terhormat. Memegang pedang bagi seorang putri dianggap menyalahi kodrat. Berkali-kali ibu suri melarangnya namun putri tetap tak mau menurut. Putri malah melakukan kegemarannya itu secara diam-diam tanpa sepengetahuan ibu suri. Kali ini ibu suri benar-benar telah kehilangan kesabarannya.
"Aku sedang merenggangkan otot saja, Eyang," kilah Putri Sekar Ayu sambil memanja pada neneknya.
"Entahlah apa dosaku hingga kau lebih sayang pada pedang dan kudamu."
"Jangan bicara seperti itu Eyang, aku sangat menyayangi Eyang."
"Kali ini aku tak bisa tinggal diam. Kau harus dihukum, Putri. Kau dilarang meninggalkan keputren sebelum mendapatkan ijin dariku."
"Tapi, Eyang ..."
"Galuh awasi putri," kata ibu suri tanpa bisa dibantah lagi.
"Ampun Gusti, hamba ..." sela Senopati Ageng, namun segera dipotong oleh ibu suri.
"Besok temui aku di kediamanku, Senopati," kata ibu suri sebelum pergi. Ia sudah mengetahui bahwa Senopati Ageng lah yang selama ini melatih putri bermain pedang.
"Apa yang harus kulakukan, Senopati ?" keluh putri.
"Untuk saat ini turuti saja, Gusti. Nanti hamba pikirkan cara lain."
"Baiklah."
Putri nampak kesal, namun tak ada pilihan lain selain menuruti perintah eyangnya itu. Ia dapat membantah semua orang di dalam istana tapi tidak dengan eyangnya, ia sangat menghormatinya. Bukan hanya putri, semua anggota keluarga kerajaan juga sangat menghormatinya. Ketegasannya serta tatapan dingin yang ia miliki menjadikannya orang yang sangat disegani di istana. Semua kebijakan kerajaan tak akan terlaksana tanpa persetujuannya. Kekuasaan ibu suri bahkan melebihi raja yang seharusnya memiliki peran utama dalam sebuah kerajaan. Sebesar itulah kekuasaan ibu suri, usia sama sekali tak menghalangi sepak terjangnya di kerajaan.
Ibu Suri dulunya adalah selir dari kakek Putri Sekar Ayu. Dari Ibu Suri Suhini lahirlah Raja Widharma dan tiga saudaranya. Sedangkan Putri Sekar Ayu adalah keturunan dari neneknya yang seorang permaisuri, mendiang Ratu Sawitri. Ratu Sawitri hanya memiliki seorang putra, yakni ayah Putri Sekar Ayu. Ratu Sawitri telah lama tiada jauh sebelum putri lahir, jadi Putri Sekar Ayu hanya dapat merasakan kasih sayang seorang nenek dari ibu suri saja. Setelah kematian Ratu Sawitri, ibu suri lalu menggantikannya sebagai permaisuri.
Suara gamelan terdengar dari rumah Mpu Geger. Hari bahagia yang dinanti-nantikan telah tiba. Beberapa waga desa berjalan beriringan menuju tempat hajatan, sementara itu Mpu Geger sebagai tuan rumah telah menyambut kedatangan mereka dengan jamuan dan pertunjukan tari yang ia datangkan langsung dari Blambangan. Pesta itu tergolong mewah jika dibandingkan dengan pernikahan yang pernah digelar oleh warga desa lainnya. Sebagai orang terpandang di desanya, tentu Mpu Geger tak akan mengadakan pesta yang biasa-biasa saja. Apalagi ini adalah pernikahan Utari, putri bungsu kesayangannya.Damar dan Utari tampak sibuk menyalami tamu yang datang. Utari terlihat cantik dalam balutan busana indah hasil rancangannya sendiri. Semua orang tahu kemampuan Utari dalam membatik, maka ia ingin membuat dirinya istimewa dalam pernikahannya ini lewat karya yang ia buat sendiri. Selendang berwarna hijau semakin menambah sempurna penampilannya di hari bahagia itu. Akhirnya ia dapat merasakan bagaimana r
Di alun-alun kuta raja sedang diadakan pesta rakyat untuk menyambut masa panen tiba. Biasanya tempat itu akan ramai oleh warga dari seluruh penjuru negeri untuk menyaksikan hiburan atau sekedar untuk berjalan-jalan saja. Sebagai pengantin baru Utari ingin sekali datang ke sana bersama Damar. Selain untuk jalan-jalan, Utari juga ingin pamer kemesraan pada para gadis di desanya yang selama ini menggandrungi Damar, ia ingin menunjukkan pada mereka bahwa sekarang Damar adalah miliknya, mereka tak bisa lagi menggoda suaminya seperti yang mereka lakukan dulu sebelum Damar menikahinya.Untuk menyenangkan hati istrinya, sore itu Damar mengiyakan ajakan Utari. Mereka pergi dengan menunggangi kuda, Utari duduk di belakang sementara Damar di depan memegang kendali. Sepanjang jalan Utari tak sedikit pun melepaskan kedua lengannya dari tubuh Damar. Para gadis yang menyaksikan pemandangan itu hanya bisa menatap iri sambil sesekali berbisik membicarakan kemesraan mereka berdua. Walau
"Putri ..." Pangeran Respati segera berlari untuk menyelamatkan putri. Ia merasa sangat bersalah karena telah meninggalkan putri seorang diri. Jika sampai terjadi sesuatu pada putri, ia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat ia melihat seorang pria berhasil menghalau dahan pohon itu. Akhirnya Pangeran Respati bisa sedikit bernafas lega saat melihat putri baik-baik saja.Putri membuka matanya. Sementara itu di hadapannya seorang pria sedang berdiri mengerahkan seluruh tenaganya menghalau batang pohon agar tak sampai menyentuh kulit putri. Putri masih belum bisa berkata-kata, untuk beberapa saat ia hanya terpaku memandangi pria yang berdiri di hadapannya itu. Tak disangka tatapan mata pria itu mampu membuat jantung putri berdebar."Kau ... Gelang ... Candi," kata putri sambil berusaha mengingat wajah pria itu di antara dedaunan yang jatuh berguguran. Damar sedikit terkejut, ia tak menyangka ternyata putri masih mengingat pertemu
Siang hari yang cukup terik, Mpu Geger meminta Parwan untuk memandikan kuda miliknya di sungai. Sungai itu lumayan jauh namun Parwan begitu bersemangat mengemban tugas itu. Selain tempatnya sejuk jika beruntung ia juga akan bertemu dengan bidadari-bidadari sungai yang sedang beraktifitas di sana, mandi atau mencuci pakaian. Karena tak kunjung kembali, Damar meminta ijin Mpu Geger untuk menyusulnya, ia khawatir kalau-kalau sahabatnya itu diculik oleh bidadari penghuni sungai. Mpu Geger hanya tertawa, ia mengerti apa maksud Damar, lalu mempersilahkan menantunya itu untuk segera menjemput Parwan di sungai. Damar tahu Parwan pasti baik-baik saja, ia hanya ingin keluar sebentar karena setelah menikah dengan Utari ia jarang menghabiskan waktu di luar seperti dulu.Damar menghampiri Parwan diam-diam. Saat itu Parwan sedang menebar pesona pada gadis-gadis yang sedang mencuci pakaian di seberang sana. Damar melempar air dengan beberapa batu sehingga cipratannya membasahi pakaian
Putri diam-diam menunggangi kudanya keluar istana menyamar menjadi rakyat biasa. Ia mengambil kesempatan ini selagi ratu masih belum sehat. Jika ketahuan setidaknya ibundanya itu tak akan memarahinya karena ia sedang sakit. Itu sudah biasa ia lakukan namun kali ini berbeda, ada satu hal yang tak bisa dijelaskan dengan akal, bisa dibilang itu panggilan hati. Daripada terus menerus tak bisa tidur, lebih baik ia mengikuti kata hatinya."Permisi, Ki. Apa benar ini jalan menuju rumah Mpu Geger ?" tanya putri pada seorang pencari rumput yang kebetulan berpapasan dengannya."Betul. Rumahnya ada di ujung jalan sana, Nyai," jawab lelaki tua itu yang tak lain adalah Ki Suro, ayah Damar."Baiklah. Terimakasih banyak, Ki."Putri segera melanjutkan perjalanannya. Sementara Ki Suro masih terus memperhatikan putri dari kejauhan. Perasaannya sedikit terganggu setelah bertemu dengan putri. Memang ia tak bisa mengenali wajah putri di balik cadarnya, namun pria tua itu memi
"Kau baik-baik saja ?" kata Damar masih sambil menopang tubuh putri dengan kedua tangannya.Jantung putri seolah berhenti berdetak, ia pandangi wajah pria yang sedang mendekap tubuhnya itu. Untuk sesaat ia kehilangan fokus karena saking terkejutnya Damar tiba-tiba berdiri di hadapannya, hingga akhirnya ia tersadar saat para perampok mulai menyerang mereka berdua. Damar dan putri bekerja sama melawan para perampok itu. Keduanya terlihat kompak walau mereka belum pernah berlatih bersama sebelumnya. Dengan ilmu bela diri yang Damar miliki serta keahlian pedang yang putri kuasai akhirnya para perampok itu berhasil dibuat lari tunggang langgang. Lagi-lagi Damar berhasil menyelamatkan hidup putri dari mara bahaya."Kaki Nyai ..." Damar menatap khawatir."Ah, kakiku sedikit terkilir tadi.""Duduklah, aku akan membantu mengobati kaki Nyai."Putri duduk di sebuah batu, sementara Damar mengurut kakinya yang terkilir. Dari balik cadarnya, putri memperhatikan
Ibu Suri Suhini berbincang dengan Pangeran Wiguna, putra pertama Raja Widharma di ruangan pribadinya. Mereka membahas masa depan Kerajaan Welirang serta penobatan Putri Sekar Ayu sebagai ratu yang tak lama lagi akan segera dilaksanakan. Pangeran Wiguna merasa khawatir jika Kerajaan Welirang dipimpin oleh seorang wanita akan terjadi banyak pemberontakan karena menganggap lemah ratu yang berkuasa. Ibu suri yang mulai terhasut akhirnya menyetujui rencana Pangeran Wiguna untuk mengumpulkan suara dari para raja dan adipati di bawah kekuasaan Kerajaan Welirang untuk bersatu menolak penobatan Putri Sekar Ayu dengan dalih menjaga kejayaan kerajaan.Setelah Pangeran Wiguna keluar dari kediaman ibu suri, kini giliran Senopati Ageng yang menghadap. Ibu suri marah besar karena Senopati Ageng tak mengindahkan larangannya untuk tidak lagi mengajarkan ilmu pedang pada Putri Sekar Ayu."Ampun Gusti, Gusti Putri Sekar Ayu adalah calon ratu Kerajaan Welirang. Bukankah seoran
Mpu Geger meminta Damar untuk datang menemuinya. Siang itu ia sedang bekerja seperti biasanya bergulat dengan besi-besi dan palu di depan tungku perapian. Namun karena mertuanya memanggil, terpaksa ia menghentikan pekerjaannya. Saat itu di teras depan rumah Mpu Geger ada dua orang tamu yang mengaku sebagai utusan dari kerajaan. Mereka membawa kabar tentang pemilihan prajurit yang sedang diadakan di istana, dan Damar adalah salah satu yang beruntung mendapatkan undangan langsung karena jasanya yang sempat beberapa kali menyelamatkan putri. Damar sedikit terkejut sekaligus senang karena mendapatkan kesempatan emas yang tak mungkin ia dapatkan dua kali dalam hidupnya. Setelah dua orang utusan itu pergi, Damar tampak duduk termenung memikirkan tawaran itu. Menjadi abdi negara adalah pekerjaan impian para pemuda di desanya. Jika ia bisa mendapatkan posisi di istana, itu akan menjadi suatu kebanggaan untuknya dan keluarganya. Namun ia khawatir jika diterima bekerja di istana lalu