Share

Chapter 2: hospital

   Hana baru saja tiba di rumah sakit pagi ini. Berniat memulai harinya dengan bekerja seperti biasanya. Bertemu beberapa perawat dan dokter lain lalu saling menyapa. Kemudian melakukan kewajibannya sebagai seorang dokter.

   Namun, baru saja wanita itu menginjakkan kaki di rumah sakit tempat ia bekerja, Hana sudah dikejutkan dengan suara sirine mobil ambulan yang terdengar nyaring. Wanita itu menatap penuh tanya saat mobil yang dominan bewarna putih itu terparkir di depan rumah sakit dengan sirine yang masih menyala. Seperti baru saja tiba di sana.

   Ternyata dugaan Hana tepat. Dari pintu belakang ambulan keluar seorang perawat laki-laki yang terburu-buru mengambil hospital bed lalu membawanya. 

   "Dokter Hana, bisa kau membantuku?"tanya perawat pria itu. Hana menganggukkan kepalanya. Setelah meletakkan tas di resepsionis, wanita itu segera mendekati ambulan. Ternyata di sana juga telah ada 2 orang orang perawat lain.

   Hana dapat melihat tubuh tinggi seorang pria dibawa keluar dari dalam ambulan. Pria yang sangat tampan. Mata pria itu terpejam. Di sekitar dahi hingga dagu terlihat darah segar yang mengalir namun tidak mengurangi ketampanannya.

   "Apa dia baru saja kecelakaan?"tanya Hana.

  Salah satu perawat berjenis kelamin wanita menjawab, "Benar, dok. Mobil pasien bertabrakan dengan sebuh truk."

   "Sudah melapor pada polisi?"tanya Hana lagi.

    "Sudah, dok. Polisi sedang dalam perjalanan ke sini."

   Hana menganggukkan kepalanya paham. "Sekarang, ayo kita tangani dia. Kita akan membawanya ke ruang UGD. Dan kau, pergilah siapkan ruang UGD. Pastikan ruangan mana yang sedang kosong agar dapat kita gunakan."

   Perawat pria yang ditunjuk Hana tadi menganggukkan kepalanya. Dengan segera ia melakukan apa yang diminta wanita itu padanya. 

   Sementara perawat itu pergi, Hana dan kedua perawat lain yang masih bersamanya membawa pasien kedalam rumah sakit. Wanita itu ikut membantu mendorong hospital bed yang membawa korban menuju UGD. Di tengah perjalanan, ponsel perawat wanita berbunyi. Ia mengangkat panggilan di ponselnya sementara Hana dan si perawat pria tetap melanjutkan mendorong hospital bed pasien.

   "Alex baru saja menelponku. Dia mengatakan ruangan UGD 1A kosong jadi dokter bisa menggunakannya saat ini."ucap perawat wanita itu setelah selesai berbicara di telepon.

  Hana menganggukkan kepalanya. "Baiklah."

   "Tapi, dokter Hana aku harus segera pergi. Dokter Erick sebentar lagi akan mengadakan operasi. Dia membutuhkan bantuanku. Aku juga harus menyiapkan ruang operasi."

    "Tidak apa-apa, kau bisa pergi sekarang."ucap Hana yang membuat perawat itu tersenyum.

   "Terimakasih, dok."ucap perawat itu sebelum akhirnya ia berlari ke arah yang berlawanan dengan Hana.

    "Dokter Hana."

    Hana menoleh saat ada yang memanggil namanya. Di belakangnya saat ini berdiri seorang dokter wanita paruh baya yang tengah menatapnya.

   "Dokter Sherin? Ada apa?"

   "Maafkan aku, apa aku bisa membawa David bersamaku? Ada hal penting yang harus kubicarakan dengannya. Setelah selesai, aku akan mengembalikannya padamu."tanya Dokter Sherin.

   Hana menatap David sejenak lalu kembali menatap dokter Sherine. "Tidak apa-apa kau bisa membawanya."

   "Tapi, dokter. Apa kau bisa membawa pasien sendirian?"tanya David yang sepertinya merasa tidak enak.

   Hana sedikit tertawa. "Hey aku mendorongnya menggunakan hospital bed, Bukan menggendongnya. Lagian pula, ruangan UGD sudah dekat. Pergilah!"

   David yang mendengar Hana berbicara seperti itu menganggukkan kepalanya. Ia tersenyum tipis walaupun masih ada sebersit rasa tidak enak dalam hatinya. Pria itu kemudian pergi bersama dokter Sherin tentunya setelah mereka berdua pamit kepada Hana.

   Hana menghela napasnya pelan. Sekarang ia sendiri yang akan mengurus pasien ini. Bahkan wanita itu belum tahu identitas pasti dari pria yang masih tidak sadarkan diri ini.

   Tak ingin membuang waktu lagi, Hana mendorong bed hospital menuju ruang UGD. Sesekali ia memandang wajah pasien tanpa nama itu. 

   Jujur saja, pria ini adalah pasien tertampan yang pernah Hana temui. Dengan garis rahang yang tajam bak patung dewa yunanu, kedua alis hitam tebal yang menaungi matanya, serta hidung tinggi nan mancung yang semakin menyempurnakan bentuk wajahnya. 

   Hana menghentikan langkahnya karena telah sampai di depan ruang UGD. Wanita itu membuka pintu UGD lalu disambut oleh seorang perawat pria yang kemudian membantunya membawa masuk pasien. Lalu Hana menutup pintu ruang UGD dan mulai menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter.

***

    Seorang pria tampan tampak mondar-mandir di depan ruangan UGD. Dia adalah Louis Thomson. Sahabat merangkap tangan kanan Dallas. 

   Louis sama sekali tidak menyangka Dallas akan terlibat kecelakaan seperti ini. Ini adalah yang pertama kali sahabatnya itu mengalami kecelakaan. Walaupun Dallas sering ugal-ugalan saat berkendara, tapi pria itu tidak pernah terlibat kecelakaan apapun sebelumnya.

   Louis mendaratkan pantatnya di salah satu kursi panjang yang tersedia di koridor Rumah Sakit. Pria itu menghela napasnya. Entah mengapa, Louis merasa ada hal yang tidak beres dengan kecelakaan Dallas. Karena itulah, pria itu berniat untuk menyelidiki hal ini.

   Perhatian Louis dialihkan oleh pintu ruang UGD yang terbuka. Dari dalam sana, muncul seorang wanita yang ia yakini adalah dokter yang menangani Dallas. Dokter wanita itu mendekati Louis dan membuka masker yang menutupi wajahnya.

   "Maaf, apa anda keluarga pasien?"tanya dokter tersebut.

   Louis menganggukkan kepalanya. "Saya sahabat Dallas. Bagaimana keadaanya saat ini?"

   "Bisa minta waktunya sebentar?"

   Louis menganggukkan kepalanya sekali lagi. Ia kemudian diajak oleh dokter cantik itu  ke ruangannya. 

   "Silahkan duduk."ucap dokter wanita itu. Ia membawa sebuah map di tangannya.

   "Saya Hana. Dokter yang menangani tuan Wheeler."

   Louis tidak membalas. Namun, pria itu memperhatikan Hana serius. Seperti memberi kode agar wanita itu melanjutkan pembicaraannya.

   Hana mengeluarkan 2 lembar kertas film dari dalam map yang ia bawa tadi lalu meletakkannya di atas meja agar Louis juga bisa melihat benda itu. Di dalam kertas film itu, terdapat hasil rontgen Dallas.

   "Seperti yang tertera di sini, pasien mengalami patah tulang pada bagian tulang selangka. Hal ini mungkin terjadi karena benturan yang ia dapatkan saat kecelakaan. Karena itulah, saya memanggil anda kesini untuk meminta persetujuan tentang proses operasi yang akan dilakukan pada tuan Wheeler. "

   Louis memandangi hasil rontgen yang terletak di ats meja. "Jika itu yang terbaik untuknya. Maka lakukanlah."

   Hana tersenyum. "Anda bisa mengurus segala hal tentang operasi pasien di meja administrasi sementara kami akan segera menyiapkan ruangan operasi untuk pasien."

   Louis menganggukkan kepalanya. Ia kemudian pamit lalu pergi keluar dari ruangan Hana. Mungkin ingin mendatangi meja administrasi seperti yang dikatakan Hana sebelumnya.

   Sepeninggalnya Louis, entah mengapa Hana merasa ada sesuatu yang ganjil. Entah mengapa, Louis tampak sedikit familiar baginya. Seperti mereka pernah bertemu sebelumnya. Kapan dan di mana itu Hana masih tidak tahu.

   Hana menyusun hasil rontgen milik Dallas. Ketika hendak menyimpannya kembali kedalam map, wanita itu memandangnya sejenak. 

   "Wheeler? Kenapa rasanya nama itu juga tidak asing? Ah ada apa ini? Kenapa kedua orang itu terasa begitu familiar bagiku?!"

   

   

  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status