Claire dan Luke tidak lagi bertanya atau meragukan keseluruhan kisah hidup Abigail yang sebenarnya mereka sudah dengar desas desisnya sejak kecil dulu sebagai keturunan dari makhluk kegelapan.
Tapi semenjak tragedi Belial menimpa seluruh dunia, keduanya tidak menyangka bahwa sahabat mereka yang selama ini dikenal adalah tokoh utama yang berperan bersama iblisnya dalam musibah tersebut.
Sebagai remaja yang ternyata menganut paham terbuka dan modern, Claire dan Luke hanya mendukung Abigail sepenuhnya hingga tidak lagi mengalami trauma terhadap apa yang pernah ia lihat di medan perang.
Bukan itu saja, seluruh pengalaman pahit Abigail juga perlu diterima dengan nalar dan logika yang cerdas supaya mental tidak terpukul. Disitulah peran kedua remaja dalam hidup Abigail.
Sementara itu, Elba telah memeriksa dengan teliti bersama Roth untuk kekuatan adik dari Nina tersebut secara maksimal.
Berbagai macam tes dilakukan untuk mengetahui apakah k
Elba menenteng dua koper milik Abigail ke dalam bagasi mobil dan juga kardus yang berisi semua keperluan yang dibutuhkan selama tinggal di asrama universitas nanti.Hari ini mereka mengantar Abigail ke Montana University untuk mulai kehidupan baru sebagai mahasiswi fakultas kedokteran.Panther duduk di belakang kemudi dan mereka un berangkat.“Tidak seharusnya kalian mengantarku semua!” gerutu Abigail malu.Coque tidak mengacuhkan karena sibuk memeriksa catatan yang ada dalam jurnalnya. Semua yang Abigail butuhkan Coque periksa kembali dengan teliti dan cermat.“Kita harus mampir di supermarket sebentar karena belum ada krim repellent untuk anti nyamuk!” seru Coque menutup jurnalnya dan memasukkan ke dalam saku kemeja.“Buat apa repellent anti nyamuk?” tanya Roth heran.“Di asrama nanti mustahil mereka menjaga kebersihan seperti kita, Roth! Abigail bisa terkena demam berdarah!&rd
Luke melempar bola basket tersebut dan dengan tepat masuk ke dalam keranjang. Tepuk tangan penonton memenuhi di lapangan outdoor kampus. Luke sudah menjadi idola baru sejak awal semester. Baru dua lalu, Luke dinobatkan sebagai pria paling seksi dan itu ditolak mentah-mentah oleh Abigail dan Claire.“Kau pernah menciumku, Abe! Akui saja!” cetus Luke dengan mimik kesal.“Ya! Sebagai latihan dan untuk memenangkan taruhan dengan Claire!” kedua teman wanitanya tos dan terkekeh.Luke mengomel dan jengkel karena dua sahabatnya adalah manusia yang tidak mengakui ketampanannya.“Oh, lihatlah dia! Conrad Siltra! Sangat dewasa, menarik dan cerdas. Kualitas unggul dari seorang pria!” puji Claire dengan ekspresi terpesona tingkat tinggi.Luke dan Abigail menunjukkan mimik tidak setuju.“Angkuh, sombong dan kaku! Itu yang tepat!” bantah Abigail.Kali ini Luke sepakat.“Kalian tidak tahu p
Menjalani kehidupan kampus dan menjadi manusia terdidik membuat kualitas diri Abigail terbentuk dengan sangat baik.Satu tahun berlalu, remaja yang telah beralih menjadi wanita dewasa muda itu tampak berkembang menjadi pribadi yang memiliki mental kuat, kokoh dan juga tidak cengeng.Delapan belas tahun sudah usianya sekarang. Abigail terlihat secantik kakaknya, Nina.Kulitnya yang halus seperti warna peach di musim semi dengan rambut kemerahan dan mata biru, membuatnya kadang menjadi pusat perhatian.Pada tahun kedua, Abigail mendapat pendampingan dari senior dan tanpa diduga, Conradlah yang terpilih menjadi pendampingnya.Claire yang tergila-gila pada Conrad dengan tulus dan tidak kehilangan antusiasnya mendukung penuh Abigail untuk mendekati.“Kau sinting, Claire!” omel Abigail dengan gelengan kepala tidak berhenti.Rambutnya yang panjang telah ia potong sebahu dan Abigail makin terlihat menawan, tegap dan
Nina menapaki jalan sempit yang mirip dengan lorong panjang. Pemukiman kumuh itu menggambarkan dengan jelas bagaimana kondisi negaranya tercinta saat ini. Nina sesekali meringis. Bahunya terkena tembakan dan perutnya tergores oleh peluru meleset.Langkahnya terhuyung serta limbung. Dia terus berjalan dan sesekali menoleh ke belakang, melihat jika ada yang mengikutinya. Bau got dan sampah menyengat, tapi Nina tidak peduli. Saat tiba di sebuah pintu yang gemboknya telah rusak, dia mendobrak dengan sisa tenaga dan masuk ke dalam.Sebuah gudang yang tidak terpakai. Sempurna, batinnya. Semua gelap dan tidak ada cahaya sedikit pun, tangannya meraih senter kecil di saku dan menyalakan. Nina yakin dirinya telah kehilangan banyak darah. Pergi ke rumah sakit adalah tidak mungkin. Semua identitasnya akan terungkap, lagipula dia tidak memiliki uang untuk menebus obat apalagi membayar perawatan.Nina tertatih dan mencoba bertahan. Pandangannya menebar ke sekeliling ruangan luas
Entah tertidur atau pingsan, Nina terkapar sekitar dua jam. Begitu terbangun, dia menggigil. Demam mulai menyerangnya. Nina duduk dengan susah payah. Kereta masih bergerak dan dia berada di antara barang muatan yang akan dikirim ke kota tujuan.Hidung Nina mencium bau whisky. Dengan tubuh demam dan mata sedikit buram, Nina mencari asal sumber bau tersebut dan menemukan kotak kayu penuh dengan botol whiskey. Tangannya dengan susah payah mencongkel kotak dan membuka segel paku. Jarinya terluka dan kukunya terbeset, tapi ia tidak peduli.Dirinya butuh minuman tersebut untuk mengurangi nyeri dan membersihkan luka bekas peluru yang mungkin kini mulai terinfeksi. Setelah berhasil membongkar, Nina menyambar satu botol dan membuka lukanya yang kini terasa panas. Dia menyiram luka di perut juga pundaknya dengan whisky. Kemudian mencari kain yang cukup bersih dan membalut kembali. Muatan kargo menyimpan beberapa barang yang cukup menguntungkan.Sembari menenggak whisky, N
Guncangan kereta dan peluit panjang terdengar sangat memekakkan telinga Nina. Dengan kaget dia terbangun dan memandang ke sekeliling. Pria tua bernama Ben sudah tidak ada bersamanya. Nina menebarkan pandangan ke sekeliling dan tidak ada tanda-tanda keberadaan Ben. Nina mengencangkan tali sepatu boot-nya. Begitu dia bangkit, matanya menangkap amplop coklat yang tergeletak di samping. Nina mengambil dan membukanya.‘Sedikit bekal untukmu. Semoga berhasil semua tujuanmu, jika terdesak, mampirlah ke rumahku.’Sejumlah uang terdapat di dalam amplop. Nina terkesiap. Bertambah keheranannya ketika dia meraba pundak dan perutnya yang telah sembuh total!Nina merasakan bulu kuduknya berdiri. Siapakah pria tersebut? Caranya berbicara untuk mampir di rumahnya seakan-akan Nina mengetahui alamat dan tahu. Pria yang aneh. Kereta berhenti dan Nina menyimpan semuanya untuk segera bergegas keluar dari gerbong tersebut.***Sebuah tendangan menghantam tubuh Katya d
Setelah Nadja dan pengikutnya menemukan dua anggota mereka tewas, kelompok pembunuh bayaran tersebut segera melakukan pengejaran.“Brengsek!” teriak Nadja dengan geram. Ternyata tidak semudah itu melumpuhkan Nina. Gadis itu benar-benar tangguh dan masih selicin belut. Nadja selalu membenci Nina karena dia tidak pernah mengungguli kemampuannya.“Cari sampai dapat!” pekik Nadja terlihat kalap.Mereka menelusuri tetes darah yang berceceran di sepanjang jalan. Sangat mudah untuk mengikuti arah lari Nina, begitu anggapan mereka. Namun begitu tiba di depan sebuah gereja yang gelap dan tertutup, jejak darah tersebut hilang. Raib dan Nina seperti tidak pernah melalui jalan tersebut.“Dia pasti naik menumpang salah satu mobil yang lewat,” analisa seorang anggota. Nadja dengan tidak sabar segera memerintahkan untuk menyusul.“Kali ini aku mau dia mati!” teriak Nadja geram. Murkanya sudah mencapai puncak.***Kelopak mata Nina bergerak dan perla
Kota kecil di Amerika ini memang terkenal sebagai kota terdingin kedua di dunia. Roger Pass, Montana. Musim panas hanya terjadi singkat dan sepanjang tahun mengalami musim dingin yang panjang. Abigail berlari dengan sepatu boot merahnya. Rambutnya yang pirang sebahu tampak lepek dan basah oleh udara lembab. Matanya biru dan sangat menawan. Gadis berumur sepuluh tahun tersebut tertawa sambil berlari dari kejaran ibunya yang membawa sayuran dan buah murah yang mereka beli di pasar petani.“Mama, ayo tangkap aku!” seru Abigail dengan ceria. Ibunya tampak masih muda dan terlihat kecantikan Abigail didapatkan dari gen ibunya, Jean.“Keranjang ini terlalu berat, Abe. Mama tidak akan bisa mengejarmu. Langkahmu juga terlalu cepat,” gelak Jean sekaligus membuat besar kepala putrinya.“Sebentar lagi aku besar dan dewasa, Mama. Paman Lexi akan mempekerjakan aku menjadi asistan dapurnya,” balas Abigail dengan bangga. Lexi adalah pemilik restoran kecil yang