Haloo, maaf sekali aku baru bisa update karena habis mengurus tugas akhir di kuliah. untungnya sekarang aku sudah lulus, sehingga bisa mulai menulis lagi di sini. Terima kasih bagi yang sudah setia menunggu ^^
Setelah Matilda keluar dari ruangan Cerano, pria itu kembali menemui Raveena di ruang kesehatan. Ekspresi wajahnya tidak terlalu bagus, malah cenderung diliputi oleh kekesalan karena tidak mampu mengungkap siapa dalang yang telah membuat Raveena terluka.Selain itu, Cerano merasa harga dirinya tercoreng karena tidak mampu melindungi Raveena meskipun dia berada di dekat wanita itu.“Cerano! Bagaimana hasil interograsinya? Apa Matilda benar-benar telah berusaha mencelakaiku?” tanya Raveena dengan raut wajah cemas. Pasalnya, dia tidak ingin teman dekatnya menjadi tersangka atas kecelakaan yang dia hadapi.Cerano meminta Henry dan Diego untuk keluar usai mengantarnya ke dalam ruang kesehatan, kemudian pria itu menjalankan kursi rodanya ke samping ranjang. “Jangan khawatir, Nona Buscemi dinyatakan tidak bersalah.”Begitu mendengar penuturan itu, Raveena langsung menghembuskan napas lega. “Syukurlah bukan dia pelakunya.”“Untuk apa kau bersyukur?” Cerano berbicara dengan agak ketus, “Tidak
Raveena mengalihkan pandangannya dari Cerano, kemudian berkata dengan suara pelan, “Tentu saja aku merindukanmu, kau bahkan tidak pernah menghubungiku selama beberapa hari ini. Kupikir kau sudah bosan denganku, jadi tidak ingin menemuiku lagi.”Cerano tersenyum, tangannya perlahan membelai helaian rambut Raveena. “Mana mungkin aku bosan, kita bahkan baru menghabiskan waktu sebentar.”“Lalu mengapa kau tidak kunjung datang untuk menemuiku?”Cerano sempat terdiam. Manik cobalt-nya menatap Raveena lekat-lekat. “Aku hanya merasa bersalah kepadamu.”Raveena terkejut, tidak menyangka bila seorang bos dari organisasi gelap itu bisa mempunyai rasa bersalah kepadanya. “Bersalah tentang apa?”Cerano menghembuskan napas pendek, lalu berkata, “Walau aku tidak bermaksud buruk, tapi tetap saja aku membuatmu menjauhi salah satu teman dekatmu.”Cerano jelas mengetahui masa lalu Raveena dengan baik, dia sangat mengerti kalau wanita itu tidak pernah punya banyak teman yang bisa dia percaya di rumah bor
“Ahh … mhm ….”Raveena mendesah tatkala kejantanan Cerano memasuki intinya yang sudah begitu basah. Sementara Raveena menumpukkan tangannya di atas wastafel, Cerano memegang pinggang wanita itu dari belakang dan mulai menggerakan pinggulnya dengan cepat. Tepat di hadapan Raveena adalah sebuah cermin besar, sehingga wanita itu mampu melihat ekspresi wajahnya yang tampak memalukan serta pakaiannya yang dikacaukan oleh Cerano.Beberapa saat yang lalu, tepatnya setelah Cerano memeluk Raveena di lapangan. Pria itu tiba-tiba saja menariknya ke kamar mandi umum yang ada di dekat lapangan dan langsung mencumbunya dengan penuh gairah.Beruntung hanya mereka yang sedang mengunjungi lapangan tembak hari itu, sehingga kamar mandi umumnya kosong dan bisa mereka pergunakan untuk melakukan kegiatan panas.Usai Cerano mengunci pintu kamar mandi, dia mulai melepaskan kancing kemeja Raveena satu-persatu, kemudian meremas dada wanita itu selagi dia mencumbu bibir Raveena yang mulai memerah.Ketika tubu
“Wanita sialan! Jangan lari!” teriak seorang pria.Seorang wanita berlari kencang melewati kerumunan manusia di jalanan kota. Banyak pasang mata mengarahkan pandangannya ke arah wanita itu, mereka mulai berpikir mungkin wanita itu adalah orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa.Pasalnya dia terlihat begitu berantakan jika dibandingkan dengan orang-orang di jalanan kota. Dia mengenakan gaun tidur berwarna putih yang sudah tampak kotor oleh debu dan tanah, rambutnya tergerai berantakan dan kedua kakinya tidak memakai alas kaki sehingga terdapat banyak goresan di telapak kaki serta betisnya.“Raveena Hesper! Tuan Hose pasti akan melemparkanmu ke kandang harimau jika tidak mau berhenti juga!”Raveena menoleh sebentar, kemudian berteriak, “Dia juga akan melemparkanku ke kandang harimau bila sampai tertangkap oleh kalian!”benar, Raveena tidak boleh sampai tertangkap.Atau Raveena akan kembali tinggal di dal
Kensington Avenue, Philadelphia.Lampu-lampu berwarna merah menyala terang dari bangunan-bangunan bertingkat empat yang berderet di sepanjang jalan setapak. Eksterior dari bangunan-bangunan itu tipikal, menggunakan dinding bata merah dengan hiasan tanaman rambat yang menjuntai hingga ke bawah. Pembeda dari semua bangunan itu hanyalah papan penanda yang menyala terang di atas pintu masuk.Kawasan itu biasa dikenal dengan sebutan ‘Distrik Merah’, sebuah kawasan yang menampung manusia-manusia pencari dosa yang mampu menawarkan kenikmatan dunia. Di sudut-sudut jalan, ada banyak orang yang saling bertukar bubuk putih dan uang, mereka semua menghisap bubuk-bubuk itu seolah akan mati bila tidak menghisapnya.Wanita-wanita dengan riasan tebal dan pakaian mini memenuhi pinggiran jalan setapak, berusaha menggoda setiap pria yang lewat dengan memperlihatkan belahan buah dada mereka yang menantang. Suara tawa memenuhi jalan, entah itu tawa mengg
Setelah mengikat perjanjian dengan Cerano, Raveena mulai melepaskan kancing pakaiannya satu-persatu. Tindakannya itu membuat Cerano mengernyitkan keningnya dan bertanya, “Apa lagi yang ingin kamu lakukan?”Raveena menatap Cerano dengan pandangan kosong. “Bukankah Anda berkata ingin meniduri seorang perawan? Sekarang saya sudah menjadi milik Anda, jadi tentu Anda dapat memanfaatkan saya sebaik mungkin.”“Kapan aku berkata ingin meniduri perawan? Aku hanya berkata supaya kamu menemaniku malam ini. Cepat pasang kembali kancing bajumu,” perintah Cerano.Tatapan mata Cerano terlihat serius, sehingga Raveena tidak berpikir bila pria itu hanya bercanda. Dia segera memasang kembali pakaiannya dan berdiri di hadapan Cerano, kepalanya menunduk sedikit sebagai simbolis bila dia hanyalah bawahan yang tak patut menatap wajah Cerano.Setelah memastikan Raveena sudah berpakaian dengan benar, Cerano berjalan menuju bingkai jendela yang
Raveena memandang Vallerie dari balik jendela mobil. Mata wanita itu tampak kosong, tapi apabila dilihat lebih dekat, seseorang pasti bisa tahu kalau Raveena sedang menanggung duka. “Panti asuhan akan menerimanya, anak itu akan baik-baik saja,” kata Cerano. Raveena tidak mengatakan apa-apa selama beberapa menit. Dia terlalu fokus untuk memperhatikan jalan, seolah masih tidak percaya bila dirinya mampu keluar dari wilayah Distrik Merah. Sampai mobil bergerak keluar dari palang Distrik Merah, Raveena akhirnya berbicara, “Aku tidak hanya mengkhawatirkan Vallerie, tapi juga wanita lain. Mereka tiba-tiba kehilangan rumah dalam satu malam, mereka semua pasti kebingungan untuk mencari tempat tinggal malam ini.” Cerano menumpukkan kepalanya pada satu tangan, kemudian ikut melihat ke jalanan luar. “Tempat yang kau tinggali itu bukanlah rumah, jadi para wanita itu tidak akan merasa kehilangan rumah. Adapun tempat tinggal, petugas polisi di wilayah ini mungkin akan menempatkan
“Bos! Kami sudah membawakan pakaian yang kamu minta!” seru Henry Russo, salah satu anak buah Cerano.Cerano menurunkan kaca mobilnya, kemudian mengambil kotak yang ada di tangan Henry. “Bagaimana dengan mobil yang membawa para wanita? Apa sudah diamankan?”Henry tersenyum bangga. “Tenang saja, Bos! Ugo sudah menghentikan mobilnya di tengah jalan, lalu mengikat supirnya, dan melemparnya ke gorong-gorong. Sekarang, Ugo-lah yang menyetir mobil kemari.”Cerano mengangguk mengerti, tangannya bergerak untuk membuka kotak, kemudian ia mengeluarkan sebuah gaun berwarna merah dari kotak itu. Warna merah dari gaun itu sangat mencolok mata, terlihat sensual sekaligus menarik. Terdapat dua tali pada bagian lengan yang nanti bisa diikat ke leher, sedangkan bagian punggungnya dibiarkan terbuka.Raveena ikut menatap gaun tersebut, lalu bertanya, “Kamu ingin aku memakai itu?”Cerano memperhatikan gaun tersebut, kemud