Share

Part 04

Siang hari kegiatan Morgan berjalan seperti biasanya…  jika sudah menyelesaikan satu kasus. Dia akan datang ke kantornya dan melihat berkas kasus lain yang diajukan padanya.

“Selamat siang, Sir,” sapa asisten pribadinya.

Wanita dengan lengkuk tubuh seksi dan berbody sekal berdiri membungkuk menyambut kedatangannya.

Belahan dada di pakaian ketat asistennya memperlihatkan buah dadanya yang mengembul keluar. Wanita itu dengan sengaja memakai pakaian ketat demi memperlihatkan keindahan tubuhnya kepada Morgan.

“Masuklah Jasmine. Sebutkan kasus yang masuk hari ini,” ujar Morgan menyuruhnya ikut masuk ke dalam ruangannya.

Asisten yang bernama Jasmine Spencer itupun mengikuti langkah Morgan untuk masuk ke dalam ruangannya.

“Kunci pintunya!” perintah Morgan.

Jasmine yang mengetahui maksud Morgan dengan girangnya mengunci pintu. Setelah itu dia berjalan menuju Morgan yang duduk di balik meja kebesarannya.

Dengan sebuah map di tangan Jasmine. Wanita itu mendekat berdiri di samping Morgan dan menunjukkan berkas kasus yang masuk hari itu.

“Seperti biasa… kasus perceraian. Kali ini dari model yang sedang naik daun, Elizabeth Deliza. Kau mengenalnya?” tanya Jasmine.

“Hm, Ya. Beberapa hari lalu aku bertemu dengannya. Lalu dia terlihat bertengkar dengan suaminya yang baru satu bulan menikah dengannya,” jelas Morgan.

Dia memang memerhatikan model dan artis yang baru menikah. Dan merasa mereka semua sengaja melakukan pernikahan mendadak. Hingga tak lama, kasus perceraian mereka tiba di meja Morgan.

“Kau memantaunya lagi?” tanya Jasmine.

“Kau tau siapa yang memantau dan yang dipantau,” ujar Morgan.

Dia menyeringai seperti iblis yang menguasai pikiran mereka yang sengaja melakukan pernikahan untuk bercerai dan memakai jasanya, lalu tidur dengannya. Seakan semuanya sudah terbaca. Dan terus berulang hingga kadang membuat Morgan bosan.

Dan saat dirinya bosan… selalu ada pemain cadangan. Seperti… Jasmine.

Morgan dan Jasmine memang sering bermain disaat keduanya jenuh. Jasmine adalah seorang wanita yang bebas. Dia tak pernah menuntut sebuah hubungan. Karena memang dia sendiri tak suka dikekang oleh sebuah hubungan.

“Jadi kau ingin mengambil kasusnya atau tidak?” tanya Jasmine.

“Tergantung bagaimana penawarannya kepadaku,” ujar Morgan. Tangannya mulai nakal dengan menyentuh paha mulus Jasmine dan mengelusnya perlahan. Hingga menuju ke pangkal paha wanita itu yang dengan sengaja membuka kedua kakinya untuk dipermainkan Morgan.

Jari Morgan menelusup ke dalam bahan tipis berbentuk segitiga milik Jasmine. Menggoyangkan jarinya ke bagian inti Jasmine. Membuat Jasmine mendongak karena menikmati permainan jari Morgan.

Morgan menyeringai melihat Jasmine yang masuk ke dalam permainannya hingga membuat wanita itu mencapai pelepasannya hanya karena sebuah jari.

Jasmine tersenyum menggoda lalu berjongkok ke kolong meja. Dan melakukan sesuatu untuk berganti memuaskan Morgan.

Hal itulah yang disukai Morgan. Wanita akan dengan sendirinya memuaskan dia setelah dia memberikan kenikmatan kepada wanita tersebut.

Saat sedang menikmati permainan Jasmine. Sebuah ketukan diiringi teriakan dari suara perempuan yang begitu dikenali Morgan sebagai adik kesayangannya, memanggil dan berteriak minta dibukakan pintu.

“Morgan! Aku tahu kau di dalam! Buka pintunya… ini penting!” teriak Autumn Delila Dexter.

“Shit!” runtuk Morgan.

“Tunggu sebentar!” teriak Morgan.

Jasmine merapikan semua permainannya lalu keluar dari kolong meja setelah memastikan semuanya rapi seperti tak terjadi apapun.

Jasmine berjalan menuju pintu untuk membukakan Autumn pintu.

Pintu terbuka… Autumn menyerobot masuk tanpa memedulikan Jasmine yang masih terlihat kacau walau sudah merapikan diri.

“Morgan! Kali ini kau harus membantuku!” seru Autumn.

“Ada apa? Kenapa kau seperti orang kesetanan?!”

“Karena aku memasuki ruangan setan!” jawab Autumn asal.

Jasmine terkekeh sambil menggelengkan kepala lalu keluar dari ruangan Morgan.

“Hah! Jika bukan adikku. Sudah kubuat kau menjadi perkedel!” bentak Morgan.

“Perkedel? Apa itu?!” tanya Autumn mengerutkan keningnya.

“Hm… sejenis makanan asia. Dari bahan dasar kentang,” jawab Morgan dengan santainya.

“Ah… kau mengalihkan ucapanku!” rutuk Autumn.

“Kau bertanya… aku menjawab!” balas Morgan.

Autumn memutar bola matanya. Keduanya memang tak bisa santai jika bertemu. Namun Autumn tahu… kakaknya begitu menyayanginya. Begitu juga sebaliknya. Maka dari itu, Autumn mengikuti langkah Morgan dengan pergi dari rumah dan melanjutkan sekolahnya di Manhattan.

Namun bedanya… Autumn masih mendapat semua fasilitas dari ayahnya. Berupa apartemen dan mobil mewah. Sementara kepunyaan Morgan…. Murni adalah hasil kerja kerasnya sendiri.

“Hah! Persetan dengan ucapanmu! Jadi begini… kau tahu 'kan aku memiliki kekasih bernama Chase?” tanya Autumn.

“Pria biasa saja dengan otak yang cukup pintar bisa membuatmu jatuh cinta,” jawab Morgan terdengar acuh.

“Jangan sembarangan menilai kekasihku!” tukas Autumn.

Adik Morgan yang satu ini memang mudah dialihkan. Namun hal itulah yang membuat Morgan senang menggoda Autumn.

“Baiklah… lalu ada apa dengannya? Apa kau memiliki masalah? Kau ingin aku memasukkannya ke penjara?”

“Bukan! Astaga Morgan. Diamlah dan dengarkan aku dulu!” sergah Autumn.

“Ya baiklah,” jawab Morgan.

Mereka saat ini sudah duduk di sofa panjang di ruangan Morgan.

“Chase memiliki kakak ipar. Hm… sebenarnya mantan kakak ipar. Karena kakaknya sudah meninggal dan kakak iparnya itu belum menikah lagi. Jadi mereka masih berhubungan baik,” ungkap Autumn.

“Kemarin malam… kakak iparnya itu mendapat musibah dari tetangganya yang hendak melecehkan anaknya. Lalu istri tetangganya menuntut karena suami mesumnya terjatuh dari kamar anak itu dan sekarang keadaannya koma. Kakak ipar Chase merasa anaknya hanya menghindar. Namun istri tetangganya tetap bersikeras menuntut ganti rugi rumah sakit sampai suaminya sadar kembali,” ungkap Autumn.

“Kalau begitu suruh saja kakak iparnya itu mengganti rugi, masalah selesai!” usul Morgan tak memberi solusi.

“Ish! Menurutmu untuk apa aku memiliki seorang kakak pengacara!” tukas Autumn.

“Ya. Tapi kau tahu… Aku tak sembarangan menangani sebuah kasus. Lagipula… kau pikir kepintaranku ini gratis! Semua ada harganya, Autumn. Jangan kau pikir kakakmu pengacara… kau bisa seenaknya meminta bantuanku!” tukas Morgan.

“Setidaknya… kau membantu kakak ipar kekasihku,” bujuk Autumn.

“Hem. Oke… lalu setelah aku selesai membantu kakak iparnya itu. Saudara lainnya ada yang terkena masalah. Dan aku harus membantunya lagi. Dan begitu seterusnya. Kau ingin membuat kakakmu miskin dalam sekejap?!” tukas Morgan.

“Hah! Kau ini sungguh menyebalkan… paling tidak kau mengurangi biaya tarifmu! Kau tahu menyewa pengacara sangat mahal. Dan belum tentu bisa memenangkan kasusnya. Dia berhadapan dengan seorang yang kenal dengan orang hukum,” timpal Autumn kembali membujuk. Namun Morgan kembali menggeleng.

Morgan melangkah menuju papan permainan dart papan target.

“Ayolah, Morgan… kakak ipar Chase itu sudah banyak mengalami kesusahan sejak kematian ayah dan suaminya. Hingga membuatnya kehilangan penglihatannya juga,” ujar Autumn.

Morgan menoleh dan menghentikan kegiatannya dari melempar dart ke papan target.

“Lalu? Aku harus prihatin dengan kebutaannya itu?!” tanya Morgan kembali acuh dan melanjutkan kegiatannya itu.

Autumn kesal dan berdiri dari duduknya. “Hah! Benar kata daddy! Kau sungguh tak bisa diandalkan!” sergah Autumn.

Gadis itu berjalan menuju pintu sambil menghentakkan kakinya.

“Malam ini… Suruh dia datang ke apartemenku,” ujar Morgan tanpa menoleh sebelum Autumn pergi dari ruangannya.

Autumn berbalik… Sebelumnya dia sempat tersenyum karena tahu, Morgan akan menurutinya jika dia menyinggung masalah ayahnya.

“Satu kali ini saja, Autumn! Jangan katakan aku tak pernah membantumu!” tukas Morgan.

Autumn melebarkan senyumnya lalu berhambur ke dalam pelukkan Morgan sambil bersorak girang.

“Hah! You're really the best brother!” seru Autumn.

“Hm… ya, ya… kau selalu mendapatkan apa yang kau inginkan! Dasar manja!” keluh Morgan mengusap dan mengacak rambut Autumn.

Kebiasaannya yang sangat tidak disukai Autumn.

“Hah! Cukup… aku baru saja dari salon!” runtuk Autumn.

“Oh ya? Tapi kau tetap saja jelek!” ejek Morgan.

“Ish… kau sungguh menyebalkan!” gerutu Autumn. Sambil merapikan rambutnya.

“Baiklah… nanti malam aku akan menyuruhnya mampir ke tempatmu dulu sebelum dia pulang kerja,” ujar Autumn.

“Ya. Terserah kau… hubungi dulu jika ingin datang,” ujar Morgan.

“Ya. Terima kasih Morgan,” ujar Autumn lalu beranjak dari ruangan Morgan.

***

Autumn keluar dari kantor Morgan dan menuju ke tempat Chase di kedai kopi. Dimana dia membuka usaha kecil-kecilan. Namun Autumn menyukai Chase yang mandiri.

Hal itu yang membuat Autumn bangga. Di saat teman-teman kuliahnya memamerkan usaha keluarganya. Chase memilih melakukan hal diluar itu.

Sama seperti Morgan yang terlihat lebih sukses menjadi mandiri dengan usahanya sendiri.

Autumn memarkirkan mobilnya di depan kedai kopi milik Chase. Terlihat begitu mencolok dari kedai kopi kecil milik Chase.

Sering kali Chase menyuruh Autumn untuk memarkirkan mobilnya di ujung jalan. Namun gadis manja seperti Autumn tak ingin berjalan terlalu jauh. Dia selalu mengabaikan permintaan Chase yang satu itu.

“Chase…!” teriak Autumn.

Terlihat Chase yang sedang tanggung membuat kopi untuk salah satu pelanggan setianya.

“Ada apa, Autumn. Kenapa kau datang sambil berteriak-teriak, kedai ini kecil. Dan kau berteriak seolah sedang berada di hutan,” tukas Chase.

Autumn hanya menampilkan deret giginya yang rapi dan putih.

“Aku datang membawa kabar hebat!” seru Autumn.

“Tunggu sebentar setelah aku menyelesaikan pesanan ini,” ujar Chase.

Autumn berjalan mengekor di belakang Chase yang membawa dua cangkir kopi panas kepada seorang wanita cantik yang duduk sendiri namun memesan dua kopi.

“Silahkan nona… ini pesanan anda,” ujar Chase meletakkan dua gelas kopi di hadapan wanita yang sudah menjadi pelanggan setia Chase.

Autumn bahkan mengingat wajah wanita yang terlihat menyebalkan baginya.

“Terima kasih, Chase. Duduklah… Aku memesan dua gelas untukmu juga,” ujar wanita bernama Felicia.

“Maaf, nona. Kau lihatlah… banyak pelanggan yang datang. Dan juga kekasihku baru datang. Aku tak bisa menemanimu lagi,” tolak Chase dengan sopan.

“Oh sayang sekali… padahal aku sudah membeli dua gelas,” ujar Felicia.

“Kau yang memesan lalu kenapa seolah menyalahkan, Chase! Jika kau tak ikhlas membayar dua gelas. Aku akan membayarnya!” sergah Autumn kesal. Dia mengambil segelas berisi kopi panas.

Lalu melihat ke samping meja Felicia. Terlihat seorang kakek tua yang gelas kopinya sudah habis. Autumn memberikan kopi dari meja Felicia kepada kakek tersebut.

“Ayo Chase… ada hal yang lebih penting daripada meladeni pelangganmu itu!” tukas Autumn kesal.

Chase kembali hanya bisa meminta maaf. Dia tak bisa marah kepada pelanggannya. Dia tak ingin membuat kecewa pelanggannya walau wanita itu menyebalkan.

Autumn menarik Chase untuk masuk ke ruangan yang lebih dalam untuk membicarakan kabar hebat yang dia dapatkan. Mereka duduk di kursi kayu yang tersedia meja kecil. Biasanya tempat itu akan menjadi meja makan untuk Chase dan dua orang karyawannya.

“Ada apa Autumn?” tanya Chase setelah dia memberikan segelas minuman dari lemari pendingin.

“Morgan mau membantu Eliora,” jawab Autumn setelah menenggak minumannya.

“Benarkah?” tanya Chase tak percaya.

Autumn mengangguk dengan semangat. “Ya. Dengan begitu kau akan menepati janjimu, bukan?” tanya Autumn.

“Kapan Eliora bisa menemui kakakmu?” tanya Chase sambil mengambil ponselnya untuk menghubungi Eliora. Mengabaikan pertanyaan Autumn.

“Malam ini. Eliora bisa mendatangi Apartemennya,” jawab Autumn.

“Benarkah?” tanya lagi Chase. Dia sudah menelepon Eliora dan menunggu teleponnya di jawab.

“Ya… Dan kita—”

“Halo, El… malam ini bisakah kau mendatangi tempat pengacara yang dikatakan Autumn kemarin malam?”

“Ya… tentu. Apa Autumn sudah mengatakan pada kakaknya?” tanya Eliora.

“Ya. Dan malam ini, kakaknya menyuruhmu untuk menemuinya di apartemennya. Kau bisa? Jika bisa, aku akan mengantarmu,” tawar Chase.

Mendengar ucapan Chase, Autumn terlihat cemberut.

“Kau beritahu saja alamatnya… aku bisa pergi sendiri, Chase. Aku tak ingin merepotkan kalian.”

“Kau yakin?” tanya Chase meyakinkan.

“Aku bisa naik taksi… dan aku akan bertanya pada security di sana, kau pergilah… tepati janjimu pada Autumn,” ujar Eliora lebih mengerti Autumn.

“Baiklah… teleponlah jika kau tersesat,” ujar Chase.

Jawaban Eliora menjadi akhir dari percakapannya dengan Chase di telepon.

“Kirimkan alamat apartemen kakakmu, untuk ku teruskan kepada Eliora,” pinta Chase.

Autumn berjingkrak senang… karena dengan begitu Chase akan mengajaknya menemui kedua orang tuanya. Walau sebenarnya Chase tak yakin Autumn akan betah ke tempat ayah dan ibunya.

-

Eliora mendengarkan voice note kiriman dari Chase, berisi nama jalan beserta nama apartemen Morgan. Malam ini dia akan mendatangi apartemen pengacara yang dikatakan Autumn akan membantunya dengan harga yang murah atau mungkin bisa digratiskan jika Eliora bisa memenuhi persyaratan seorang Maximilliam Morgan Dexter.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status