Sabtu sore, setelah dari kantor Icha berencana untuk langsung menuju panti asuhan Tanah Putih.Entah kenapa Icha yang biasa selalu ditemani sopir, saat ini memilih untuk menyetir mobilnya sendiri. Ia melaju pelan menuju lokasi panti yang selalu ia kunjungi tiap bulannya itu. Hari itu tak terasa kemacetan seperti seharusnya. Padahal weekend pikirnya.Hampir seluruh tamu yang hadir dalam acara pernikahannya memberikannya berbagai hadiah. Ia sempat membuka beberapa diantaranya. Karena terlalu sibuk ia tak sempat membuka sisanya.Ia hanya terpikir untuk mengumpulkan uang dari hasil pernikahannya untuk di sumbangkan ke berbagai panti asuhan yang letaknya masih sekitaran Jabodetabek. Ia merencanakan akan mengadakan acara amal minggu depan untuk panti asuhan lainnya.Icha sempat mendiskusikannya dengan Sean. Sean pun menyetujui rencana Icha karena sejujurnya mereka benar-benar tak membutuhkannya. Akan lebih baik jika digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat itu pikirnya.Icha sampai di peru
Sebuah mobil mewah memasuki lahan parkir sebuah rumah bernomor 001. Mobil tersebut berhenti tepat di depan teras rumah yang disokong dengan dua pillar besar berwarna putih pucat di sisi kanan kirinya. Seorang laki-laki turun dari mobil tersebut sembari memperhatikan halaman dan tanaman-tanaman kering di sekitarnya. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya, menyadari betapa usangnya rumah yang ditempatinya tersebut. Cklek. Pintu terbuka. Seorang wanita cantik dengan dress merah lengkap dengan tas LV berwarna senada muncul di antara sela pintu yang terbuka. Sean - laki-laki itu - terpaku melihat Icha yang sekarang berstatus sebagai istrinya keluar rumah dengan begitu anggunnya, tanpa menyadari kegaduhan apa yang baru saja ia buat. “Lo udah gila ya?!” sebuah kalimat yang sangat unik didengar untuk memulai pembicaraan pun terlontar dari bibir Sean. Alih-alih menjawab sapaan Sean, Icha memilih diam sambil menaikkan satu alisnya. “Nggak bisa gini lah caranya! Seenak-enak
“Sean! You coming to the party tomorrow?” Wanita dengan pakaian ketat dan hot pants melingkarkan tangannya di leher Sean. “Of course, babe. Can’t wait to have fun with you” Ujar Sean lalu mencium pipi wanita itu. Sean Hartono, adik dari Shawn Hartono, seorang dokter yang memiliki jarak umur 3 tahun lebih tua dari Sean, sekaligus merupakan anak bungsu dan ahli waris dari perusahaan besar milik orangtuanya sekarang menjalani masa-masa akhir kuliahnya di Australia. Sebelum akhirnya harus kembali ke Indonesia untuk membantu menjalankan bisnis orangtuanya. “Lo jadinya balik ke Indonesia kapan, bro?” Jimmy menoleh kearah Sean sembari meminum soft drink yang dibelinya di kantin kampus. Graduation Ceremony akan dilaksanakan hari Sabtu, yang berarti adalah 4 hari dari sekarang. Sean masih bergumul dengan keinginannya untuk tetap tinggal di Australia tapi di sisi lain, dia tau, dia harus pulang untuk sekedar absen wajah didepan orangtuanya, yang berarti ia harus mulai mempelaja
Seorang wanita sedang duduk manis di sebuah cafe di sudut kota Jakarta terlihat sibuk dengan notebook di depannya. Berhari-hari di tempat yang sama ia hanya menatap notebooknya. Suasana cafe yang tenang dan jauh dari keramaian pusat kota membuatnya dapat berpikir lebih jernih begitu dalihnya. “Hey!” Tepukan pelan di pundaknya membuat dia terkejut.“Galih?” Senyum mengembang di bibirnya yang tipis tampak sangat bahagia. Seorang wanita dengan rambut ponytail dan tubuh semampai tersenyum manis saat menyadari teman lamanya yang sekarang duduk di depannya. Pertemuannya kembali dengan Galih membawa kenangan lama mereka saat masih dalam masa-masa kuliah.“Apakabar, Cha?” Galih tersenyum lembut melihat wanita didepannya yang dulu selalu manja saat bersamnya sekarang terlihat lebih dewasa dan tentu saja, cantik.“Baik, lo gimana? Duh kebetulan banget kita ketemu disini. Ih kangen..”. Satu kata terakhir yang keluar dari bibir mungil Icha membuat Galih sedikit malu sekaligus sumringah.“Baik
-Jakarta, 13.00 WIB- Sean melangkahkan kaki di bandara internasional di Jakarta, sudah bertahun-tahun ia tidak melihat pemandangan seramai ini. Ia berjalan cepat, karena merindukan Bian, teman masa kecilnya yang berjanji akan menjemputnya di bandara hari ini. Kalau bukan karena Bian, mungkin sekarang Sean masih berada di apartemennya, bangun disebelah wanita yang berbeda dari hari sebelumnya. Sean memutar pandangannya, mencari sosok yang sangat ia rindukan. Masih belum terlihat sosok wanita yang sangat ingin ditemuinya. “Sean!!” seseorang berlari kearahnya dan tanpa basa-basi langsung memeluknya. Sean dengan sigap membalas pelukannya. “I miss you, I miss you so much!” Ujar sosok yang sangat Sean rindukan. Sean memeluk orang itu lebih erat, mencium bau parfum yang selama ini ia rindukan. “Finally.. You are so skinny, Bian” Sean masih memeluk Bian, tak ada sedikit pun niat untuk melepaskan Bian dari pelukannya saat ini. “Okay, It’s embarrassing now, let me go” Bian berusaha lepas
Setelah mendapat kartu nama Sean dari ibunya, Icha mulai mencari tahu tentang Sean semalaman. Tapi ia tak menemukan sesuatu yang spesial ataupun detail selain Sean Hartono anak konglomerat real estate Rudi Hartono yang berhasil lulus dengan nilai terbaik di salah satu kampus Australia. Pagi menjelang saat Icha membuka matanya, Icha memutuskan untuk datang ke cafe favoritnya pagi ini karena ia masih harus menyelesaikan proposal yang ia kerjakan untuk proyek merger yang seharusnya dirapatkan minggu ini. Icha masih ingat kata-kata Mamanya kemarin, ‘Icha, meeting-nya diundur minggu depan’. What the hell. “Sampai minggu depan diundur lagi, gue rajam si Sean Hartono itu” batin Icha yang tanpa sadar mematahkan pensil mekanik yang digenggamnya. “Eh.. atau gue telepon aja ya orangnya? Siapa tahu gue bisa bikin rapatnya dimajuin” gumam Icha. Setelah berdebat dengan dirinya sendiri yang memakan waktu hampir 30 menit, Icha akhirnya mengeluarkan kartu nama yang disimpannya di dalam buku jurnal
Ketika Sean dan Icha bersamaan menggebrak meja, Sean mendengar suara orang terjatuh dan melihat Bian terduduk sambil menundukkan kepalanya. Tanpa pikir panjang Sean bergegas menghampiri Bian tanpa memperdulikan panggilan dari Ayahnya yang terdengar setengah berteriak.Bian melihat Sean menghampirinya, biasanya ia akan menghampiri Sean dengan senang dan memeluknya, tapi tidak kali ini, wajahnya yang merah, belum lagi make up nya yang luntur karena menangis membuatnya memilih untuk berlari menghindari Sean. Untungnya lift berpihak kepadanya, sebelum Sean sempat menghampirinya, pintu lift sudah tertutup yang membuat Sean harus menunggu lift berikutnya. Setelah sampai di lobby Bian langsung berlari keluar hotel dan mencari taksi yang lewat. Tidak berapa lama, sebuah taksi berhenti tepat di depannya. Ia langsung masuk dan menutup pintu mobilnya. Sean melihat taksi yang Bian naiki berjalan menjauh dari hotel.Selama hampir satu minggu Sean berkali-kali menghubungi Bian. Namun tak ada jawaba
Keesokan harinya mereka harus bertemu kembali untuk memastikan semua berkas-berkas kepentingan merger sudah lengkap. Mereka mampir ke cafe yang terletak tak jauh dari lokasi kantor Icha.“Gue strawberry smoothie sama tenderloin steak well done. Lo apa?” Icha memberikan pesanannya pada waiters yang sedang mencatat pesanannya.“Coffee latte sama sirloin steak well-med.” Sean mengakhiri pesanannya dengan tersenyum manis pada waiters cewek di depannya. “Caper amat” batin Icha. Sean memperhatikan ekspresi Icha saat ia menebarkan pesonanya pada waiters tadi. Tiba-tiba terlintas ide jahil dalam diri Sean melihat ekspresi Icha.“Yang di foto kemarin pacar lo?”Icha yang sedang asik melihat interior cafe yang terkesan ramai langsung membelalakkan matanya. “Gue liat pas lo milih jas sambil ngecek hp” Sean menjawab pertanyaan dimata Icha yang seakan-akan bertanya ‘TAU DARIMANA MONYET’. Sean sedikit tertawa melihat tingkah Icha.“Jadi? Siapa tuh yang di foto lo kemarin?” tanya Sean lagi setelah