Meskipun agak terkejut, Galih pun segera menyambut kedatangan Aio yang mengunjungi kantornya. Ia pun mempersilakan Aio untuk duduk dan meminta sekretarisnya unutuk menyiapkan teh untuk mereka. Mereka berbincang ringan sebelum sekretaris Galih kembali dan menyajikan teh yang diminta oleh Galih. Setelah ditinggalkan berdua dengan Aio, barulah Galih mempertanyakan alasan kedatangan Aio. Bagi Galih, kedatangan Aio tanpa janji seperti ini di luar kebiasaan Aio. Pria muda di hadapannya itu sangatlah sibuk mengurus kerajaan bisnis keluarganya hingga sulit untuk meluangkan waktu. Pasti kedatangan Aio membawa hal yang penting.
“Jadi apa yang membawamu datang ke mari, Aio? Apa aku harus memanggilmu sebagai Tuan Achazio?” tanya Galih mempertanyakan apakah Aio datang untuk masalah kerjasama mereka sebagai rekan bisnis, atau Aio datang dengan membawa masalah pribadi.
Aio yang mengerti hal itu pun menyunggingkan senyum tipisnya. Mereka memang sudah menjadi rekan bisnis selama dua tahun, dan Aio menilai jika Galih adalah seseorang yang memiliki penilaian tajam dalam berbisnis. Hal itulah yang membuat Aio bekerjasama dengannya dalam rentang waktu yang cukup lama. Tidak heran pula jika Galih mengajukan pertanyaan demikian padanya. Aio pun menjawab, “Aku datang sebagai Aio, Om. Aku akan to the point. Kedatanganku kali ini untuk meminta restu padamu untuk mendekati putrimu. Dalam waktu dekat, aku akan datang untuk melamarnya.”
Mendengar hal itu, Galih pun menyunggingkan senyuman seorang ayah. Sebaik Aio yang menilai Galih, sebaik itu pula Galih menilai Aio. Pria itu memang masih muda, tetapi sudah memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Hal itu yang membuatnya sukses menggantikan posisi sang ayah, Farrell Alexio Dawson sebagai pemimpin perusahaan yang besar. Jadi, Galih rasa ia tidak akan menyesal atau merasa khawatir jika mempercayakan salah satu putrinya pada Aio. “Tentu saja Om akan memberikan restu, jika kalian sama-sama memiliki perasaan yang sama.”
Mendengar hal itu, Aio pun berusaha untuk menyembunyikan senyumannya. Karena jujur saja, Aio tidak berpikir jika rencananya akan berjalan selancar ini. “Terima kasih, Om.”
“Tidak perlu berterima kasih. Hanya saja, berjanjilah jika nanti kau akan menjaga Elena dengan baik,” ucap Galih membuat Aio seketika mengernyitkan keningnya.
“Elena?” tanya Aio meminta konfirmasi.
Galih mengangguk. “Iya, Elena. Sepertinya, Om lihat-lihat, kalian memang terlihat cocok. Elena juga sepertinya memiliki ketertarikan padamu. Rasanya hubungan kalian akan berjalan dengan sangat lancar,” ucap Galih lagi membuat Aio hampir mendengkus karena mendengar perkataan konyol dari calon ayah mertuanya itu.
“Tidak. Kami tidak serasi, Om.” Ucapan Aio tersebut jelas membuat kening Galih mengernyit.
“Selain itu, putrimu yang aku maksud bukan Elena. Melainkan Tessa. Aku menyukai Tessa dan meminta restu untuk mendekatinya,” ucap Aio sukses membuat Galih terkejut. Tentu saja terkejut karena ia sama sekali tidak memperkirakan hal ini.
“Tu-tunggu, kau menyukai Tessa? Tapi bagaimana bisa?” tanya Galih bingung. Padahal ia ingat dengan jelas, bahwa kesan dari pertemuan pertama Aio dan Tessa tidaklah baik. Sepatu tesa jatuh tepat di atas kepala Aio, tetapi bagaimana bisa Aio bisa menyukai Tessa?
Melihat raut wajah Aio yang mulai tidak sedap dipandang, Galih pun sadar jika dirinya mengatakan sesuatu yang bisa disalahartikan. Aio mungkin berpikir jika Galih pilih kasih, dan merasa jika Elena lebih baik daripada Tessa. Padahal, Galih tidak merasa seperti itu dan tidak ingin dinilai seperti itu. Selama ini dirinya berusaha bersikap adil untuk putri kandung dan putri tirinya. Keduanya sama-sama putrinya, dan harus mendapatkan kasih sayang yang sama besar darinya. “Maksud Om, memang benar Tessa adalah gadis manis yang penuh pesona. Sifatnya mirip dengan adik perempuanmu, tetapi kesan pertamamu pada putri bungsu Om itu pasti kurang baik. Jadi, rasanya Om sangat terkejut mendengar jika kau menyimpan perasaan padanya,” ucap Galih.
Selain itu, Galih sendiri sudah mendengar permintaan dari Elena jika dirinya ingin mengenal lebih jauh sosok Aio. Karena Elena memang sudah menyukai Aio sejak lama. Jika sampai Elena mengetahui hal ini, sudah dipastikan jika pertengkaran akan kembali terjadi di rumah. Galih tidak mau sampai kedua putrinya tidak akur, atau Elena membenci adiknya. Jelas di sini Galih tidak tahu, jika Elena dan Vania memang sudah tidak menyukai Tessa sejak dulu. Keduanya bekerja sama menindas Tessa di belakang Galih. Selama ini, Tessa hidup dalam penindasan dan ketidakadilan yang berusaha ia tahan, demi tetap tinggal bersama sang ayah.
“Itu adalah pesonanya. Mungkin jika tidak ada kejadian itu, aku tidak akan tertarik pada Tessa. Jadi, sekarang jelas, aku menyukai Tessa dan ingin mendekatinya. Tentu Om tidak keberatan bukan?” tanya Aio.
Galih terdiam untuk sesaat. “Om sebenarnya tidak memiliki hak untuk melarang kau mendekati Tessa, karena pada akhirnya kau dan Tessa yang akan menjalani hubungan itu. Namun, Om rasa Tessa masih terlalu kecil untuk menjalin hubungan semacam itu,” ucap Galih membuat Aio mengernyitkan keningnya samar.
Jelas Aio tidak suka dengan perkataan yang bisa ia artikan sebagai penolakan dalam memberikan restu. Namun, Aio tentu saja tidak akan mundur begitu saja. Ia pun tersenyum dan berkata, “Tidak. Menurutku, Tessa bukan anak kecil lagi, Om. Dia sudah dewasa, ya walaupun dia memang belum menyelesaikan pendidikannya. Tapi aku rasa, itu bukan masalah. Selama Om memberikan restu, dan Tessa juga membalas perasaanku, aku rasa tidak ada alasan lain untuk menunda pernikahan kami.”
Galih agak tersedak saat Aio menyebutkan kata pernikahan. Jika Aio sudah menyebutkan hal itu, berarti Aio memang memiliki perasaan yang sedemikian serius terhadap Tessa. Namun, Galih tetap saja tidak bisa mempercayai dan melepaskan putrinya begitu saja untuk Aio. Ada banyak faktor yang membuat Galih berat memberikan retu pada Aio untuk mendekati sang putri. “Tapi tetap saja, Aio. Apa kau tidak berpikir untuk mengenal Elena juga? Om rasa, kau akan lebih cocok dengan Elena yang jelas lebih dewasa daripada Tessa. Putri bungsu Om itu masih terlalu kekanakan untuk kau kenal, atau bahkan akan kau ajak menjalani hubungan yang serius,” ucap Galih.
Mendengar hal itu, Aio pun tidak bisa menahan diri untuk tertawa kecil. “Ternyata, Om sangat menyayangi putri bungsumu yang manis itu,” ucap Aio.
Galih mengernyitkan keningnya, karena entah mengapa merasakan jejak ejekan dalam nada bicara Aio. Namun, Galih pun mengalihkan pemikiran anehnya. Meskipun Aio selalu terlihat bersikap dingin dan membentengi diri dari kedekatan yang tidak perlu, tetapi Galih tahu jika Aio adalah seorang pemuda yang memiliki sopan santun. “Tentu saja. Bagaimana mungkin Om tidak menyayangi putri Om sendiri?”
Aio menyeringai tipis dan berkata, “Karena itulah, Om perlu mempercayakan Tessa pada orang yang tepat, yang tak lain adalah aku. Om bisa mempercayakan putri berharga Om padaku. Karena aku bisa memastikan, jika aku akan memperlakukan Tessa sama baiknya, atau jauh lebih baik dari perlakuan Om padanya.”
Perkataan tersebut membuat Galih tidak berkutik. Karena ia bisa melihat kesungguhan dalam sorot mata Aio yang penuh dengan percaya diri. Setelah mengatakan hal itu, Aio tidak bisa menghabiskan waktu lebih lama di kantor Galih karena ternyata dirinya harus segera menuju tempat di mana akan diadakan rapat. Aio pamit dengan sopan dan beranjak pergi meninggalkan kantor dan gedung perusahaan milik keluarga Heidi tersebut. Saat di dalam mobil yang melaju menuju tempat rapat, Aio menatap jalanan yang ia lewati sembari menyeringai.
“Dia menyebut dirinya sebagai ayah yang sangat menyayangi putrinya?” tanya Aio dalam gumaman yang bahkan tidak bisa didengar oleh asistennya yang tengah mengemudikan mobil.
Aio berdecih pelan dan berkata, “Omong kosong. Dia bahkan tidak mengenal putrinya sendiri dengan baik. Beraninya ia mengatakan jika dirinya sangat menyayangi Tessa. Kalau begitu, akan kutunjukkan seperti apa yang disebut sebagai tindakan penuh kasih dan perhatian.”
Tessa berdiri di tepi jalan, menunggu ojek online pesanannya. Ia mendongak dan menghela napas karena dirinya sudah hampir setengah jam berdiri di bawah terik matahari karena ojek online pesanannya selalu dibatalkan. Jika tahu begini, Tessa akan memilih untuk berangkat pagi, walaupun kelas pertamanya berlangsung siang hari. Karena lebih baik dirinya menghabiskan waktu di perpustakaan yang nyaman dan dingin, daripada harus berdiri di bawah terik matahari seperti ini. Tentu saja bukan untuk belajar, tetapi untuk tidur. Tessa, sudah membagi waktunya dengan baik. Ia memiliki jam belajar yang cukup dan tidak perlu ditambah lagi, atau dirinya akan sakit kepala.Merasa putus asa karena pesanan ojek online-nya kembali dibatalkan, Tessa pun terpikirkan untuk menghubungi temannya yang juga satu jurusan dan satu kelas dengannya. Saat Tessa menunduk dan sibuk mengirim pesan, Tessa melonjak terkejut saat mendengar suara kelakson mobil mewah yang berhenti tepat di hadapann
Walaupun tahu jika saat ini dirinya harus segera mandi dan bersiap untuk pergi kuliah, mengingat jika dirinya memiliki kelas di pagi harim Tessa benar-benar terlihat enggan untuk beranjak dari ranjangnya yang nyaman. Rasanya, Tessa ingin tetap di sana seharian. Selain karena merasa lelah karena ia bekerja hingga cukup malam, alasan lainnya adalah dirinya sudah mendapatkan pesan beruntun dari seseorang yang sangat tidak ingin Tessa temui dalam waktu dekat, atau lebih tepatnya tidak ingin Tessa temui selamanya. Siapa lagi jika bukan Aio. Rasanya Tessa benar-benar ingin memukul wajah tampan yang selalu berekspresi menyebalkan itu.Meskipun masih merasa enggan, pada akhirnya Tessa beranjak untuk membersihkan diri dan bersiap untuk berangkat kuliah. Karena Tessa tidak berias seperti gadis yang lainnya, Tessa tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk bersiap. Ia hanya memerlukan pelembab bibir, dan bedak tabur untuk merias wajahnya dan mengikat rambutnya tinggi-tinggi dengan rapi.
“Jangan cemberut seperti itu, seperti biasanya Bunda akan memastikan jika ayahmu akan berpihak pada kita. Selain itu, Bunda juga akan memastikan jika Aio pada akhirnya akan menjadi milikmu,” ucap Vania saat sudah mendengarkan cerita dari Elena, bahwa selama ini ternyata Tessa diantar jemput oleh Aio. Dengan kata lain, Tessa dan Elena sering kali berhubungan.Tentu saja Vania merasa jengkel. Bagaimana bisa Aio tertarik pada Tessa? Padahal jika dibandingkan dengan Elena, tentunya Tessa kalah telak. Menurut Vania, Elena lebih cantik dan elegan daripada Tessa yang terlihat belum bisa mengurus dirinya sendiri. Atau mungkin saja, Tessa yang menggoda Aio demi hidup nyaman dan bergelimang harta di tengah keluarga Dawson yang terkenal dengan kekayaan mereka. Bagi Vania, Tessa sangat tidak tahu malu.Elena yang mendengar hal itu pun senang bukan main. Karena ia sendiri tahu, ibunya selalu menepati apa yang ia katakan. Ibunya memiliki segudang ide untuk mendapatkan ap
Haikal menempelkan kemasan minuman dingin pada pipi Tessa yang terlihat murung. Hal tersebut membuat Tessa berjengit dan memukul tangan Haikal yang tertawa karena berhasil mengerjai Tessa. Tentu saja Tessa menggerutu karena sikap Haikal yang jail itu. Sejak mereka kecil, Haikal selalu saja memiliki tingkah jail untuk menggoda dan membuatnya tertawa. Sayangnya, kali ini Tessa tidak bisa tertawa karena lelucon yang diberikan oleh Haikal.Sebelumnya, Haikal berharap jika usahanya menggoda dan membelikan Tessa minuman kesukaan sahabtnya itu bisa membuat suasana hati Tessa. Namun, pemikiran Haiklah tersebut terpatahkan karena Tessa masih terlihat murung. Haikal pun bertanya, “Apa yang terjadi? Kenapa wajahmu terihat murung seperti itu?”Namun, Tessa menggeleng. Tidak berniat untuk menceritakan masalah yang mengganggunya. Haikal memang sahabat yang sudah sangat ia percaya. Tessa bahkan tidak ragu untuk berbagi rahasia dengan sahabatnya itu. Namun, untuk masalah i
Tessa melangkah berjinjit, dan mengintip dari balik bangunan gedung kampusnya. Hari ini, Tessa mendapat libur dari semua tempat kerjanya, dan kebetulan bisa pulang lebih cepat. Saat ini, Tessa berusaha untuk memastikan jika Aio tidak ada di depan kampusnya dan menunggu kepulangannya. Mungkin, saat berhadapan terakhir kalinya dengan Aio, Tessa masih belum sadar sepenuhnya, dan belum merasa malu.Namun sekarang berbeda. Dengan pikiran jernih, Tessa merasa begitu malu karena tingkahnya sendiri yang marah, dan meluapkan semua kemarahannya itu pada Aio hingga dirinya menangis. Itu sungguh memalukan dan Tessa tidak ingin bertemu dengan Aio. Bagaimana bisa dirinya lepas kendali seperti itu? Ia bahkan menangis seperti anak kecil di dalam pelukan Aio. Membayangkannya saja sudah membuat Tessa begidig dibuatnya.“Tessa?”“Astaga!” Tessa berjengit terkejut dan berbalik untuk melihat siapa yang menepuk bahunya.Tessa menghela napas leg
“Apa?” tanya Aio memukul meja kerjanya dengan keras dan membuat dewan direksi yang tengah rapat dengannya tersentak karena terkejut.Mereka berusaha untuk tetap tenang. Apalagi saat ini, Aldi sang asisten Aio yang bisa mereka andalkan untuk menenangkan Aio tengah tidak berada di sana. Benar, Aldi tidak berada di sana karena mendapatkan tugas khusus dari Aio untuk mengantarkan Tessa ke kampus. Setidaknya, Aio ingin memastikan jika Tessa bisa sampai ke kampus dengan selamat dan aman, walaupun dirinya tidak bisa bertemu langsung dengan Tessa.Aio sadar Tessa masih merasa malu karena sempat menangis dan mengungkapkan isi hatinya. Jadi Aio berusaha untuk memberikan waktu bagi Tessa. Selain itu, Aio juga harus menghadiri rapat dengan dewan direksi mengenai masalah perusahaannya. Namun, Aio ternyata mendapatkan kabar yang tidak menyenangkan dari Aldi.Karena itulah, Aio memilih untuk menutup teleponnya dan berkata, “Rapat ini kutunda. Coba cari solusi
Jika Haikal dan Aio tengah berusaha untuk mencari keberadaan Tessa, maka Tessa sendiri tengah berusaha untuk memulai kehidupannya yang baru. Tessa kini sudah berada di sebuah desa yang tentu saja jauh dari jangkauan orang-orang yang ia kenal. Bermodalkan uang yang tersisa di dalam tabungannya, dan menjual beberapa benda berhaga yang ia miliki, Tessa memilih untuk pergi sejauh mungkin, dengan memantapkan hati memutuskan semua hubungannya dengan masa lalu. Tessa tahu, jika hal ini hanyalah sikap pengecut. Ia hanya lari dari lukanya. Namun, ini adalah langkah paling tepat yang bisa Tessa lakukan saat ini.Tessa sadar, keputusannya ini mungkin sangat gegabah. Ia mengambil keputusan untuk benar-benar keluar dari rumah bahkan memutuskan hubungannya dengan sang ayah, karena dipengaruhi oleh rasa marah yang membuatnya merasa sesak. Benar, Tessa marah. Bukan hanya marah, ia juga merasa sangat kecewa, karena ayah yang seharusnya menjadi orang terakhir yang berada di sisinya, kini malah
Pagi-pagi sekali, saat kabut masih menghalangi pandangan, Tessa sudah bersiap untuk bekerja. Ia segera beriap, mengikat rambutnya tiggi-tinggi dan mengambil camping yang akan melindunginya dari sinar matahari yang bahkan belum muncul. Tessa meninggalkan rumah kontrakannya dan melangkah dengan kaki ringan. Benar, hidup Tessa sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda daripada sebelumnya. Ia masih pergi ke mana-mana sendirian, dan mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.Hal yang berbeda adalah, kini Tessa tidak lagi seseorang yang menunggu kepulangannya. Tessa tidak memiliki seseorang yang menyediakan sebuah pelukan hangat, saat dirinya merasa begitu lelah dengan hari yang ia jalani. Tessa menghela napas dan menggelengkan kepalanya, merasa sangat menyedihkan karena kembali teringat dengan masa-mas sulit karena ditindas oleh ibu dan kakak tirinya. Serta bagaimana ayahnya yang semakin menjauh dan tidak terasa seperti ayahnya yang dulu.“Kenapa aku masih merasa sesedih ini?” tanya Tes