Share

Perjodohan di atas kertas

"Wah, keliatannya enak."

Wilan dan Vita tersenyum melihat antusias Elkan. Jarang sekali ada atasan yang berbaur dengan karyawannya. Pria itu seperti bersikap santai seolah mereka tidak dibatasi oleh jabatan. Justru, Elkan lebih menghormati Wilan karena usia mereka.

"Enak, sih, enak. Tapi santai aja kali makannya," gumam Kalea yang hanya di dengar olehnya. Dia menggelengkan kepala melihat Elkan yang semangat mengambil nasi dan lauk-pauk. Apa pria itu tidak malu? Atau urat malunya yang putus?

"Uhuk-uhuk!" Elkan tiba-tiba tersedak. Wajahnya yang memerah membuat Wilan dan istrinya menatap khawatir.

"Kenapa, nak? Apa masakannya ga enak?"

Elkan melambaikan tangannya setelah meminum segelas air. "Enak, kok."

"Ah, kalau begitu pelan-pelan saja makannya."

Pria itu tersenyum tipis lalu mengangguk. Sebenarnya bukan karena ia makan terburu-buru. Makanan yang dihidangkan ini rasanya pedas semua. Sedangkan Elkan tidak suka makanan pedas. Dia tak mengatakannya karena dirasa tidak sopan.

Tapi jika boleh jujur, masakan ini memang enak. Pria itu jarang menemui makanan rumahan seperti ini. Dia biasa makan pizza, pasta, beef, dan makanan mahal lainnya. Bukan sombong, tapi Elkan lebih sering makan di luar daripada di rumah.

"Ini enak banget."

Elkan menatap Kalea yang kembali mengambil nasi untuk kedua kalinya. Makan banyak seperti itu kenapa tubuhnya tetap saja kecil? Dia kira gadis itu memang jarang makan.

"Maaf, nak. Kalea memang begitu anaknya," ucap Wilan yang menyadari tatapan Elkan pada Fara.

"Oh, tidak apa-apa. Saya justru suka."

"Suka?" Gadis menatapnya sinis dengan mulut terisi penuh makanan.

"Maksud saya, suka melihat orang yang lahap makan. Jadi mereka bisa cepat tumbuh dan besar."

"Bftt!" Ucapan Elkan membuat Kalea hampir menyemburkan makanan di mulutnya.

"Kalea!"

****

Seorang perempuan cantik masuk ke dalam rumah mewah di depannyya. Mengabaikan para asisten rumah tangga yang menyapa. Dengan wajah yang ditekuk ia menghampiri seorang wanita berumur yang tengah menyiram bunga di taman belakang. Para pekerha di rumah itu sudah oaham betul bagaimana sikap perempuan tersebut.

"Tante!" Ia menaikan dagunya mencoba bersikap profesional.

"Loh, Airin. Kamu tumben main ke sini. Datang sama siapa?"

"Itu gak penting, Tante. Aku ke sini mau bahas soal Elkan." Perempuan bernama Airin itu menghela nafas sesaat. "Aku datang ke kantor Elkan, tapi dia malah ngusir aku. Tante tolong kasih tau dia. Sebentar lagi kita tunangan, tapi Elkan masih suka main perempuan."

Wanita tersebut mematikan selang air lebih dulu, mengusap keringatnya. "Anak itu benar-benar. Nanti Tante akan kasih tau Elkan."

Perjodohan antara Elkan dan Airin memang sudah direncanakan sejak lama. Namun pitranya terlihat seperti menolak, padahal Airin itu terlihat cantik dan mendekati kata sempurna. Entah perempuan seperti apa yang akan membuat anaknya bertekuk lutut, berhenti memainkan hati perempuan.

"Aku datang ke sini cuma mau bilang itu. Jujur aku gak niat untuk ngadu awalnya, karena aku tau hubungan keluarga kita sudah dekat. Tapi kalau Elkan turus seperti ini, aku gak bisa diam aja. Tante ingat, kan? mama sama Papa aku juga udah buat tanda tangan secara resmi, kalau perjodohan ini terikat dengan kerja sama bisnis? Dan perjodohan ini ada hitam di atas putih, jadi gak bisa seenaknya dibatalin."

"Tapi Elkan belum tau tentang itu."

"Tante harus kasih tau secepatnya. Aku gakmua disamain kayak perempuan yang jadi mainannya."

Ibunya Elkan mengangguk kecil. "Kamu tenang aja, nanti Tante telepon anak nakal itu."

"Yaudah, kalau gitu aku mau pergi lagi," ucap Airin sedikit lebih tenang.

"Gak main dulu? Di dalam ada Belina, loh."

"Kapan-kapan aja, Tante. Soalnya nnati sore ada pemotretan."

****

Keesokan harinya.

Elkan mendesis saat tidurnya terganggu. Dia mendengar suara bising di luar kamar seperti ada seseorang. Tentu saja aneh, karena rumahnya tak memiliki asisten rumah tangga yang menetap di sini. Mereka hanya akan datang untuk membersihkan rumah dan mencuci baju saat Elkan mengabarinya. Urusan makanan, pria itu bisa membuat sarapan sendiri, atau pergi ke restoran cepat saji.

Dengan langkah gontai, Elkan keluar dari kamarnya. Dia berjalan mendekati sumber suara yang berada di ruang tengah. Ternyata suara itu bukan berasal dari maling yang menyelinap ke rumahnya. Melainkan dua sahabat tengilnya yang heboh menonton TV.

"Ngapain lo berdua di sini?"

"Eh, yang punya rumah udah bangun. Kita bawain makanan buat lo. Karena pintunya ga dikunci jadi kita masuk aja," jawab Deon dengan cengiran khasnya.

Elkan mendengus lalu menjatuhkan tubuhnya di samping Jonan. Pria itu terlihat fokus dengan tontonannya. Hey, apa dia tidak pergi ke kantor pagi ini?

"Tangan lo kenapa?" tanya Jonan saat melihat perban yang melilit telapak tangan temannya.

"Ini karena kemarin. Waktu mobil gue diambil sama tikus jalanan itu."

Deon mendesah, menyangkan kelakuan Elkan saat itu. "Lagian lo ceroboh banget. Biasanya langsung lo bantai orang kayak gitu. Sekarang malah dibiarin bawa mobil lo."

"Ck, ada karyawan papa gue disana. Kalau dia liat bahaya. Tapi, kalian udah cari mobil gue, kan?"

"Aman. Udah kita bawa ke basecamp. Orang-orang itu juga udah kita sikat sampe rata."

Elkan terkekeh dan mengangguk. Ia puas dengan cara kerja dua temannya ini. Meski sedikit absurd, urusan pekerjaan mereka nomor satu. Elkan juga tak menampik dirinya memiliki tingkah seperti mereka di waktu tertentu.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuat tiga pria itu saling tatap.

"Buka sana!" titah Elkan mengambil sebuah snack di atas meja.

"Aelah, ini kan rumah lo. Mana ada tamu disuruh buka pintu."

"Emangnya ada tamu yang masuk tanpa izin?" Elkan menyindir dua temannya tersebut.

"Ingat! Tamu adalah raja."

"Pemilik rumah itu maharaja."

"Kalau begitu kami persilahkan sang Maharaja menemui rakyatnya diluar sana." Jonan menggerakan tangannya seperti orang-orang di jaman kerajaan.

Elkan menahan mulutnya untuk tidak mengumpat. Menyebalkan sekali mereka ini. Ingatkan dia untuk membuang mereka ke pulau bikini bottom nanti.

Saat Elkan sudah melangkah pergi untuk membukakan pintu, Jonan dan Deon ber-tos ria. Mendengar pintu yang masih saja diketuk membuat Elkan geram. Pria itu membuka pintunya kasar, dan menatap tajam perempuan di depannya.

"Kamu?"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Qontak Yanus
seru bnget
goodnovel comment avatar
Sapiah Piah
seru banget jalan ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status