Sedangkan aku hanya diam karena perkataan Marta yang membuat ku melambung tinggi ke angkasa.
"Eh... Den, Dimas, mau pesan apa?" Kata Marta menawarkan menu yang ada di restoran itu.
"Udah Marta, kami kesini cuma mau ambil KTP Dimas aja kok." Jawab Denny.
"We... mana bisa gitu, kalian sudah datang kesini, artinya kalian harus makan bareng kami disini!" Kata Marta.
"Ya sudah, kalau gitu aku pesan nasi goreng saja, sama susu coklat hangat." Pesan ku karena berpikir lumayan lah makanan geratis. maklum anak kos-kosan.
"Ah... gitu dong, masak kalian enggak mau ngerasain menu makanan restoran ku. Kalau kau Den, mau pesan apa?" kata Marta.
"Lah ini restoran kau Marta? ya udah aku pesan sama aja seperti Dimas." Kata Denny.
"Wahyu...." Marta sedikit teriak memanggil salah satu pelayan.
"Iya bu?" Tanya pelayan itu.
"Ini buatkan nasi goreng dua, susu coklat hangat dua, dan itu piano suruh si fajar mainkan lagu romantis." Kata Marta pada pelayan itu.
"Iya bu." Kata pelayan itu sambil meninggalkan tempat duduk kami.
"Iya Den, ini restoran ku. Kemarin pas aku selesai kuliah di Jerman, Papa ku kasih uang ke aku sebagai hadiah sarjana ku. Kata papa terserah uangnya mau buat apa, ya sudah aku buat saja restoran ini." Kata Marta melanjutkan pertanyaan Denny tadi.
"Oh mantap lah Marta, teman-teman SD (sekolah dasar) kita sudah tahu kalau restoran mewah ini punya mu?" Tanya Denny.
"Entah Den, nggak tahu aku, mereka sudah tahu apa belum." Jawab Marta.
"Kalau gitu kita buat aja reuni disini Marta, nanti kita buat tempat piano itu tempat DJ, nanti Dimas main DJ di acara kita." kata Denny
"Ah... ide bagus tu, kapan kita buat?" Tanya Marta.
"Gimana kalau hari Minggu, sebabkan hari Minggu teman-teman SD (Sekolah dasar) kita yang bekerja seperti aku bisa datang, karena hari Minggu biasanya kan libur." Jawab Denny.
"Ini bu pesanannya." pelayan mengantarkan pesanan ku, dan Denny. memotong pembicaraan Denny, dan Marta.
"Oh iya... panggil kemari, pak Anto, bilang saya mau bicara." Kata Marta ke pelayan itu untuk memanggil manajer.
"Iya bu." Kata pelayan itu sambil pergi untuk memanggil manajernya.
Tidak berapa lama manajer pun datang.
"Ada apa bu?" kata manajer yang sudah berdiri di samping Marta.
"Oh iya pak Anto, duduk dulu!" Kata Marta mempersilahkan manajer itu untuk duduk.
"Iya bu, ada apa bu?" kata pak Anto bertanya sambil duduk gabung bersama kami.
"Gini pak, hari minggu restoran kita tutup untuk umum, yang boleh masuk yang ada surat undangan saja, saya mau buat acara reunian bersama teman SD (sekolah dasar) saya disini." Perintah Marta.
"Tapi bu, di hari Minggu restoran kita biasanya kan ramai pengunjung, kita bisa rugi besar kalau tutup untuk umum." kata pak Anto.
"Berapa kerugian yang akan saya dapatkan?" Tanya Marta.
"Di kisaran empat ratus sampai enam ratus juta buk, bahkan omset kita bisa melebihi perkiraan saya tadi bu." Jawab pak Anto.
"Waw, mahal kali untuk acara reuni saja Marta, sudah kita batalkan saja rencananya, atau kita buat di tempat lain." Kata Denny menyambung percakapan Marta bersama pak Anto.
"Sudah tenang aja Den, aman itu, ini kan untuk aku juga, agar teman-teman kita tahu restoran ini." Kata Marta.
"Iya Marta, dengan kerugian segitu besar aku rasa berlebihan untuk hanya sebuah reunian saja." sambung Lina.
BERSAMBUNG DI HALAMAN SELANJUTNYA...
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA TULISAN KU.
"Sudahlah tidak apa-apa, pokoknya hari minggu kau harus ikut datang ya Lin!" Kata Marta meminta ke Lina untuk ikut acara reunian itu. "Lah apaan?" Tanya Lina sedikit protes atas ajakan Marta. "Tidak apa-apa Lin. Teman ku SD (Sekolah dasar) banyak kok teman SMA (sekolah menengah atas) kita juga. Jadi banyak teman SD (sekolah dasar) ku yang kau kenal." Kata Marta. "Iya datang aja buat nemani Dimas, kasihan kalau dia sendirian." Kata Denny mengajak Lina. "Maaf Bu, jadi bagaimana ini hari Minggu? jadi Ibu, buat acara bersama teman-teman Ibu?" Tanya manajer kepada Marta yang memotong pembicaraan. "Iya Pak jadi." Jawab Marta.
"Hehe... Aku sangka kau yang homo Den, makannya aku goda kau tadi. Sebab kau juga jomblo, padahal kau ganteng." Balas ku terhadap candaan Denny. "Aku nggak jomblo Way, aku punya pacar, tapi saat ini dia di Jakarta. Sudah hampir dua tahun kami pacaran, tapi semenjak dia di Jakarta kami lebih sering ribut. Sakit kepala ku dibuatnya, dia curiga terus ke aku." Kata Denny yang tiba-tiba curhat ke aku. "Ini Way ya, aku tidak punya pengalaman tentang LDR (Hubungan jarak jauh) jadi aku cuma bisa mendengarkan curhatan kau aja tanpa aku bisa kasih saran ke kau. Tapi Den, curhatnya jangan sampai nyaman ya, nanti kau jadi suka pula sama aku. Aku normal Den, nggak homo." Kata ku ke Denny mencoba memecahkan suasana yang menyedihkan itu. "Way-way, lagi-lagi homo yang kau bahas Way. Yaudah lupain aja kisahku tadi." Kata Denny ya
Sebelum aku selesai bicara, Lina sudah menutup telpon nya. "Mau bicara apa si Lina ya?" Batin ku yang menemani perjalanan ku pulang kali ini, bersama mobil box yang aku bawa pulang ke kost ku. Sesampai di kust ku, aku langsung berbaring di kasur yang masi berantakan. Sebab aku merasa lelah sekali, hingga aku tertidur sampai pagi hari. Kali ini aku sengaja bangun pagi tidak seperti biasanya, aku bangun sedikit telat. Sebab hari ini ada mobil box yang akan mengantar ku untuk pergi bekerja. Sesudah mandi, dan bersiap-siap untuk berangkat bekerja aku terkejut bukan main. Sebab aku lihat ponsel ku ada lima panggilan tidak terjawab dari Lina. "Waw... ada apa ini si Lina ya?" Batin ku yang merespon lima panggilan dari Lina yang aku lewat kan karena tidur ku yang sangat lelap. Aku telpon Lina untuk menjawab pertanyaan ku yang bingung, kenapa ini ya? kok tiba-tiba aku begitu pentingnya untuk si Lina, sampai-sampai lima kali Lina menelpon ku karen
"Nih..." Kata Lina sambil melempar kunci motornya. "Mau kemana kita?" Tanya ku, sambil mengikuti Lina berjalan. "Jalan-jalan." Kata Lina yang sedang berjalan sambil memakai jaketnya. "Kemana?" Tanya ku. "Kemana aja yang kau suka." Kata Lina. "Aku tidak ada uang." Kata ku. "Aman." Kata Lina singkat. "Ok." Kata ku singkat juga. Sebab masih bingung dengan prilaku Lina. Tidak Lama kami berjalan, kami pun sampai di parkiran motor di plaza itu. Aku langsung menyalakan motor Lina yang terparkir, dan membawanya. "Ini uang parkirnya." Kata Lina yang memberikan selembar uang lima ribu rupiah sambil duduk di belakang ku. "Ok." Kata ku. Sepanjang perjalanan aku hanya diam. Sebab selain bingung mau aku bawa kemana motor ini berjalan, aku juga gerogi karena Lina diam saja di perjalanan. "Eh, eh, rampok... rampok... rampok..." Lina tiba-tiba teriak "Tadi diam terus, eh sekaliny
"Ah, sudah lah Lin tidak usah di pikiri." Kata ku santai untuk hentikan imajinasi Lina kepada tiga orang tadi. "Ah, iya juga ya." Kata Lina yang mencoba menghentikan pikirannya tentang tiga pria berjas hitam yang gagah, dan misterius itu baginya. "Iya lah Lin, yang terpenting saat ini kita selamat, ya kan?." Kata ku. "Iya selamat, berarti kau sadar tadi kita hampir saja mati gara-gara kelakuan kau?" Kata Lina dengan sedikit membesarkan kedua bola matanya. "Lah kok gara-gara aku Lin? aku kan cuma mau menyelamat kan barang mu." Jawab ku "Iya tapi kau itu sok jagoan, benar apa kata Marta rupanya! Perampok-perampok itu kan sudah menyuruh kita pergi, kenapa coba kau tetap lawan meraka? kau kira kau bisa menang apa?" Kata Lina dengan nada sedikit tinggi, dan dengan kedua bola matanya yang masih membesar. "Ini dua mangkuk baksonya Mas." Kata penjul bakso yang mengantar kan baksonya ke meja tempat kami duduk, dan karena kedatangan tukang bakso
Sepanjang perjalanan kami berdua hanya berdiam saja, sampai tiba di jalan ayahanda baru lah aku coba memecahkan suasana kami berdua yang sunyi itu. "Sudah mau sampai ni." Kata ku yang membuka pembicaraan. "Iya." Kata Lina singkat. "Dimana rumah mu, biar aku antar!" Kata ku. "Udah jangan banyak gaya, nanti setelah kau antar aku di rumah, terus kau mau pulang naik apa? ini kan motor ku." Kata Lina. "Gampang, aku bisa naik angkot atau jalan kaki kok." Jawabku. "Udah, kau turun di kost mu aja, nanti aku pulang sendiri aja. Dekat kok, nggak jauh, lagian nanti aku mau kerumah Marta dulu
Tidak butuh waktu lama kami pun sampai di warung kopi. "Dimas..., Alex... sini-sini duduk! pesan apa? kopi apa? ini hari pesanan kalian berdua geratis." Sapaan Yogik, barista kopi si pecandu judi online. "Ada yang lagi cair nampaknya nih Lex." Kata ku ke Alex sambil melirikan mata ku ke Yogik. "Haha... aman, apapun pesanan kalian berdua, ini malam geratis." Kata Yogik. "Tidak salah ini malam kau mengajak aku kemari Way." Kata Alex sambil menyenggol ku. "Iya lah... Aku mana pernah salah, yang gratis itu rasanya lebih..." "Enak..." Sambut Alex atas perkataan ku.  
"Hehe… susah sih kalau sudah menjadi kebiasaan." Kata ku "Iya Way, apalagi si babi ini sudah berjudi dari kami SMP (sekolah menengah pertama)." Kata Alex ke aku. "Iya Mas, dari SMP (sekolah menengah pertama) aku sudah berjudi. Jangan lah kalian berdua coba-coba berjudi, ih.. seram lah pokoknya." Kata Yogik ke kami. "Eh… jenggot firaun, simpan nasehat itu untuk dirimu sendiri, kami nggak butuh." Kata Alex ke Yogik. "Hehe… pulang kita yuk Lex." Ajakku. "Ih cepat kali pulang bah." Kata Yogik. "Iya Gik, besok kerja aku." Jawabku