Melihat Yasmin yang lemas di atas balkon kamarnya, Jaja panik begitu juga Reza. Masih dalam keadaan tubuh basah, Jaja berlari masuk ke dalam rumah menuju kamar Yasmin. Diikuti oleh Reza yang juga setengah berlari mengekori Jaja."Pelan, Za. Licin!" Jaja mengingatkan Reza agar hati-hati.Jangan dibayangkan betapa anehnya dua lelaki yang satu memakai sempak berenang dan yang satu lagi memakai sempak merah, berlari ke lantai dua.Kreekk...."Bu...ya Allah!" pekik Jaja kaget, melihat Yasmin dalam keadaaan lemas bersandar di tiang balkon."Amiih... hiks..hiks.." Reza malah menangis, menyaksikan amihnya lemas dan wajah yang pucat. Sigap Jaja menggendong Yasmin lalu menaruhnya kembali di atas kasur."Eza, punya minyak kayu putih ga?""Ada, Bang. Tunggu ya!" Reza berlari keluar kamar amihnya. Ia ingin mengambil minyak kayu putih yang memang selalu disimpan di kamarnya."Ini, Bang." Reza mengulurkan minyak kayu putih pada Jaja. Jaja membalur tangan dan juga kaki Yasmin dengan dada berdebar. Me
"Bu, permisi," tegur Jaja saat berdiri tepat di depan kamar Yasmin yang masih terbuka pintunya. Yasmin yang sedang duduk fokus pada ponselnya ikut menoleh."Ada apa?" tanya Yasmin datar. Melihat Jaja sekilas, lalu matanya kembali pada layar ponsel."Reza sudah tidur, saya permisi pulang ya, Bu. Besok saya balik lagi dengan membawa tukang urut.""Oh, oke. Hati-hati," sahut Yasmin sambil tersenyum tipis."Mas Jaja!!" suara Bik Narsih menggema dari dalam kamar mandi Yasmin. Kepalanya menyembul keluar. Hingga Jaja dan Yasmin menoleh pada Narsih."Mau pulang ya? Saya antar ya?" ujar Bik Narsih sambil menyeringai."Emang kamar mandinya sudah bersih?""Sedikit lagi, Bu. Saya antar Mas Jaja dulu ke bawah. Nanti saya lanjutkan lagi sikat kamar mandinya." Bik Narsih sudah berdiri di dekat Yasmin. Matanya tidak lepas menatap Jaja."Tidak bisa! lanjutkan lagi pekerjaanmu!" tolak Yasmin tegas."Sekalian saya kunci pagar, Bu," sela Narsih beralasan. Tetapi ada benarnya juga, pintu pagar memang haru
Jaja sudah sampai di depan gang rumahnya diantar oleh Dokter Vera."Terima kasih sudah mengantar saya, Dok.""Panggil Mbak Vera saja.""Eh iya, Mbak, terima kasih." Jaja menganggukkan kepalanya sambil tersenyum."Besok biar saya bicara pada Yasmin. Kalau Yasmin setuju, mulai lusa, kamu sudah bisa bekerja di rumah sakit.""Alhamdulillah, terimakasih banyak, Mbak Vera." Jaja tersenyum senang. Turun dari mobil sedan mewah Vera dengan hati riang. Vera melambaikan tangan pada Jaja sambil membunyikan klakson.Semoga Bu Yasmin mengizinkanku bekerja pada Dokter Vera, besok. Jaja bermonolog. Senandung riang ia nyanyikan mengisi ruang hati yang tadi sempat gundah karena perkataan pedas Yasmin sekaligus bertemu dengan lelaki yang mengaku calon suami Yasmin. Tawaran pekerjaan teknisi listrik yang dilayangkan Vera membuat ia kembali bersemangat."Assalamua'laykum," seru Jaja sambil membuka pintu rumahnya yang tidak terkunci. Tumben sepi, pikirnya. Bu Ambar tidak menyahut, lampu ruang tengah yang d
"Apa?!" Yasmin kaget, bahkan wajahnya pias."Iya, aku bayarin hutang Jaja ke kamu, ini aku lebihkan dua juta sebagai kompensasi. Rumah sakit lagi butuh teknisi listrik.""Tidak bisa!" tolak Yasmin sambil meletakkan kembali amplop coklat ke tangan Vera."Kenapa tidak bisa?bukannya Jaja kerja jadi supir karena mempunyai hutang dengan kamu lima juta. Ini aku ganti uangnya, Sayaang. Jaja biar kerja di rumah sakit saja." Vera berkata lemah lembut sambil kembali menyodorkan amplop yang ia pegang."Aku harus bicara dulu pada Jaja," tukas Yasmin dengan raut wajah sebal."Oke, baiklah. Semoga Jaja juga setuju." Vera mengerling sambil tersenyum licik. Lalu dengan gemulai keluar dari kamar Yasmin, namun baru memegang engsel pintu, Vera berbalik."Bolehkan kalau aku naksir Jaja?" tanya Vera sambil menyeringai."Ya terserah kamu, bukan urusan aku juga," sahut Yasmin dengan memutar bola mata malasnya."Hehehehe...aku baru tahu lho, muka janda yang lagi cemburu itu kayak gini ternyata," ledek Vera s
Reza seharian uring-uringan. Sudah jam sepuluh siang, tapi Reza belum mau makan apa-apa dari pagi. Anak lelaki itu kesal sekaligus sedih karena Jaja tidak datang ke rumahnya hari ini. Bik Narsih sudah membujuknya agar mau makan, tetapi Reza masih mengunci rapat mulutnya."Makan, Bang. Nanti sakit perut," ujar Yasmin parau karena kakinya sedang dipijat oleh tukang urut langganan keluarga Vera."Iya nanti. Abang tidak lapar. Abang cuma sepi saja," sahut Reza sendu sambil melamun memperhatikan lego di depannya."Besok juga Bang Jaja ke sini. Ibunyakan lagi sakit, Bang."Reza tidak menyahut, ia malah keluar dari kamar Yasmin lalu turun ke bawah untuk menghampiri Narsih yang sedang membuat puding di dapur.Yasmin memandang layar ponselnya. Ada nama papanya tertera di sana. Yasmin enggan mengangkat tapi bunyi itu terus saja berdering.Hallo, Assalamualaykum, Pa.Lagi diurut, Pa. Kaki Yasmin keseleo, tapi sudah tidak apa-apa kok.Aduh, jangan besok deh, Pa. Yasmin aja ga tau kapan baru bener
Lo siento hermana, no he podido encontrar a Riani.(Maafkan aku, Kak. Aku belum bisa menemukan Riani).Ttuuutt...ttuuutt....Sambungan itu terputus. Lelaki berwajah bule mencoba kembali menghubungi seseorang.HalloApa sudah ada kabar?Lama sekali saya tunggu.Saya tidak pakai kamu lagi, jika dua hari nanti tidak ada kabar.****Sementara itu di kamar Yasmin udara mendadak panas, padahal Yasmin baru saja selesai mandi dibantu oleh Bik Narsih. Ia juga mengenakan piyama terusan pendek tanpa lengan, balkon kamar juga sudah dibuka agar udara dan matahari pagi masuk ke kamarnya. Namun tetap saja hawa kamar terasa panas. Semua ini dikarenakan foto yang baru lima menit lalu ia lihat. Rasa penasaran membuat Yasmin akhirnya memberanikan diri untuk menghubungi Jaja.Di lain tempat yaitu lebih tepatnya di sebuah rumah sakit. Seorang wanita paruh baya masih tertidur pulas karena baru saja selesai sarapan. Namun tidurnya terganggu karena suara ponsel anaknya yang sedari tadi berdering.Masih denga
Yasmin mengganti pakaiannya dengan kesal. Bagaimana bisa Jaja tidak menyimpan nomor ponselnya. Dengan perlahan Yasmin memakai rok plisket model dengan panjang di bawah lutut sambil sesekali menahan sakit kakinya. Ia juga mengenakan baju kaos berkerah wanita yang sangat pas di tubuhnya.Tak lupa ia menguncir tinggi rambut hitam ikal miliknya lalu mengoleskan lipstik tipis di bibirnya."Amih mau ke mana? Kaki amih bukannya sakit?" tanya Reza saat masuk ke dalam kamar amihnya yang terlihat sedang berdandan rapi."Amih mau menjenguk Nenek Ambar," sahut Yasmin dengan berjalan sedikit pincang meraih tas selempang mini miliknya."Ibunya abang Jaja?" tanya Reza dengan wajah berbinar."Betul, Sayang." Yasmin mengangguk sambil tersenyum."Abang boleh ikut tidak?" tanya Reza ragu-ragu."Tidak boleh bawa anak kecil ke rumah sakit, Bang," jawab Yasmin kini sudah duduk di sebelah Reza, mengusap lembut rambut ikal anak lelakinya itu."Tapi waktu opa sakit, abang boleh jenguk," sanggah Reza sambil me
"Yasmin, ada apa ini?" teguran seseorang dengan suara bariton membuat keduanya tersadar lalu melepaskan dekapan.Yasmin kaget dengan lelaki yang kini memandangnya dengan penuh tanda tanya. Begitu juga Jaja yang sudah sangat salah tingkah, seperti pasangan yang ketahuan pacaran di semak-semak oleh warga. Antara kaget dan malu."Kamu bukannya sakit? Kenapa bisa ada disini?" tanya Dimas sambil berjalan mendekati Yasmin sambil mengulurkan tangan untuk membimbingnya berjalan. Jaja memandang keduanya dengan mata sayu."Aku bertemu dengan dokter sekaligus menjenguk ibunya Jaja." sahut Yasmin yang menoleh ke arah Jaja."Oh ya sudah, ayo kita pulang! Kamu tidak bawa mobilkan?" ajak Dimas tersenyum hangat."Tadiannya aku mau naik taksi online tapi karena ada kamu, ya sudah dengan kamu saja.""Kami pamit ya, Ja," ujar Dimas mewakili Yasmin. Lelaki itu entah kenapa tidak begitu suka dengan Jaja.Jaja mengangguk sambil tersenyum ramah."Hati-hati, Bu. Terimakasih atas kunjungannya dan semoga lekas