Share

Bab 7 Sepupu Christian Li

"Kau ... kenapa bisa ada di sini?"

Pria bernama Arthur itu tersenyum. Dia memiliki paras rupawan, saat tersenyum, ada lekukan dalam di kedua sisi bibirnya yang membuat senyumannya semakin manis. Wajah pria itu terlihat sangat lembut dengan mata sayu dan rahang bulat, berbeda sekali dengan Christian Li yang memiliki mata tajam dan rahang tegas, membuatnya terlihat lebih tegas dan maskulin.

"Kau tidak mendengar ucapan Bibi Caisa barusan?" Arthur terkekeh pelan saat melihat ekspresi terkejut Aileen.

"Aah, maaf." Aileen tersenyum kaku saat menyadari kebodohannya.

Sudah jelas-jelas Nyonya Caisa tadi memperkenalkan Arthur sebagai sepupu dari Christian Li, tapi dia justru bertanya dengan bodohnya bertanya seperti itu.

“Kau sendiri sedang apa di sini? Apa kau mengikutiku?” goda Arthur dengan senyuman manisnya.

“Dia istri Christian. Mereka baru saja mencacatkan pernikahan mereka siang tadi di kantor catatan sipil."

Jawaban nyonya Caisa membuat Arthur tertegun selama beberapa saat. Bahkan raut wajahnya sempat berubah sebentar. "Oh, jadi kau istri Christian."

"Kalian sudah saling mengenal?" Nyonya Caisa menatap Arthur dan Aileen secara bergantian. Melihat interaksi mereka berdua tadi, Nyonya Caisa berkesimpulan kalau mereka sudah pernah bertemu sebelumnya.

Arthur mengangguk ringan. "Kami tidak sengaja bertemu di restoran. Saat itu, Aileen tidak sengaja menemukan dokumenku yang terjatuh. Akhirnya aku mengajaknya makan siang bersama sebagai ucapan terima kasih," terang Arthur.

Setelah mengajak Aileen makan siang waktu itu, Arthur mengantar Aileen kembali ke kantornya. Dari sanalah Arthur tahu kalau Aileen bekerja sebagai reporter. Sejak itu, beberapa kali Arthur mampir ke perusahaan Aileen untuk mengajaknya makan siang.

Dokumen yang ditemukan oleh Aileen adalah dokumen penting, sehingga Arthur mencoba membalas kebaikan Aileen dengan mengajaknya makan siang beberapa kali ketika dia memiliki waktu senggang.

"Ternyata begitu," kata Nyonya Caisa sambil tersenyum. "Baguslah kalau kalian saling mengenal. Itu artinya kalian tidak perlu waktu lama untuk menyesuaikan diri satu sama lain."

Tatapan Arthur tiba-tiba tertuju pada dahi Aileen yang memar. "Ada apa dengan dahimu?"

"Ooh, ini." Aileen meraba dahinya sambil tersenyum canggung. "Aku tidak senga—"

"Apa itu ulah Christian?" tebak Arthur cepat, sebelun Aileen sempat menjelaskannya.

"Ya. Dia tidak sengaja melempar barang, dan mengenai dahiku."

Tiba-tiba saja Arthur merasa iba melihat kondisi Aileen. Baru saja memasuki kediaman Li, tapi wanita di depannya itu sudah mendapatkan perlakukan kasar dari adik sepupunya. Dia merasa sedikit bersalah atas insiden itu.

"Maafkan adikku. Dia seperti itu karena merasa frustasi dengan kondisinya. Aku harap kau bisa memakluminya."

Aileen tersenyum canggung, setelah itu berkata, "Tidak apa-apa. Ini salahku. Seharusnya aku meminta izin terlebih dahulu, sebelum masuk ke kamarnya."

Dia memang salah karena tidak hati-hati saat akan memasuki kamar Christian Li tadi. Padahal, bibi Nian sudah memperingatkannya lebih dulu.

"Ke depannya lebih berhati-hatilah."

Setelah mengatakan itu, Arthur meminta pelayan untuk membawakan kotak obat. Awalnya, Aileen menolak dengan sopan, tapi Arthur tetap memaksa pelayan untuk membawakan apa yang dia minta tadi. Dia hanya tidak ingin, Aileen berpikir kalau keluarga Li tidak ada yang peduli dengannya. Maka dari itu, dia berusaha untuk berbuat baik padanya.

"Biar aku saja yang menempelkanya," ucap Aileen ketika Arthur berniat menempelkan plester di dahinya. Bagaimana pun banyak pelayan yang melihat, dan juga, ada nyonya Caisa di sana. Aileen merasa tidak nyaman jika dilihat orang lain.

"Biarkan aku membantumu." Ditatap begitu lekat oleh Arthur, membuat Aileen menjadi salah tinggah. "Kau seperti ini karena adikku, jadi biarkan aku melakukan sesuatu untukmu. Anggap saja sebagai permintaan maaf atas sikap kasar adikku."

Ternyata tidak hanya memiliki wajah yang tampan, tapi Arthur juga memiliki kepribadian yang bagus. Aileen merasa tersentuh oleh perhatian pria itu. Dia pikir semua anggota keluarga Li tidak ada yang baik, ternyata dia salah. Tidak hanya memiliki wajah yang tampan, ternyata Arthur juga sangat baik.

"Terima kasih."

Nyonya Caisa dan semua pelayan yang ada di ruangan seketika menatap ke arah Arthur yang sedang berdiri di hadapan Aileen sambil memasangkan plester di dahinya.

Setelah plester terpasang, nyonya Caisa meminta Arthur dan Aileen untuk segera duduk. Aileen duduk di kursi yang sudah ditarik oleh pelayan yang bersebrangan langsung dengan Arthur.

"Karena kita sudah berkumpul, kita mulai saja makan malamnya."

Usai mendengar itu, Aileen langsung melemparkan pertanyaan dulu pada nyonya Caisa, "Bagaimana dengan Christian? Kita tidak memanggilnya turun?"

"Dia tidak pernah mau makan malam bersama kami. Dia lebih suka makan di kamarnya. Bibi Nian akan mengantarkan makanan padanya setelah ini. Lebih baik kita makan malam sekarang," jawab Nyonya Caisa.

Mungkin memang kurang nyaman bagi Christian Li bertemu banyak orang dengan kondisinya yang seperti itu. Aileen bisa mengerti itu. Akan merepotkan juga baginya kalau harus naik turun, meskipun ada lift di rumah itu.

"Baiklah."

Setelah selesai makan, Aileen segera pergi berpamitan pada nyonya Caisa dan Arthur untuk kembali ke kamarnya. Sejak tadi pikiran terus tertuju pada Christian Li.

Entah mengapa, dia merasa cemas. Dia takut pria itu tidak makan dengan baik di kamarnya. Meskipun tadi pria itu sudah melemparnya dengan barang, hingga membuat dahinya memar serta pelipisnya tergores, tapi Aileen tidak marah, justru dia merasa iba saat memikirkan pria itu makan sendiri di kamarnya.

Baru saja Aileen akan menginjakkan kakinya di lantai atas, terdengar suara Arthur memanggilnya. "Tunggu sebentar, Aileen."

Alieen seketika menoleh seraya menghentikan langkahnya. "Ada apa?" tanya Aileen setelah mereka berdiri saling berhadapan di anak tangga terakhir di lantai 2.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status