Pagi ini rasanya aku seneeeng banget, semangat juga menatap hari-hari yang biasanya seperti memusuhiku. Bukan tanpa alasan, tapi karena begitu bahagianya aku mendengar penuturan Rey tadi malam, yang berarti cintaku nggak bertepuk sebelah tangan.
Sebenarnya aku sih udah yakin sembilan puluh sembilan persen kalau Rey juga punya perasaan yang sama kayak aku, tapi yang namanya perempuan kan butuh pengakuan dan kepastian dong, oleh sebab itu aku mendesak Rey supaya jujur, biar adil juga karena aku udah jujur waktu itu.
Sayangnya saat kutanya sejak kapan Rey jatuh cinta sama aku, dia nggak mau jawab dan memilih untuk mengalihkan topik pembahasan. Kesal sih, karena aku penasaran tapi nggak terjawab.
"Cie ... cie ... yang lagi senyum-senyum sendiri," ledek mama yang seketika membuatku terpaksa harus menyembunyikan senyuman.
"Apaan sih, Ma," sungutku. Udah kepalang malu kalau ketahuan begini mah. Untung yang mergokin cuma mama, coba kalau ketig
"Halo, Bang Rey.""...." Nggak ada jawaban."Bang," panggilku lagi.Nggak ada jawaban lagi, tapi kali ini suara ribut-ribut begitu mendominasi. Apa yang sedang terjadi di sana?Pikiranku bener-bener nggak tenang sekarang, segera aku kembali ke tempat di mana tasku ditaruh tadi. Tanpa basa-basi, aku langsung pergi meninggalkan kelas setelah mengambil tas.Terdengar suara teman-temanku memanggil, di depan pintu juga sempat berpapasan dengan dosen yang akan mengampu di kelasku, tapi aku nggak mempedulikan itu semua, sekali lagi karena pikiranku yang lagi kalut-kalutnya.Begitu sampai di depan gerbang kampus, aku mengeluarkan ponsel pemberian Rey ini untuk memesan ojek online. Semoga aja cepet dapetnya.Sempat beberapa kali di cancel, akhirnya ada ojol yang fix mau nganterin aku."Pak, cepetan ya, Pak, kalau bisa ngebut," desakku pada driver ojol yang kutumpangi ini."Siap Neng ..
Sore ini aku balik kampus sendirian, karena Rey lagi nggak bisa jemput. Tadi sih sempet ditawari tumpangan sama Difi, tapi aku menolak dan bilang kalau aku mau mampir dulu. Mampir ke suatu tempat yang nggak boleh Difi tahu.Sepertinya cewek kayak Hera itu emang nggak ada jeranya, buktinya sekarang dia lagi-lagi membuat keributan di resto cabang punya Rey. Hal itulah yang bikin Rey nggak bisa jemput aku.Dari lubuk hati yang paling dalam, sebenernya aku tuh pengen bantuin Rey buat ngelawan si sundel bolong, tapi apalah mau dikata, Rey sama sekali nggak memperbolehkanku untuk kembali melawan Hera, katanya itu biar jadi urusannya aja, Rey juga takut kalau aku sampai kenapa-napa.Sembari menunggu ojek online yang udah aku pesan, aku scroll laman instagram, lumayanlah buat ngurangin gabut. Kalau duduk-duduk doang nggak ngapa-ngapain kan nanti dikiranya aku anak hilang.Mataku melotot melihat gosip yang di up oleh akun yang bernama 'Lambe le
Tiba di kamar mandi, aku letakkan dulu test pack-nya di dekat wastafel, beserta wadah bekas yang akan kugunakan untuk menampung air seni nanti.Begitu membuka celana dalam, kulihat ada bercak-bercak merah lumayan banyak.Wah, aku menstruasi kayaknya. Ye, ye, ye ... nggak jadi hamil. Padahal test peck-nya belum aku pake.Mungkin cuma diriku aja yang girang saat tau aku nggak hamil. Di luar sana padahal pada sedih kalau hasil test peck-nya masih negatif.Bukan aku nggak mau punya anak, tentu saja aku mau, tapi aku rasa sekarang bukan waktunya karena aku belum selesai kuliah.Kalau aku punya otak yang encer alias pinter, nggak papalah hamil waktu masih kuliah, lah aku ini otaknya pas-pasan gini, takutnya tambah pusing nanti.=================================Habis maghrib gini, aku memutuskan untuk masak buat makan malam. Tadinya sih mama yang mau masak, tapi aku larang.Niatnya mau masak buat pak
Menyadari kedatanganku, ayah mertua sama oma menoleh ke arahku. Sedetik kemudian, tatapan tajam mulai oma hadiahkan untukku."Mariska! Kenapa kamu bawa perempuan itu ke sini?!""Ma, biarinlah, Key kan istrinya Rey, menantu kita," sanggah ayah mertua.Aku diam. Tangan kiriku menggenggam erat tangan bunda, mencari kekuatan dan dukungan darinya.Sekian bulan nggak ketemu, sikap oma masih sama aja kayak dulu. Apa dia nggak capek ya musuhin aku terus. Apa aku ini buruk banget di pandangamnya, hanya karena aku berasal dari keluarga yang biasa-biasa aja?"Iya, Ma, Key ini bagian dari keluarga kita." Kini bunda yang membuka suara sambil membalas genggaman tanganku. Sepertinya bunda paham kalau aku sedang meminta dilindungi, walau aku tau bunda nggak akan bisa menang dalam membelaku, mengingat sikap oma yang nggak mau mendengar masukan orang."Halah, keluarga," cibir oma. "Saya nggak pernah tuh nganggep dia keluarga, apa
"Gila, Key, masa Bang Rey disuruh buat cereiin lo sih," ucap Difi setelah aku ceritakan semua yang terjadi tadi malam di rumah bunda.Aku menyesap jus melonku, kemudian mengangguk membenarkan ucapan Difi. "Gue serius, Dif, omanya Rey itu emang belum suka sama gue, masih musuhin gue. Jangankan gue yang baru nikah sama Rey kemarin, ayah mertua gue juga didesak buat cereiin bunda.""Gak waras tuh nenek tua. Terus-terus, Rey sama ayahnya nurutin permintaan gila itu gak?" Difi menatapku."Ya nggaklah, mana mungkin ayah cerein bunda, gue bisa liat gimana cintanya beliau sama bunda, meskipun gue cuma menantunya," ujarku. "Dan Rey juga dengan tegas menolak itu. Rey juga belain gue mati-matian, nggak kek dulu yang diem aja waktu gue dihina.""Alasannya apa sih, Key, kok segitu nggak sukanya sama lo si omanya Rey itu? Terus masalahnya apa juga sampe nyuruh mertua lo cerai?" tanya Difi."Alasannya cuma karena gue bukan berasal dari keluarga
Keluar dari ruangan Rey, mataku menyisir setiap sudut resto, mencari keberadaan Difi. Biasanya sih tuh anak suka nyari meja di pojokan, sama kayak aku.Aku melotot begitu menemukan di mana Difi berada. Dia duduk di meja yang lumayan dekat sama pojokan, meski bukan yang pojok banget. Yang bikin aku kaget, Difi duduk berhadapan dengan ... Alex. Mana mereka udah kayak akrab banget lagi, masa baru kenalan tadi langsung haha hihi cekikan.Bukan aku cemburu sama kedekatan mereka, karena sebenarnya aku cuma ngefans aja sama Alex, bukan perasaan yang lain. Heran aja kenapa bisa langsung sedekat itu, padahal tadi waktu aku ngenalin mereka, Alex tampak malu-malu kucing, eh, sekarang malah kayak udah jadi kucing garong. Fuck boy mungkin."Ehem," dehemku begitu sampai di dekat meja mereka. Difi dan Alex pun kompak menoleh ke arahku. "Kayaknya udah ada yang saling kenal dan merasa nyaman nih," sindirku.Alex menunduk, sedangkan Difi jadi salah ting
Jantungku berdegub begitu kencang ketika mobil yang kutumpangi ini tiba di pelataran rumah oma.Kulihat Rey dan bunda sama-sama melepaskan sabuk pengaman, sedangkan aku masih sibuk menenangkan perasaan sembari menerka-nerka apa yang akan terjadi di rumah oma nanti."Key, ayo turun," ajak bunda yang kemudian membuka pintu mobil.Untuk menjawab ajakan bunda saja bibirku rasanya kelu. Sedari tadi juga aku sibuk berkomat-kamit membaca doa juga surat-surat pendek yang aku hafal, niatnya biar nanti jin yang ada di tubuh oma nggak lagi menyerangku dan mencaci makiku."Sayang, kok diem aja? Ayo turun." Sekarang giliran Rey yang mengajakku turun."Emmm ... aku nunggu di mobil aja ya, Bang," pintaku pada paksu yang sedari tadi menatapku lekat dari kursi kemudi."Kok nunggu di mobil sih, lama lho nanti, kamu bisa bosan. Lagi pula kan kita ke sini karena oma yang pengen ketemu kamu, masa kamunya malah nggak mau turun." Iih,
"Bun, kok bang Rey nggak ada di kamar sih?" tanyaku pada bunda. Tadi aku ke kamar Rey, tapi nggak ada dia di sana, entah lagi di mana, padahal udah pulang."Oh, Mungkin ada di ruang kerjanya, Key," jawab bunda.Dahiku mengernyit. "Ruang kerja? Emangnya di sebelah mana, Bun?"Jujur, aku belum terlalu paham setiap sudut ruangan di rumah mertuaku ini, karena kalau ke sini juga jarang keliling rumah."Di sebelah kamar Rey persis, Key, masa kamu nggak tau sih." Bunda menggelengkan kepalanya, mungkin heran sama aku. "Sana kamu samperin, terus ajak makan malam juga ya, soalnya tadi Rey belum makan."Aku mengangguk. "Oke, Bun. Ya udah, Key ke tempat bang Rey dulu, Bun."Setelah mengatakan demikian, aku pun langsung bergegas menaiki tangga menuju ruang kerja Rey. Kalau aja aku tau di mana ruang kerjanya, yang bersebelahan persis sama kamar Rey, aku nggak perlu tadi buat turun dulu. Kayak gini kan jadinya aku naik t
"Bang, ini dede nangis, tolongin dong ...," teriakku di sela-sela tangisan bayi yang baru saja kulahirkan lima hari yang lalu. Tadi popoknya sudah ku-cek, barangkali dia pipis atau pup, tapi ternyata tidak. Aku susui, tetap saja dia tidak mau, mungkin masih kenyang juga karena sepuluh menit yang lalu baru kususui. Meski sudah kutimang-timang penuh kasih, sudah coba kuhibur dengan berbagai macam cara, termasuk mengajaknya bicara, tetap saja dia asyik menangis. Anehnya, begitu dia diambil alih oleh ayahnya, maka spontan tangisannya mereda. Tapi sekarang ke mana bang Rey? Kok tidak muncul juga? Biasanya sekali panggil, dia langsung menghampiriku. "Baaang," panggilku dengan volume suara yang lebih keras dari yang tadi. Mana bayinya nangisnya tambah kenceng lagi. Sungguh aku jadi pusing. "Apa sih, Key, kok teriak-teriak?" Bukannya bang Rey yang datang, tapi mamaku. Mama memang setiap hari ke sini buat nengokin cucunya ini. "Ini dede nangis, Ma," ucapku sedikit khawatir karena dari tad
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'Achla El Aufa' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰"Bang, aku pengen seblak, nih," pinta Key padaku dengan nada manjanya yang selalu sukses membuatku tak tega untuk menolaknya. Apalagi sekarang dia tengah mengandung buah cinta kami.Meski usia kandungan Key sudah memasuki bulan ke delapan, tetap saja dia minta yang aneh-aneh dengan alasan nyidam, terlebih saat tengah malam begini."Besok aku beliin ya, sekarang kamu tidur, udah malem ini, kasihan baby kalau diajak begadang," ujarku menolak secara halus permintaan Key sembari mengusap lembut perut yang di dalamnya bersemayam darah dagingku."Ih, nggak mau! Aku maunya sekarang, Bang. Baby pengennya sekarang nih," rajuknya.Aku menghela napas berat. Sebenarnya sudah aku pastikan dia akan memprotes seperti itu, pasalnya buk
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'Achla El Aufa' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰Tiga bulan setelah kepulangan dari bulan madu, aku belum juga dinyatakan positif hamil. Setiap bulan aku selalu rutin mengecek lewat test peck, berharap ada dua garis di sana, namun sepertinya memang belum rezekiku untuk memiliki momongan.Belum dikasih hamil, ada plus minusnya. Plusnya ya aku bisa fokus untuk mengerjakan skripsi, dan berharap tahun ini bisa lulus. Minusnya kadang aku merasa insecure, takutnya Rey akan berpaling ke lain hati.Beruntungnya aku punya suami seperti Rey. Dia tidak pernah menuntut agar aku cepat hamil. Rey juga selalu membesarkan hatiku jika test pecl yang kugunakan sehabis ngecek, masih bergaris satu.Oh, ya, sekarang aku dan Rey tidak lagi tinggal di apartemen, melainkan di pondok indah mertua, alias rumah o
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'Achla El Aufa' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰Bau obat-obatan menusuk di indra penciumanku. Tembok serba putih kini menjadi pemandangan.Ya, di sinilah aku sekarang. Di rumah sakit yang ada di Jakarta.Bukan aku atau Rey yang sakit, bukan juga orang tua atau mertuaku, melainkan oma.Oma kritis setelah mengalami kecelakaan saat ikut mobil yang dikendarai oleh Sahila. Menurut penuturan asisten rumah tangga di rumah oma, akhir-akhir ini oma memang sering berpergian dengan Sahila, dalam rangka kerjasama bisnis.Aku dan Rey serta beberapa anggota keluarga besar Rey, turut memenuhi ruang tunggu di depan ruangan tempat oma dirawat.Jika oma kritis, maka lain halnya dengan Sahila. Sahila dinyatakan meninggal dunia tepat setelah dibawa ke rumah sakit.Ada sedikit
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow ' biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕ Happy reading🔰 Setelah kemarin malam aku dan Rey sedikit berdebat tentang tempat di mana kami akan bulan madu, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Bromo di Malang Jawa Timur. Sebenarnya itu sih dapet rekomendasi dari bunda sama mama. Katanya di sana tempatnya indah dan nyaman, juga dingin, jadi pas bagi pasangan yang mau honeymoon. Di sinilah aku dan Rey sekarang, di balkon kamar hotel yang langsung menampakkan pemandangan indah gunung Bromo. Ternyata bener apa kata bunda sama mama, di sini bagus banget. Takjub sudah pasti, apalagi ini pertama kalinya aku ke sini, maklumlah, selama ini aku cuma muter-muter di ibu kota doang, kalau mudik ya paling ke bandung, karena mama sama papa asli orang sana. Destinasi wisata paling jauh yang pernah kukunjungi sebelum ini, ya cuma ke Bali ngikut Rey waktu itu. "Sayang, kamu lagi liatin apa sih? Kok seri
"Key, kamu betah tinggal di sini?" tanya mama sambil mengedarkan pandang, melihat setiap pojokan apartemen yang kuhuni sama Rey. Hari ini mama berkunjung ke sini."Eem, sebenarnya sih belum terlalu betah sih, Ma, tapi dibetah-betahin demi ketentraman hidup plus kelangsungan rumah tangga aku sama Rey, Ma," jawabku sambil membuat minuman untuk mama."Uluh-uluh ... anak mama udah bisa ngomong bijak ternyata." Mama mencubit gemas pipiku. "Ini pasti Rey yang ngajarin. Beruntung mama punya menantu kayak Rey, anak mama yang manja ini, bisa diubah jadi bijaksana."Aku mencebik mendengar ucapan mama. Tadinya aku kira mama beneran mau memuji aku, eh, ternyata malah mau muji menantunya itu."Iya deh, iya, puji terus tuh menantu mama yang baik hati itu," sinisku.Bukannya aku nggak suka kalau mama memuji Rey, tapi rasanya aku tuh cemburu. Sebagai anak kandungnya, bisa dikatakan jarang banget mama memujiku, tapi baru punya mantu be
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'aufa21' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰Setelah tragedi oma yang memaksa Rey untuk menikahi Sahila dan menceraikanku, Rey memutuskan untuk membawaku pergi dari rumah. Maksudnya bukan kabur, karena tentu aja kami pamit sama orang tua kami masing-masing. Rey mengajakku untuk tinggal di apartemen yang dia sewa dari temannya.Awalnya aku menolak, sebab aku nggak mau jauh-jauh dari orang tua, tapi setelah Rey menjelaskan alasan kenapa kami harus tinggal sementara dulu di apartemen, aku pun menurut. Keputusan ini Rey ambil agar oma nggak lagi menyuruh hal-hal yang menjurus untuk memisahkan Rey denganku. Harapan tinggal di apartemen ini untuk menghindari oma, meski kemungkinan oma bisa menemui Rey di restorannya."Bang, kamu yakin kalau oma nggak bakal tau apartemen ini?" tanyaku sambil menyodorka
"Oma mau nyuruh apa lagi sama bang Rey, Bun?"Bunda menghela napas kasar, lalu beralih menatapku sendu. "Bunda sih nggak tahu pastinya, Key, tapi firasat bunda mengatakan kalau oma bakal nyuruh yang aneh-aneh dengan menghadirkan mantan pacar Rey."Duh, duh, duh, tiba-tiba alarm tanda bahaya berbunyi di kepalaku setelah mendengar ucapan bunda barusan.Kalau dipikir-pikir sih, iya, oma bakal nyuruh Rey yang aneh-aneh."Bunda tenang aja, Key yakin kalau bang Rey nggak akan nurutin kemauan oma." Aku menggenggam tangan bunda.Mertuaku ini tersenyum manis padaku, kemudian membalas genggaman tanganku. "Key, janji ya, apapun yang terjadi, kamu jangan tinggalin Rey. Bunda udah terlanjur sayang banget sama kamu, melebihi Rey yang anak kandung bunda sendiri."Hatiku menghangat dengan penuturan bunda. Ternyata mertua baik hati nan idaman kayak bunda ini, nggak cuma ada di film-film sama novel yang biasa aku tonton dan baca. Sosok
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'aufa21' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰Tiba di pelataran rumah bunda, kulihat ada sebuah mobil warna merah yang cukup mewah. Kalau merk-nya sih aku nggak tau, maklumlah warga kismin, mana paham sama merk-merk mobil.Sama denganku, Rey juga kayak bingung liat ada mobil yang terparkir di halaman rumah orang tuanya ini."Mobil siapa, Bang? Ada tamu kah?" tanyaku sambil melirik ke Rey.Suamiku ini mengerutkan dahinya, tanpa dia jawab, aku udah tau kalau dia juga nggak tau siapa pemilik mobil itu."Nggak tau, Key, jarang ada yang bertamu ke sini pake mobil yang warnanya mencolok begitu." Nah, bener kan tebakanku kalau Rey juga nggak tau."Temen kamu mungkin, Bang," kataku menebak, meski sejak menjadi tetangganya, nggak pernah aku liat ada temen-temen Rey main ke ru