"Gue emang nggak tau bambang!" umpatku.
Rey menjitak keningku dengan jarinya. "Aduh, sakit tau." Aku mengaduh sekaligus tak terima.
"Kamu bener-bener nggak pinter, kemana kamu waktu pembagian otak dulu?"
"Lagi jalan-jalan sambil nyari tahu sumedang," ketusku.
"Yang dipikirin kamu cuma makanan terus," sinis Rey.
"Biarin, hidup kan butuh makan. Biar kuat menghadap kenyataan. Apalagi sekarang hidup gue dikelilingi makhluk-makhluk menyebalkan sejenis lo itu, jadi butuh banyak asupan makanan."
"Banyak makan tapi nggak gede-gede juga, termasuk itunya." Mata Rey mengarah ke bagian depan tubuhku.
Refleks aku menyilangkan kedua tanganku untuk menutupi bagian yang Rey maksud. Ya meskipun aku lagi pake hoodie yang jelas pasti sangat menutupi, apalagi hoodie-nya kan longgar alias nggak ketat, jadinya nggak bakalan nyatak. Eh, nyetak apaan emang?
"Rey ... kamu itu, kenapa harus bersikap seperti itu, Key itu sekarang istri kamu, tanggung jawab kamu. Bunda nggak pernah ngajarin ya, kalau kamu kayak gitu, kasihan Key." Bunda berbicara sambil menjewer telinga kiri Rey. Dan Rey pun mengaduh kesakitan. Haha ... kasihan deh lu bambang!Aku tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan aksi bunda memarahi Rey. Sungguh pemandangan langka."E-eh, apa yang kamu lakukan sama cucuku Mariska?"Semua yang ada di dapur pun serentak menoleh ke arah si empunya suara, termasuk aku.Tahu siapa yang tadi ngomong? Ya jelas si oma ompong lah, siapa lagi di rumah ini yang bisa ngomong ketus selain Rey dan omanya itu."Eng-enggak kok, Ma." Bunda melepaskan jeweran tangannya dari telinga Rey. Yah, padahal lagi pertunjukan seru, malah digangguin. Jarang banget kan kalau aku lihat Rey ketakutan sama bunda tadi, biasanya kan dia gayanya sok banget gitu lah, e
Part 15bSetelah selesai makan malam bersama, aku membantu bunda membereskan piring-piring kotor, dan membawanya ke wastafel. Kalau untuk urusan ini sih kecil, aku sering di suruh mama di rumah untuk eksekusi peralatan setelah makan. Nasib jadi perempuan. Mungkin kalau udah ompong kayak oma, baru deh berhenti dari pekerjaan domestik kek gini.Entah ada angin apa, si manusia batu dengan suka relanya mau turun tangan membantu mencucikan piring. Hmmm ... tahu diri juga ternyata. Bagus deh, kan aku jadi ngirit tenaga. Sekalian ngerjain dia juga mumpung oma ompong udah ke depan nonton tv sama om Danu. Jadi nggak bakalan lihat kalau cucu kesayangannya ini lagi cuci-cuci."Udah Bunda, sini biar Key aja yang nerusin. Bunda istirahat aja." Aku menghentikan sekaligus merebut kain lap yang sedang bunda gunakan untuk mengelap meja makan. Kasihan juga kan, pasti tadi bunda masak sendirian."Eeh nggak usah Key, udah b
"Sudahlah tidur lagi saja, ini masih pagi belum subuh. Kamu tadi nyenyak banget tidur di pelukan saya."Wah fitnah ini. Dikira aku percaya."Nggak usah ngarang cerita deh, gue nggak percaya.""Siapa yang ngarang cerita?""Ya lo lah, siapa emmhhh." Si^lan nih orang ngapain nyosorin bibirku.Rey masih saja membungkam mulutku. Apa aku pingsan aja ya?Aku terus meronta karena pada kenyataannya aku nggak bisa pingsan. Kurang asem emang ni orang, bikin aku kekurangan nafas aja."Emmmmph." Aku memukul-mukul dada Rey. Sampai akhirnya terlepas juga tautan bibirnya dari bibirku. Segera kuelap bibirku dengan telapak tanganku. Jijik euy. Sembarangan aja dia main nyuri ciuman pertamaku, mana baru bangun tidur lagi. Padahal aku telah bertekad untuk mempertahankan bibir seksiku ini untuk suamiku nanti. Eh, tapi kan dia suamiku, eh tapi kan aku nggak cinta d
"Lo ngaco aja deh, kerasukan jin mana, lo?""Sayang, kamu ngomong apa sih?" Aduh, mana makin kenceng lagi meluknya. Kan aku takut khilaf."Lo yang ngomong ap---" Sialan, mulutku dibekap sama Rey. Untung bekapnya pake tangan, bukan pake ... ah, sudahlah. Aku malu kalau mengingat kejadian di kamar."Saya kan sudah bilang, jangan pake bahasa kasar kalau di depan bunda dan yang lainnya," lirih Rey. Kulihat bunda udah sibuk dengan aktivitas memasaknya. Jadi nggak lihat ini semua, kalau lihat, pasti dikira lagi mesra-mesraan."Ya udah ih." Aku menepis tangan Rey. "Lagian lo juga yang ngapain tiba-tiba ke sini, bukannya tadi bilang mau jogging?" Aku ikut berbicara lirih."Saya berubah pikiran, sepertinya lebih mengasyikkan kalau di kamar saja sama kamu." Rey menyilangkan kedua tangannya ke dada sedang matanya tak lepas memandangiku."Ish, pagi-pagi udah mesum." Aku mengge
"Kamu kalau laper tinggal ke sini aja Key, mama ngerti kok kalau kamu sungkan makan banyak-banyak di rumah mertua, mama juga gitu dulu." Nah, mamaku emang paling nggak tega biarin anaknya kelaparan."Beres, Ma, kan cuma berapa langkah doang tinggal nyebrang, nyebrangnya juga bukan jalan raya." Aku menjawab disela-sela makanku."Ehem." Kok kek ada suara ya."Owh, ya ampun mantu mama udah dateng, sini-sini ikut sarapan." Mama langsung heboh begitu tahu siapa yang datang. Perasaan waktu aku tadi yang datang, mama nggak sebahagia ini deh. Kan jadi merasa tersingkirkan. Sebenarnya yang kedudukannya sebagai anak itu siapa sih."Makasih, Ma, tapi saya sudah sarapan tadi," ucap Rey."Iya mama udah tau kok, tadi Key udah bilang. Tapi nggak papa juga kan kalau sarapan lagi, tuh Key aja udah mau dua piring.""Uhuk." Aku tersedak mendengar ucapan mama ya
"Oh iya, aku mau kasih ini, Key." Kak Arga memberikan sesuatu untukku, yang setelah kuterima ternyata sebuah undangan. Ya, undangan pernikahannya dengan ... wanita pilihannya.Aku membuka dan mulai membaca undangan itu. Setelah selesai, aku kembali mendongak. Namun, udah nggak ada lagi kak Arga di sampingku.Ke mana dia?"Kak, Kak Arga ... where are you going?" Aku celingukan mencari kak Arga.Heran deh, barusan aja duduk di sampingku, eh ditinggal baca undangan doang tiba-tiba ngilang. Sebenarnya dia makhluk apaan sih. Kan jadinya aku ngeri.Aku terus berusaha mencari kak Arga. Berjalan ke sana ke mari, barangkali dapat kutemukan dia. Namun, seluruh taman sudah kususuri, tak kunjung kutemukan juga batang hidupnya. Secepat itu kah dia pergi. Tapi, bayang dan rasa untuknya masih ingin berlama-lama di hati. Hoek, lebay."Key, Keyla ...." Terde
"Key udah siap," ucapku datar. Sedatar perasaanku sekarang."Nah, akhirnya princess keluar juga," sindir mama.Aku tak membalas ucapan mama, males kalau nanti ujung-ujungnya debat, kan nggak enak, nambah bad mood doang. Susah ngembaliin mood kalau udah bad.Aku beralih menatap Rey, yang sedang berdiri sambil menatapku seperti ... oh kenapa dia? Kok diem-diem bae, bukannya dari tadi nyerocos sama mama, eh sekarang malah melempem kek kerupuk, mana pandangannya gitu lagi sama aku. Kenapa sih dia?"Ehem ... kayaknya sang pangeran terpesona nih, sama princess jadi-jadian," ucap Mama sambil senyum-senyum nggak jelas.Rey gelagapan, sepertinya ucapan mama tadi berhasil mengembalikan kesadarannya dari lamunan."Eh, oh, kamu udah siap, Key?" tanya Rey salah tingkah."Udah siap dari tadi kali," ucapku ketus "lo aja yang nggak sad
"Ehem." Rey berdehem. "Iya, Key juga sudah baik kok jadi istri, makanya saya merasa beruntung jadi suaminya." Rey masih merangkul pundakku, kini semakin erat. Takut banget aku kabur."Setiap malam istri saya ini juga sangat ... ehem, iya kan, Sayang?" Eh, ini Rey tanya apa sih? Mana wajahnya deket banget lagi, kan malu dilihat Difi.Aku juga kenapa jadi bengong begini sih, nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Hingga tanpa terasa sesuatu yang kenyal mendarat di pipiku.Apa ya itu? Kok tiba-tiba bikin kepalaku nyut-nyutan begini."Wow ... so sweet banget sih kalian, ngalahin drakor yang biasa gue tonton," ucap Difi dengan raut wajah yang lebih berbinar lagi seperti tadi. "Muka lo udah merah banget tuh, Key. Segitu ngefeknya ya ciuman bang Rey di pipi lo."Mendengar ocehan Difi, aku segera tersadar dari lamunanku, meskipun tadi rasanya ingin pingsan. Biarlah dibilang ratu ping