"Itu aku sudah mengirim kontak temannya Rahma, tolong kau temui dia, sepertinya ada yang penting yang akan dia bicarakan," kata Bastian sebelum sampai di rumahnya
"Oke," jawab Romi singkat.
"Oya, kenapa kau tidak langsung menemui Rahma atau menelponnya?" tanya Romi.
"Kau tahu kenapa kau tidak bisa menghubungiku?" Romi hanya menggeleng.
"Itu karena aku terus mencoba menelponnya, tapi perempuan itu gak mengangkat telponnya," kata Bastian kesal.
Wajah Bastian terlihatbterlihat kusut, rambutnya yang biasanya selalu rapi kini habis diacak-acaknya.
"Kau kirim SMS-lah," kata Romi.
Ah ... Bastian harus lebih banyak menahan emosi hari ini, perkataan Romi membuatnya bertambah jengkel lagi.
"Gak perlu kau ajari sudah kukirim itu pesan sampai jariku pegal mengetiknya," katanya sewot.
"Ya, sudah. Entar juga dia baca SMS-nya."
"Aku gak yakin, palingan pesanku sudah dia hapus tanpa membacanya. Sekarang nomorku sudah diblok
Hari ini hari ketiga Rahma di sini, sehabis makan siang dia akan beristirahat sebentar untuk salat zuhur di kamarnya, dia segera menuju ke tempat resepsionis di mana dia menitipkan kunci kamarnya. Ketika melewati lobi, tampak sesosok pria yang familiar baginya tengah duduk di sofa lobi. Wajahnya yang tegas ditumbuhi cambang tipis dan kumis tipis, alis matanya yang tebal dengan mata elang, dahulu selalu membuat hatinya berdesir. Dia segera menghampiri pria itu sekedar menyapanya."Mas Fauzan? Benarkah kau Mas Fauzan?""Rahma! Kau Rahma, kan?" tanyanya sambil berdiri dari tempat duduknya menatap Rahma dengan mata berbinar."Apa kabar, Mas? Sedang apa di sini?" sapa Rahma."Ooh ... aku ada acara dari kantor, kamu sendiri sedang apa di sini?" tanya lelaki itu tersenyum sumringah."Aku ada workshop, Mas," jawab Rahma singkat."Workshop? Workshop apa kalau boleh tau?" tanya Fauzan sambil mengernyitkan dahi"Workshop guru BK, Mas. Sekarang a
"Halo, Assalamualaikum," Rahma menerima panggilan telepon "Rahma ... ini aku, Fauzan." Suara di seberang telepon. "Oo Mas Fauzan. Iya ada apa, Mas?" "Kau masih sibuk?" "Ini baru masuk kamar hotel, Mas." "Baru jam sembilan, ayo kawani aku ngopi di restauran hotel," kata suara lelaki itu "Baiklah, saya ke sana," jawab Rahma. Sebenarnya Rahma merasa senang bukan lantaran Fauzan adalah mantan kekasihnya dulu, tapi dia senang karena di kota ini ada seseorang yang dikenalnya. Kegiatan workshop yang padat membuat dia tidak bisa sekedar berekreasi sejenak menikmati suasana Jogja. Sesampainya di lobi hotel ternyata Fauzan sudah menunggunya. "Ayo, Mas. Kalau mau ke resto" ajak Rahma pada pria itu. "Em, Rahma. Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke Malioboro?" kata pria itu. "Tapi ini sudah malam?" "Suasana malam malah asyik loh ...," kata pria itu tersenyum menggoda.
Hari ini Bastian menghadiri pernikahan anak Pak Jonathan, dia menggunakan kapal cepat ke pulau Pramuka di kepulauan seribu. Rencananya selepas ijab qobul Bastian akan segera pulang ke Jakarta. Kondisi fisiknya sudah lumayan prima, tetapi dia masih menjaga pola makannya. Pak Sagala walau sudah siuman namun kondisinya belum pulih, masih berada di ruang perawatan. Senin besok rencananya mau operasi pemasangan ring. Selama dirawat empat hari di rumah sakit, Bastian hanya total beristirahat, keadaannya jauh lebih tenang jika memikirkan Rahma tengah berada di Jogja, biarlah ... semoga perjalanannya ke Jogja membuat perempuan itu bisa refreshing, setelah pulang dari sana semoga pikirannya lebih tenang. Mengingat Rahma, Bastian jadi ingat temannya Rahma, Fitri. Apakah Romi sudah menghubunginya? Atau sudah menemuinya? Apasih yang mau dibicarakan wanita itu?Bastian segera mengecek handphonenya, tidak ada pesan baru dari Fitri.''Sebaiknya kutelpon Romi," gumamnya
"Pak Romi ya? Maaf ya menunggu lama, soalnya membereskan berkas tugas siswa dulu," kata gadis itu tersenyum sempurna."Oh, tidak papa. Ayo silahkan masuk," kata Romi membukakan pintu mobil depan untuk fitri."Emm, saya duduk di belakang saja, Pak. Tidak enak rasanya duduk di samping laki-laki yang bukan mahrom," kata Fitri memberi pengertian pada Romi.Mendengar perkataan Fitri membuat mata Romi membelalak lebar.'hmm ... segala jurus bakal gue keluarin, demi membuatmu duduk di sampingku ... he ...he ... he ....'"Em, maaf ya ... saya bukan supirmu loh, kalau keberatan duduk di depan ya, saya juga keberatan nyetirin mobil, panggil saja mahrommu yang menyetir ini mobil," kata Romi berpura-pura marah."Oh, maaf. Bukan maksud saya menganggap anda supir," kata Fitri jadi tidak enak hati."Ya, sudah. Ayo duduk,"Romi memaksa Fitri duduk di samping pengemudi, Fitri yang merasa tidak enak hati akhirnya mengikuti perkataan Ro
Rahma tiba di bandara sekitar jam 4 sore, dengan menaiki taksi menuju rumahnya. Badannya serasa pegal dan penat, pulang dari workshop banyak tugas laporan yang harus diselesaikan. Hari ini sudah Sabtu sore, Rahma akan segera menjemput Alif dari asrama, rasanya kangen sekali dengan putranya itu. Segera dia mandi dan salat Ashar, setelah itu mengeluarkan motor maticnya dari dalam rumah.Segera dia mendekati barang-barang bawaan dari Jogja, banyak oleh-oleh yang dibelinya untuk Alif. Baju gamis putih, kopiah putih, sendal jepit karakter, baju koko, mushaf Alquran dan ... apa ini? Oh ... baju batik jawa, warnanya coklat tua kombinasi coklat muda dengan gambar tumbuhan kecil-kecil, dikeluarkan baju batik itu, kok ada 3 buah baju couple-an? Satu baju model wanita untuknya, pas ukurannya. Satu lagi baju untuk pria, ukurannya L'Kenapa aku membeli baju pria?' Batin Rahma.Ukurannya sama dengan baju yang dikenakan Bos Bastian, tiap hari kan Rahma mencuci ba
Romi berkali-kali menelpon Bastian tapi tidak tersambung, nomornya tidak aktif. "Gimana? Dek Fitri sudah menghubungi Rahma?" tanya Romi. "Nomornya tidak aktif, Bang. Tapi seharusnya dia sudah mendarat sekarang," kata Fitri cemas. "Ini nomor Bastian juga gak aktif dihubungi. Kok bisa ya? Dua-duanya gak aktif, gini nih kalau ada hal penting ada aja halangannya," kata Romi terlihat kesal. "Ya sudah, Fit. Ayo kuantar pulang, aku mau nyusul Bastian ke Jakarta. Nanti kau coba terus ya, hubungi Rahma," kata Romi. "Mau ke Jakarta?," tanya Fitri, Romi hanya mengangguk. "Kalau gitu, aku pulang sendiri saja. Pergilah, Bang. Takutnya gak dapat tiket," usul Fitri. "Beneran? Kamu gak apa-apa?" "Nggak papa, pergi saja," kata Fitri memberi senyum. "Ya, sudah. Nanti angkat telpon dariku, ya? Sepulang dari sana aku akan silaturahmi ke rumahmu," jawab Romi dia segera mengambil kunci mobil berlalu ke arah bandara. Ber
"Cepet ngomong! Ngomong aja belepotan, Lu!" hardik Bastian sambil menimpuk Romi dengan botol air mineral. "Ternyata ... Alif itu bukan anak kandung Rahma, tapi anak kandung Santi!" "Apaaa???" Cepet ngomong, apa? Ngomong aja belepotan, Lu!" kata Bastian sambil menimpuk Romi dengan botol air mineral. "Ternyata ... Alif itu bukan anak kandung Rahma, tapi anak kandung Santi!" "Apaaa???" Bastian benar-benar terkejut dengan berita ini. Usia Alif sudah sembilan tahun, itu artinya empat tahun setelah Santi melahirkannya, wanita itu menjadi istrinya. Yang Bastian heran, kenapa saat malam pertamanya dulu Santi mengaku masih perawan, bahkan spreinya ada noda darah. Bastian menggelengkan kepala, apakah dia y
"Wah ... wah ... ada yang lagi pacaran lagi, nih?" Sebuah suara mengejutkan mereka berdua."Santi???" kata Fauzan dan Rahma berbarengan.Nampak Santi memakai pakaian blus kerah ala-ala princess Diana, dengan celana jeans dan sepatu booth kulit, rambut panjangnya di kucir kuda. Mama Virda di sebelahnya memakai celana kulot dan blus berenda, tampak pasmina dililitkan di lehernya. Kedua wanita beda usia ini memang selalu berpenampilan modis, mereka memang model yang lumayan laku dulu."Mama duduk dulu di saung, ya? Santi mau reuni dulu sebentar sama kawan sekolah dulu," kata Santi"Ok ..." Virda segera menuju ke saung yang telah dipesannya.