Bastian masih terjaga, jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tadi kayaknya dia kecapekan dan ingin segera tidur, nyatanya dia malah gak bisa tidur. Segera dia menuju dapur, dibukanya kulkas. Ah ... kulkasnya penuh minuman dingin. Pasti perempuan itu yang mengisinya. Diraihnya air soda jeruk lime, diteguknya minuman bergas dingin tersebut, rasanya segar melewati tenggorokan. Segera dia berjalan ke meja makan. Di atas meja terdapat beberapa panci yang tertutup tutup kaca sehingga isi di dalamnya terlihat. Bastian meraih panci berisi kue brownies, dia belum mencicipi makanan itu tadi siang. Hmm, yummy juga rasanya, apalagi dipadu dengan minuman soda ini, rasanya mantap banget.
Dia benar-benar merasa bersalah dengan perempuan itu sekarang, gara-gara marah yang tidak jelas, dia jadi mengeluarkan kata-kata yang menyakiti perempuan itu.'Ah, ada apa denganku? Kenapa aku tidak suka jika perempuan itu dekat dengan sahabatku sendiri, Romi?' batinnya.
Bastian akui Rahma memang bukan pembantu biasa, dia lulusan sarjana, pekerjaan tetapnya juga seorang guru. Perempuan itu punya martabat yang tinggi, dia tidak pantas diremehkan. Ah, kenapa sosok perempuan itu selalu terbayang di pelupuk matanya. Kacau jika dia tidak mau bekerja lagi di sini, melihat perempuan itu sudah menjadi adat kebiasaan Bastian sekarang, bagaimana dia bisa survive tanpa menjalani adatnya itu.
Segera diraihnya ponsel diatas meja makan, dihubungi kembali nomor perempuan itu."Hais ... masih juga gak aktif. Hiiih!" Digaruk-garuknya kepalanya yang tidak gatal
****Bastian bangun kesiangan, sudah jam sembilan pagi. Semalam menjelang subuh dia baru bisa tidur, kepalanya sedikit pusing karena kurang tidur. Segera dia keluar kamar.Hmmm, bau apa ini? Aromanya sedap sekali? Dia buru-buru melangkah kearah dapur. Dilihatnya perempuan yang meresahkan sepanjang malam itu tengah berkutat di dapur, wajah Bastian menjadi begitu sumringah, pusing di kepalanya mendadak hilang.Dia segera kembali ke kamarnya meraih handuk dan mandi, dia tidak mau penampilannya lecek di hadapan perempuan itu.Selesai mandi ternyata makanan sudah tersaji di meja makan, nasi goreng yang masih mengepul, diedarkan pandangannya, di mana perempuan itu? Dia segera menuju halaman belakang, perempuan itu ternyata sedang menjemur pakaian. Dia kesulitan menjemur bad cover yang begitu tebal dan berat. Bastian segera berlari menuju kearah perempuan itu, meraih bad cover di tangannya dan menjemur, badannya yang tinggi dan otot tangannya yang kuat membuat pekerjaan itu mudah baginya.Rahma terperangah melihat Bosnya turun tangan membantunya menjemur kain, dia bahkan cuma bengong, semua pakaian itu sudah selesai dijemur oleh Bastian."Kau sudah masak, ayo kita makan sama-sama, aku sudah lapar," kata Bastian meraih tangannya dan menuntun ke meja makan.Rahma hanya menurut saja seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Bastian mengambil piring dengan cekatan, diisinya piring Rahma dengan nasi goreng dan telur ceplok diatasnya. "Ayo makan," kata Bastian tersenyum manis sekali.Rahma belum pernah melihat laki-laki ini tersenyum seperti itu, jika tersenyum seperti itu pria di depannya ini begitu tampan.
"Aku minta maaf ya, atas ucapanku kemarin. Aku tidak bermaksud menyakitimu, aku hanya tidak suka kau dekat dengan pria lain," kata Bastian menatap Rahma lekat.Mendengar perkataan bosnya hampir saja Rahma menyemburkan makanan di mulutnya saking kagetnya.'Apa maksudnya tidak suka aku dekat dengan pria lain?' batinnya.
Segera dia minum segelas air di hadapannya sampai tandas, untuk mengurangi kegugupannya, namun setelah air habis dia malah semakin salah tingkah."Kau pasti kehausan banget ya?" Pria itu menuangkan kembali air di gelasnya."Kau mau memaafkan aku, kan? kenapa dari tadi kau diam saja?" tanya Bastian."Apa? Eh iya ... iya sudah saya maafkan," kata Rahma mencoba menguasai diri."Ya, sudah. Ayo makan," kata pria itu, makannya begitu lahap, bahkan dia tambah lagi satu piring.'Hmm kayaknya kelaparan banget nih orang, untung aku masaknya kubanyakin tadi,' batin Rahma.
Selesai makan terdengar notifikasi di ponsel Bastian, pria itu segera meraihnya. Ah, SMS dari Romi(Bro, hari ini mau ke mana?)
(Nggak kemana-mana, di rumah saja mau istirahat, aku capek banget nih) jawab Bastian.Eh, tunggu dulu, ini ada pesan baru masuk, dari SMS Banking. Ada yang transfer uang kerekeningnya tiga juta setengah, atas nama Rahma Rianti."Apa?" kata pria itu terkejut"Kenapa kau transfer uang ke rekeningku?" tanya Bastian heran sambil menunjukkan SMS itu pada Rahma"Ooo itu, itu uang sisa belanja acara kemarin, Bos. Juga uang sisa belanja bulan lalu" kata Rahma"Kenapa kau kembalikan padaku?" tanya Bastian heran."Apa maksudmu, Bos? Itukan uang sisa belanja ya harus aku kembalikan, dong." "Gak perlu lagi kau kembalikan, kau pakai saja,""Ya, nggak bisa gitu, Pak Bos. Saya tidak berhak atas uang yang diamanahkan ke saya, sayakan sudah dapat gaji dari Pak Bos, kalau saya pakai uang itu berarti saya korupsi. Saya inikan seorang guru, kalau gurunya aja sudah gak ada akhlak, gimana muridnya?" kata Rahma menerangkan situasinya.Mendengar itu Bastian terperangah, benar kata Romi, perempuan ini berlian, bukan batu kali. Sangat berbeda jauh dengan perempuan yang mengisi hatinya lima tahun yang lalu. Demi uang, perempuan itu justru bisa membuang siapa saja yang dia mau, termasuk dirinya.Rahma segera beringsut membereskan meja makan dan mencuci piringnya. Situasi di luar mendung, bahkan sudah terdengar suara guntur menyambar. Rahma segera berlari ke halaman belakang mengangkat jemuran, Bastian menyusulnya dari belakang. Tapi hujan sudah tidak bisa dibendung, seperti air yang ditumpahkan dari langit, dengan sekejap baju di jemuran itu basah kuyup, Bastian hanya meraih bad cover sudah itu masuk ke dalam rumah, Rahma meraih jemuran yang kecil-kecil namun percuma jemuran itu basah kuyup, bahkan baju yang dikenakannya juga basah kuyup.Rahma sudah lama tidak main hujan-hujanan. Terakhir main hujan waktu Alif berumur tujuh tahun, pulang dari jualan mie ayam. Alif waktu itu sangat bahagia bermain hujan bersamanya sepanjang jalan pulang. Waktu di panti asuhan dulu, setiap hujan dia dan Santi akan bermain hujan di halaman belakang diikuti anak-anak lain. Mengenang itu membuat Rahma berteriak kegirangan menyambut air hujan yang cukup lebat, dia bahkan berjingkrak dan menari berputar menyambut hujan seperti masa kecil dulu. Bastian yang memperhatikan dari pintu belakang terpesona, perempuan itu mungkin memiliki masalah hidup yang lebih menyedihkan dari dirinya, memiliki anak, tidak memiliki suami. Mungkin dia sudah mengalami hari yang berat yang tidak bisa dia bayangkan. Namun, lihatlah wanita itu ... dia masih bisa tertawa dan bersuka ria bermain hujan. "Bos, sini Bos ... kita main hujan," kata Rahma memekik memanggil Bastian.Dengan ragu Bastian menuju ke arahnya, ketika meloncat Rahma terpeleset, spontan Bastian menangkapnya. Kini Rahma sudah terjatuh dipelukan laki-laki itu, mereka bertatapan, wajah Rahma yang basah begitu bercahaya dan cantik sekali di mata Bastian. Tanpa sadar, lelaki itu mendaratkan bibirnya ke kening perempuan itu, Rahma terkejut bukan kepalang di dorongnya tubuh lelaki itu, dia berlari masuk ke dalam rumah, meraih kunci motornya, dan pergi dari rumah itu. Sepanjang jalan, dinginnya air hujan tidak bisa meredakan panas di dadanya, jantungnya serasa mau copot, dadanya sesak, solah-olah berhenti bernapas. Berulang kali diusapnya bagian kening yang disentuh bibir lelaki itu.Bastian yang tidak menyadari tindakannya tidak berusaha mengejar Rahma, Dia sendiri berusaha menenangkan jiwanya yang seperti ada gumpalan api di dadanya namun terasa indah. Direntangkan kedua tangannya menghadap keatas dengan mata terpejam, perasaan ini ... terlalu indah, mungkin dia bisa mati jika tidak melihat wajah cantik perempuan itu lagi.Di suatu tempat, ada hati yang terluka, pria itu mengunjungi rumah sahabatnya agar bisa bertemu wanita idamannya, dia berlari dari mobilnya menuju rumah karena hujan yang begitu lebat, ketika masuk rumah tidak ada siapa-siapa dilihatnya di luar sahabatnya itu tengah memeluk wanita itu dan mengecup keningnya, dia bergegas pergi dari rumah itu."Ah, Bastian ... Bastian. Kalau kau cinta dengan perempuan itu tinggal bilang, aku juga rela jika kau bisa bahagia" katanya sambil memegang kemudi.(Bro, hari ini mau ke mana?)Rahma melajukan motornya tanpa menghiraukan hujan lebat yang mengguyur sekujur tubuhnya. Sampai di rumahnya, dia langsung mandi keramas, berulang kali keningnya disabun bahkan digosok agar bekas kecupan lelaki itu hilang. Karena kehujanan begitu lama membuat tubuhnya menggigil kedinginan. Setelah mandi dia segera memakai kaos kaki dan sweater hangat berbahan wol, selanjutnya dia hanya meringkuk di bawah selimut untuk menghangatkan tubuh.Masih terbayang adegan di bawah guyuran hujan tadi seperti adegan di film India. Berulang kali dia beristigfar,'Ya Allah ... dosanya diri ini. Bagaimana aku akan menghadapi laki-laki itu, apakah bersikap biasa saja? Atau menghindari bertemu dengannya? Atau ... Ah ya, lebih baik aku menghindarinya. Kalau sore di usahakan selesai kerja sebelum laki-laki itu datang,' batinnya.Sore ini dia memasak untuk Bastian dari rumahnya saja. Dia membuat sop daging sapi di iris tipis-tipis karena persediaan di kulkas tinggal 1 ons, di
"Mau apa kalian ke sini?" tanya Bastian dengan suara keras, rahangnya bahkan mengeras menahan amarah. "Kok pertanyaanmu begitu, Sayang? Tentu saja Mama kangen sama kamu." Virda, Mama Bastian melepaskan pelukan pada putranya itu. Rambutnya yang disanggul rapi terkena rintikan air hujan. "Kenapa Mama bawa perempuan ini ke sini?" tanya Bastian menunjuk perempuan cantik yang datang bersama Mamanya. "Ya Ampun, Sayang ... bukankah kau rindu padanya selama ini?" ujar Mamanya. Wanita cantik itu hanya terdiam di depan pintu. "Ayo, masuk. Bawa semua koper kita ke kamar tamu," kata Virda menyuruh wanita itu. "Kalian mau menginap di sini? Kenapa tidak di hotel saja?" kembali Bastian protes. "Bastian, kami capek baru datang dari Paris, biarkan kami istirahat dulu," kata Virda memotong ucapan Putranya. "Baiklah, silahkan malam ini kalian tidur di ini. Besok pagi silahkan tinggalkan rumah ini. Jangan tidur di kamar tamu, sudah
Bastian terbangun dari tidurnya, badannya rasanya sakit semua karena dia tidur di sofa. Apartemen Romi yang hanya memiliki satu ranjang tidak bisa menampung mereka berdua. Bastian tidak mau, dulu dia pernah tidur seranjang dengan Romi, tapi tidur anak itu lasak bukan main. Bahkan Bastian pernah juga dicium bertubi-tubi karena dia bermimpi mencium seorang gadis. Romi sudah menawari jika dia saja yang tidur di sofa, tapi Bastian yang merasa menumpang bersikeras jika dia saja yang tidur di sofa.Dilihatnya jam dinding diruangan itu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Dia baru ingat kalau jam segitu pasti Rahma sudah pergi mengantar bekal makan siangnya. Ditelponnya Rahma berkali-kali tapi tidak diangkat, akhirnya dia kirim SMS saja.(Aku menginap di rumah Romi. Bekalnya antar ke kantorku saja, jika aku belum sampai titip pada Satpam)Bastian segera mandi super kilat dan memakai bajunya dengan buru-buru. Dia lupa tidak membawa mobil tadi malam.
Bastian terus menelpon Rahma tetapi wanita itu tak juga menjawab panggilannya, SMS yang sudah dia kirim belum ada satupun yang di baca."Rahma ... di mana kamu?"Bastian tidak jadi melajukan mobil Romi menuju kantor, dia putar balik menuju rumahnya, jika SMS nya belum Rahma baca, pasti wanita itu langsung ke rumahnya."Semoga dua iblis betina itu tidak membuat ulah, jika sampai dia menyakiti Rahma, bisa mati mereka berdua," gumam Bastian sambil memukul stir mobil.Sesampainya di rumah, Bastian mendapati kedua wanita itu tengah menyantap bekal makan siangnya di meja makan."Kenapa kalian makan bekal makan siangku? Lancang kalian!" teriaknya.Dilihatnya bekal makan siang itu adalah makanan kesukaannya, ikan nila bakar dan sambal goreng terasi. Dia benar-benar meradang, makanan yang sudah dimasak oleh perempuan yang dikasihinya dimakan begitu saja oleh wanita yang dibencinya sampai mendarah daging."Bastian, bilang sama pemba
Rahma selalu ingat betul penggalan peristiwa kehidupannya yang pilu, saat itu usia Alif baru dua minggu, semalaman bayi yang masih merah itu menangis tidak juga berhenti. Rahma yang sudah kelelahan karena seharian belum sempat makan dan istirahat hanya bisa ikut menangis, dia begitu bingung tidak tahu harus berbuat apa, bayi itu hanya digendongnya saja. Usianya yang masih belia baru menginjak 20 tahun, membuatnya tidak memiliki pengalaman apapun dalam merawat bayi. Ketika para gadis di usianya tengah bergembira menggapai asa, bersenda gurau dengan teman-temannya atau tengah asyik berkencan, Rahma justru sibuk mencari nafkah dan mengurus bayi yang notabene bukan bayinya. Perasaan nelangsa beberapa kali menyelusup dalam hatinya, membuatnya meratap dan menangis dalam diam tanpa mengeluarkan air mata.Bukde Marni yang juga ikut kerepotan membantu merawat Alif ikut kebingungan, maklum dia yang sudah berumahtangga selama sepuluh tahun juga belum punya pengalaman mengurus bayi karen
Tiba-tiba ponsel Rahma berdering, mau diangkat Fitri gak berani, didiamkan kok manggil terus kalau panggilan penting gimana?"Ah, angkat aja, ha? Pak Bos? Ini pasti majikan Mbak Rahma," gumam Fitri setelah melihat nama yang tertera di layar ponsel."Halo ...," sapa Fitri"Halo? Rahmah?""Eh, saya bukan Rahmah, Pak. Bu Rahmahnya sekarang sedang di ruang Kepala Sekolah," kata Fitri."Oiya, Bu ..., sekolah Ibu di mana ya? Saya mau langsung ketemu Rahma," kata Bastian"Oo ... di SMK 4, Pak. Yang berada di lorong pembangunan," kata Fitri"Oiya, saya OTW ke sana.""Baik, Pak."Fitri segera mengirim nomor telpon Bastian melalui SMS ke handphonenya, siapa tahu kelak berguna.****"Fit, aku pergi ke Dinas ya?" kata Rahma.'Cepat sekali dari ruang Kepsek? Padahal Aku baru masang mukena,' batin Fitri."Iya, mbak ...," jawab Fitri'nah gimana ini kalau Majikan Mbak Rahma ke sini?' pikir
"Itu aku sudah mengirim kontak temannya Rahma, tolong kau temui dia, sepertinya ada yang penting yang akan dia bicarakan," kata Bastian sebelum sampai di rumahnya"Oke," jawab Romi singkat."Oya, kenapa kau tidak langsung menemui Rahma atau menelponnya?" tanya Romi."Kau tahu kenapa kau tidak bisa menghubungiku?" Romi hanya menggeleng."Itu karena aku terus mencoba menelponnya, tapi perempuan itu gak mengangkat telponnya," kata Bastian kesal.Wajah Bastian terlihatbterlihat kusut, rambutnya yang biasanya selalu rapi kini habis diacak-acaknya."Kau kirim SMS-lah," kata Romi.Ah ... Bastian harus lebih banyak menahan emosi hari ini, perkataan Romi membuatnya bertambah jengkel lagi."Gak perlu kau ajari sudah kukirim itu pesan sampai jariku pegal mengetiknya," katanya sewot."Ya, sudah. Entar juga dia baca SMS-nya.""Aku gak yakin, palingan pesanku sudah dia hapus tanpa membacanya. Sekarang nomorku sudah diblok
Hari ini hari ketiga Rahma di sini, sehabis makan siang dia akan beristirahat sebentar untuk salat zuhur di kamarnya, dia segera menuju ke tempat resepsionis di mana dia menitipkan kunci kamarnya. Ketika melewati lobi, tampak sesosok pria yang familiar baginya tengah duduk di sofa lobi. Wajahnya yang tegas ditumbuhi cambang tipis dan kumis tipis, alis matanya yang tebal dengan mata elang, dahulu selalu membuat hatinya berdesir. Dia segera menghampiri pria itu sekedar menyapanya."Mas Fauzan? Benarkah kau Mas Fauzan?""Rahma! Kau Rahma, kan?" tanyanya sambil berdiri dari tempat duduknya menatap Rahma dengan mata berbinar."Apa kabar, Mas? Sedang apa di sini?" sapa Rahma."Ooh ... aku ada acara dari kantor, kamu sendiri sedang apa di sini?" tanya lelaki itu tersenyum sumringah."Aku ada workshop, Mas," jawab Rahma singkat."Workshop? Workshop apa kalau boleh tau?" tanya Fauzan sambil mengernyitkan dahi"Workshop guru BK, Mas. Sekarang a