Share

Teror Mantan
Teror Mantan
Penulis: Arsyla Adiba

Part 1

Di sebrang rumah Laura terlihat ramai oleh orang-orang yang sedang mengangkut barang-barang untuk menempati rumah tante Laura yang sudah kosong selama sebulan ini.

Konsentrasi belajar Laura terganggu sedari tadi akibat suara tukang angkut yang terus berteriak, apalagi sekarang di tambah suara nyanyian melengkik dari seorang pria yang berdiri di atas kap mobil barang sambil memetikan gitarnya.

Laura menggeram marah, dan berjalan ke arah jendela lalu membuka jendela kamarnya yang berada di lantai dua, dengan raut wajah yang sudah memerah.

Mata Laura melebar, mulutnya mengangak ketika mengenali pria yang sudah membuatnya kesal itu, pria itu lantas melambaikan tangannya ke arah Laura dan tersenyum lebar sampai memperlihatkan giginya.

"Hai Mantan," teriak pria yang berdiri di atas kap mobil itu.

"Gila yah lo, siang bolong gini berisik di depan rumah orang," teriak Laura marah.

"Gak usah marah-marah mantan! makin cakep tau," goda pria itu sambil mengedipkan sebelah matanya.

Mendengar godaan pria yang berdiri di atas kap mobil, Laura langsung pura-pura muntah, "Ngapain sih lo di situ?" sewot Laura.

"Kenalin gue Alex Xander Desmon bakal jadi tetangga baru lo, sekaligus mantan terindah Laura Varista Safa," ucapnya sambil tersenyum lebar.

"Apa," teriak Laura tak percaya.

Apa Laura salah dengar? Tapi sepertinya tidak.

Laura berlari menuruni tangga, menemui bundanya-Sinta yang sedang memasak di dapur untuk memastikan ucapan Alex itu benar atau tidak.

"Bunda," teriak Laura.

"Kenapa?" jawab Sinta sambil melirik putri satu-satunya.

"Bunda kenapa gak bilang, kalau yang mau nempatin rumah di sebrang itu Alex," kesal Laura.

"Bunda di suruh Alex buat gak ngomong sama kamu, biar suprise katanya," jelas Sinta pada Laura.

"Tapi Bun,"

"Emangnya kenapa sih Ra, karena dia mantan kamu, terus kamu gak mau berteman lagi sama dia, gitu?"

Sinta memang sudah tau hubungan Laura dan Alex, bahkan Alex sering main ke sini dulu, ketika mereka belum resmi putus, tapi sekarang entah masalah apa yang membuat mereka berdua atau lebih tepatnya Laura memutuskan hubungan.

"Ah bunda mah gak ngerti sih," rekeng Laura.

"Dia anaknya baik kok, siapa tau kalian bisa balikan," ucap Sinta tersenyum menggoda.

"Balikan! sama mahluk aneh itu, ogah," tolak Laura cepat.

"Aneh gimana, dia anaknya baik kok," ucap Sinta sambil melanjutkan aktivitas memasaknya.

"Pokonya Laura gak setuju yang beli rumah tante Mia mahluk aneh itu," protes Laura.

"Loh gak bisa gitu dong! keluarga mereka udah bayar lunas, tante Mia juga udah setuju," jelas Sinta.

"Pokonya Laura gak setuju, titik," teriak Laura marah sambil menghentakan kakinya ke lantai, lalu berlari kembali ke kamarnya yang berada di lantai dua.

•••••

Pagi telah tiba Laura sudah siap dengan seragam SMA-nya, ia menuruni tangga dengan perasaan dongkol karena sejak tadi subuh Alex terus mengiriminya pesan, meminta Laura agar mau di antarakan sekolah olehnya, tentu saja Laura menolak mentah-mentah tawaran Alex lagi pula sekolah Alex berbeda arah dengan sekolah Laura.

Laura mematikan ponselnya dan memasukanya ke dalam tas sekolah, moodnya sudah ruksak sejak kemarin di tambah pagi tadi terus di kirim pesan tak penting oleh Alex yang membuatnya moodnya semakin kacau.

Bisa saja Laura mengganti nomornya atau memblorkir nomor Alex, tapi percuma! sudah puluhan kali ia ganti kartu dan juga memblokir nomor Alex tapi tetap saja mahluk itu selalu bisa mendapatkan nomor baru Laura.

Laura duduk di meja makan yang sudah ada Sinta yang sedang membuatkan susu coklat kesukaan Laura, sementara ayahnya jarang ada di rumah karena sering berpergian ke luar kota atau negeri untuk urusan pekerjaan.

"Morning," sapa Sinta hangat.

"Hm," jawab Laura seadanya sambil mengucah sandwih yang sudah tersedia.

Sinta menatap Laura dengan kening yang berkerut.

"Tumben biasanya gak bisa diem," sindir Sinta.

Laura mendelikan matanya dan menatap Sinta malas.

"Bun, Laura lagi gak mood, gak usah mulai deh," ucap Laura masam.

"Kenapa sih anak bunda yang cantik ini?" goda Sinta sambil mencolek pipi Laura.

"Bun," rengek Laura.

Tok tok tok.

"Siapa?" monolog bunda.

Laura mengidikan bahunya acuh dan kembali melanjutkan sarapan.

Sinta berdiri dari duduknya dan berjalan ke luar dapur untuk membukan pintu.

Tak lama Sinta kembali ke dapur, di ikuti oleh seseorang di belakangnya.

"Hay mantan," sapa seseorang di belakang Laura dengan senyum lebarnya.

Laura langusng menoleh dan menatap Alex dengan tak suka.

"Udah sarapan aja gak usah banyak protes," ucap Sinta saat Laura akan membuka mulutnya untuk protes.

Laura menatap sinta dongkol, dan melanjutkan sarapannya dengan sangat terpaksa.

Sementara Alex langsung mengambil tempat duduk tepat di hadapan Laura dengan senyum lebarnya yang terlihat menyebalkan bagi Laura.

Laura menatap sinis Alex, sementara yang di tatap tetap menampilkan senyum bodohnya,

Tak tahan dengan Alex yang terus memperhatikannya, Laura mengebrek meja makan dengan kuat sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

"Bisa gak sih lo pergi dari rumah gue," ucap Laura ketus sambil menunjuk Alex dengan jari telunjuknya.

"Laura," bentak Sinta tak suka.

"Kamu ini apa-apaan sih," marah Sinta.

"Lagian bunda, kenapa sih suruh ni orang masuk segala," ketus Laura.

"Bukannya Alex mau nganterin kamu, makannya bunda suruh masuk," ucap Sinta enteng.

"Hah," beo Laura.

"kan udah aku bilang tadi di pesan aku mau nganterin kamu," ucap Alex dengan logat yang di lembutkan membuat Laura bergidik jijik.

"Stop pake aku kamu, dan gue gak mau di anter sama lo," teriak Laura marah sambil mengambil tasnya dan berjalan ke luar rumah dengan kaki yang di hentakan ke lantai.

"Dasar tuh anak," ucap Sinta geleng-geleng kepala melihat Laura yang sudah menghilang dari pandangannya.

"Kalau gitu, Alex pamit yah bun," ucap Alex sambil salim pada Sinta, yang di panggil bunda karena memamng kebiasaan sejak pacaran dengan Laura dulu.

"Yaudah, hati-hati di jalannya,"

Alex bergegas berjalan ke luar rumah, untung saja Laura masih ada di depan rumah sedang memakai sepatu.

"Ra," panggil Alex dan Ezra secara bersamaan.

Ezra Michel Austin teman sekola Laura dan sedang dekat dekatnya dengan Laura akhir-akhir ini.

Laura langsung menoleh ke arah mereka berdua, termasuk Alex yang langsung menatap pria tersebut dengan kening berkerut.

"Aku anter yah Ra," ucap Ezra.

"Gak boleh, gue yang bakal nganterin Laura," sanggah Alex cepat.

"Lo siapa?" tanya Erza.

"Gue," tunjuk Alex pada dirinya sendiri.

"Lo gak perlu tau siapa gue, yang pasti Laura gue yang anter, " jawab Alex lugas.

"Gak bisa, Laura bareng sama gue," tegas Ezra.

"Gue,"

"Gue,"

"Gue,"

"STOP," teriak Laura jengah. "Gue naik angkot aja," finalnya.

"Gak, kamu bareng Alex," ucap Sinta yang tiba-tiba datang.

"Gak mau," tolak Laura cepat.

"Yaudah kalau kamu gak mau, bunda potong uang jajan kamu minggu ini," ancam Sinta.

"Tapi bun," protes Laura.

"Yaudah kalau kamu gak mau bareng Alex,"

Laura melirik Alex yang sedang tersenyum penuh kemenangan.

"Yaudah iya," pasrah Laura.

Dari pada uang jajannya minggu ini di potong, bisa-bisa akan lama lagi ia beli novel yang sudah lama jadi incarannya.

Laura mendekati Alex yang sudah tersenyum sumringah."Kan kata aku juga apa, aku yang antar,"

"Gak usah banyak bacot, cepet jalan," ucap Laura tajam.

"Yaudah ayo naek," ucap Alex sambil memberikan helm pada Laura.

Laura memgambil helm yang di berikan Alex dan langsung memakainya, sebelum naik ke motor sport Alex.

Laura melihat ke arah Ezra yang menatap mereka dengan tampang datar, Laura memberi isyarat dengan tangannya meminta maaf pada Ezra, tak mungkin Laura meminta maaf langsung pada Ezra sementara Sinta masih memperhatikan mereka, entah apa alasannya sehingga Sinta seperti tak suka akan kehadiran Ezra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status