Dengan histeris aku melompat kegirangan karena aku berhasil mendapatkan boneka kelinci jumbo yang aku inginkan berkat bantuan Daren.Pemilik permainan itu pun memberikan boneka jumbo itu kepadaku.Setelah mendapatkannya, aku mengingat bahwa Darren ingin naik bianglala. Jadi kami pergi untuk membeli tiket. Tapi sayangnya terdapat masalah di bianglalanya sehingga masih membutuhkan perbaikan.“Yahh,” keluh Daren tampak murung.“Bagaimana kalau kita naik perahu? Pemandangannya di sana kan indah,” ajakku meraih tangan Daren.Daren yang tadinya murung mendadak kembali bersemangat dan kali ini dia yang menarik balik tanganku mendahuluiku untuk pergi membeli tiket naik perahu.“Ayo,” ajak Daren setelah kami membeli tiket naik perahu.Dia mengulurkan tangan ke arahku yang ragu-ragu untuk naik perahu yang bergoyang.“Aku takut perahu ini akan membuatku tenggelam,” keluhku khawatir.Perahunya tampak akan berguling dan aku khawatir kami akan tenggelam.“Tidak apa-apa, Alice. Aku bisa menjamin kes
Setelah aku memastikan bahwa Daren hanya menyisakan pakaian saja di kamar hotel ini, aku keluar.Ternyata sudah ada orang suruhan Dante yang menungguku di depan hotel.Tanpa harus bertanya atau permisi mereka segera membawaku ke dalam mobil dan kembali ke tengah hutan rumah Dante.Aku melihat arah perjalanan ke rumah Dante dan itu benar-benar menyeramkan. Semuanya hutan rimbun dan bahkan ada banyak hewan buas yang berkeliaran.Pantas saja Dante memiliki pagar yang cukup tinggi. Kalau tidak, mungkin dia akan menjadi santapan singa.Tapi yang lebih aneh lagi kenapa dia mau membuat rumah di tengah hutan? Bukankah itu gila?Dalam kurun waktu 1 jam kami pun sampai di Mansion Dante dan satu hal yang aku lihat saat masuk mansion.Wajah khawatir semua orang.“Ada apa?” tanyaku.“Sepertinya Tuan sakit, dia batuk-batuk namun pintu kamarnya dikunci dan Tuan melarang siapapun untuk masuk. Kami khawatir kondisinya memburuk karena Tuan bahkan menolak makan pagi ini,” terang Bibi pelayan.“Gampang,”
“Terima kasih.”Mendengar pernyataan itu keluar dari mulut Dante. Aku merasa tubuhku seakan dihantam palu saking terkejutnya.Aku melepaskan pelukanku dari tubuh Dante dan aku bisa melihat dari belakang bahwa Dante mengusap air matanya.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Dante berdiri terlihat akan meninggalkanku.Namun siapa sangka tampaknya Dante tak sanggup menopang tubuhnya sendiri.Dante sempoyongan dan dengan segera aku meraih bahu Dante untuk menangkapnya.Bukannya berhasil. Dante justru berbalik dan aku tak sanggup menahan tubuhnya yang jauh lebih besar dariku.Ah aku memang terlalu percaya diri untuk menangkapnya.Aku pun berakhir berada di bawah Dante. Untungnya Dante masih menopang dirinya dengan kedua tangannya.Dia menyunggingkan senyum, ini senyuman yang kulihat di wajah Daren.“Kamu mencoba menangkapku dengan tubuh kecilmu itu?” ejeknya kemudian.Ah aku tidak jadi memuji senyumnya.Aku memalingkan wajahku dan mendengus kesal.Dante menyingkir dari atasku dan berbaring
"Berani-beraninya kamu mencuri istriku di malam pertama pernikahanku!"Suara itu samar-samar terdengar di telingaku namun aku mengabaikannya.Bug.Tiba-tiba aku merasakan pergerakan di ranjang dan suara pukulan. Dengan cepat aku segera membuka mataku dan terperanjat saat melihat wajah Hans –kekasihku, yang sudah lebam.Jantungku berdetak kencang saat melihat Dante, suami kontrakku, berada tepat di hadapanku dengan wajah memerah dan mata yang terlihat siap membunuhku sekarang juga.Kenapa dia bisa ada di sini? Kenapa dia terlihat sangat marah? Bukankah kita menikah hanya karena kontrak saja?Sebelumnya kita sudah sepakat untuk hidup masing-masing setelah menikah. Lalu kenapa sekarang dia seperti ini?Mata Dante teralih ke arah Hans dan dia mengangkat tinggi tangannya siap melayangkan satu pukulan lagi ke arah Hans.Melihat itu tentu aku tak bisa tinggal diam. Dengan cepat aku beranjak dari ranjang lalu berlari ke hadapan Hans dan merentangkan kedua tanganku.“Berhenti, Dante! Jangan lu
“Alice! Kamu sudah bangun!?” Suara seorang pria yang menerobos pintu kamar tiba-tiba mengejutkanku. Dante, dengan wajah dinginnya, membawa nampan berisikan roti dengan selai strawberry serta susu yang merupakan menu favoritku tiap pagi.Apalagi yang akan dia lakukan?Dante berjalan ke arahku dan menyodorkan piring berisikan roti ke hadapanku. Entah mengapa, sikap baiknya seperti ini justru membuatku khawatir. Pria itu sama sekali tak pernah berbuat baik kepadaku. Merasa kesal karena tidak bisa menebak apapun di kepalaku, aku menghempaskan piring yang disodorkan Dante hingga piringnya pecah berserakan di lantai. “Aku tidak butuh makan,” ucapku membuang muka.Namun, tak lama setelah suara piring yang kuhempas, bunyi pecahan kembali terdengar di telingaku.Prang!Suara vas bunga yang pecahannya sudah tergeletak di lantai membuat pundakku bergetar. Siapa lagi kalau bukan Dante pelakunya?Matanya memerah dan menatap tajam ke arahku. Dia sangat marah sekarang. Namun aku benar-benar tak p
“Mengapa kamu berubah drastis dan memilih melayaniku?” tanya Dante saat aku mengantarkan makan malam untuknya. Dia menatapku dengan penuh selidik seolah mencari jawaban melalui gerak gerikku.Memang benar, sejak aku menyaksikan sendiri dengan mataku bagaimana jasad ayahku diambil, dan dibawa entah kemana, duniaku seakan runtuh. Detik itu juga, aku mulai memiliki keinginan untuk menghabisi Dante dan juga orang-orang yang telah membuat hidup keluargaku sengsara dengan tanganku sendiri. Aku memutuskan untuk mengikuti semua perintah Dante, tak peduli tentang betapa arogan dan buruk emosi pria itu. Aku tetap berlutut di hadapannya demi mendapatkan kepercayaan dari Dante. “Sekarang aku tidak memiliki sandaran lagi. Aku juga tidak memiliki pekerjaan dan semua keluargaku sudah meninggal. Jadi aku akan melakukan yang terbaik agar kamu tidak mengusirku saat kamu bosan dengan keberadaanku, aku melakukan ini hanya untuk bertahan hidup,” jawabku menunduk.“Benarkah? Bukannya karena kamu menyimpa
Tiba-tiba Dante kembali menarik kepalaku dan menciumku lagi namun kali ini dengan cara yang lebih rakus. Aku memukul-mukul dadanya mencoba melepaskan diri. Aku tak ingin diriku terlihat sedang melakukan hal tak senonoh ini di depan Hans. “Dante lepaskan!” ucapku di sela-sela ciuman.Bukannya melepaskan, Dante justru memperdalam ciumannya dan berbisik ke telingaku.“Kamu sudah berjanji akan putus hubungan dengannya. Lalu kamu juga berkata akan memutuskannya dengan cara yang kejam. Sekarang aku akan membantumu,” bisiknya lalu kembali menciumku.Aku terdiam dan membiarkan Dante menciumku tanpa balasan.Dante benar, aku tidak perlu menjelaskan apapun kepada Hans. Justru cara ini akan membuat Hans bisa melupakanku dengan mudah karena menjadikanku sebagai orang jahat di pikirannya.Menyadari hal itu, aku membalas ciuman Dante dan dapat dirasakan bahwa Dante tersenyum dibalik ciuman yang dilakukannya.‘Maafkan aku Hans. Aku harus melakukannya agar kamu tidak perlu pergi ke neraka ini bersa
“Ah!”Aku meringis kesakitan kala Daren memijat kakiku yang terkilir karena terjatuh dari atap. Meskipun pria itu menyentuhku dengan lembut, tetap saja, kakiku terasa nyeri.“Bisakah kamu melakukannya dengan lebih lembut lagi?” tanyaku setengah memohon.Daren tersenyum mendengar permintaanku. Seketika, aku terdiam, karena aku hampir tak pernak melihat senyuman di wajah suamiku sendiri. Senyum tulus yang menggemaskan, bukan seringai yang membuatku bergidik ngeri. “Kali ini akan lebih sakit dari yang tadi, tapi setelah ini kakimu akan sembuh, bersiaplah,” tutur Daren memegang pergelangan kakiku dan membuatku seketika menahan nafas.Daren kembali terkekeh, “Jangan tegang, ini tidak terlalu sakit. Kalau kamu takut, pejamkan saja matamu dan serahkan sisanya padaku,” tutur Daren yang dengan cepat kuturuti.Aku dengan cepat menutup mataku dan mencoba menggigit tanganku sendiri ketika Daren mulai menggerakkan kakiku.“Argh!”Aku berteriak dengan sangat nyaring karena kakiku terasa dipatahkan