Share

2. Perginya Felix dari Istana Edoardo.

"Maaf tuan. Tadi saya buru buru." 

Ucap seorang pemuda yang baru saja turun dari motor. Terlihat dari wajahnya dia merasa bersalah.  Lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Felix berdiri.

Sebenarnya bukan sepenuhnya salah pemuda tersebut, karena Felix berjalan sambil melamun, jadi  tidak memperhatikan jalan.

"Tidak apa. Lagipula saya baik-baik saja."

Felix menerima uluran tangan pemuda itu.

"Terima kasih." 

Felix mencoba berdiri namun kakinya sedikit terasa nyeri. Sehingga membuatnya sedikit menekuk kakinya.

"Sepertinya anda terluka tuan. Kalau boleh tahu anda mau kemana? Biar saya antar. Sekalian saya obati dulu lukanya." 

Felix diam dia bingung mau kemana sekarang. Tidak mungkin dia pulang kerumah orang tua Naya. Felix sudah bertekad tidak akan kembali lagi ke rumah itu sebelum mendapat pekerjaan baru.

Felix mempertimbangkan tawaran  pemuda itu. Kemudian Felix mengatakan tujuannya.

"Sebenarnya saya sedang mencari kontrakan. Tapi  belum dapat."

Pemuda tersebut mengangguk tanda mengerti. " Bagaimana kalau malam ini Anda tinggal di tempat saya sementara sekalian saya obati lukanya. Oh. Ya. Perkenalkan nama saya Ang."  

Pemuda yang memperkenalkan diri bernama Ang itu, kemudian mengulurkan tangan.

Dengan senang hati Felix menerima uluran tangan Ang. "Felix."

Felix juga memperkenalkan dirinya.

Kemudian Ang mengajak Felix naik ke atas motornya. Setelah itu motor melaju ke kediaman Ang.

_____

Berhari hari sudah Felix mencari pekerjaan namun nasib baik belum berpihak padanya. Padahal sudah banyak perusahaan yang dia datangi dan semua melonak.

Kadang Felix berpikir. Apakah semua ini ada campur mertuanya?

Namun Felix menepis pikiran buruk itu, bagaimana pun juga Tuan Edoardo adalah Ayah mertuanya.

Di rumah besar Edoardo.

Setelah kepergian Felix. Tidak ada lagi teriakan dan makian yang terdengar dari mulut Edoardo. Hari hari berjalan normal seperti sedia kala. 

Edoardo dan juga istrinya nampak menikmati momen ini. Momen dimana mereka tidak melihat laki laki benalu yang menumpang hidup! Laki laki sampah yang tidak berguna! Laki laki yang hanya membuatnya malu.

Ah. Sungguh tidak ada yang bisa di bangga sebagai menantu.

Cih!

Bisa bisanya Naya  putri semata wayang yang dulu dia banggakan malam memilih laki laki sampah tidak berguna itu.

Berbeda dengan Naya. Dia merindukan Felix suami yang sangat dia cintai.

Beberapa hari ini  mereka hanya berkabar lewat telepon. Sungguh! Naya merindukan sosok itu. Sosok laki laki yang begitu sabar menghadapi sikap Naya yang terkadang seperti anak kecil yang manja.

Apakah salah jika dia mencintai Felix yang hanya berasal dari keluarga biasa?

Apakah orang kaya harus menikah dengan orang kaya pula?

Kenapa dunia begitu tidak adil!

Cinta datang tidak mengenal kepada siapa hati mereka akan berlabuh. Begitu juga dengan Naya, hatinya sudah terpatri pada sosok Felix.

Hari ini mungkin hari keberuntungan untuk Felix. Lamaran nya diterima di sebuah perusahan textile yang cukup terkenal di kota X.

Tidak apa menjadi karyawan pabrik. Yang penting Felix bekerja tidak di bawah tekanan Ayah mertuanya lagi. Tidak akan ada yang memarahinya walau Felix tidak melakukan kesalahan. 

Kemudian Felix juga sudah mendapatkan tempat tinggal untuk di tempati bersama Naya nantinya.

Malam ini Felix kembali ke kediaman Edoardo untuk menjemput Naya Felix akan mengajaknya  tinggal di rumah yang baru saja Felix sewa.

Prok…prok…prok…

"Masih berani kamu menampakan batang hidung mu disini!" 

Baru saja Felix melangkah masuk sudah mendapat sambutan seperti itu dari Edoardo. Suara Edoardo terdengar menggelegar seisi ruangan.

"Saya hanya ingin bertemu Naya Tuan."

Felix menundukan kepala tidak berani menatap Edoardo yang sedang menatapnya dengan tajam.

Cih!

Edoardo meludah. " Ku kira kau sudah mati! Dan itu lebih baik!" 

Felix mendongakan kepala hendak menjawab ucapan ayah mertuanya itu. Namun Edoardo sudah berjalan menjauh.

Felix mendesah pelan. Meredam semua rasa sakit yang dirasakan nya. Kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar.

"Felix kamu pulang.?"

Naya langsung berlari menghambur memeluk tubuh laki laki yang di rindukannya beberapa hari ini.

"Tidak. Ini hanya arwahnya."

Goda Felix. Tanganya membalas pelukan Naya. Pelukan yang dia rindukan beberapa hari ini.

Setelah puas berpelukan melepas rindu. Felix melepaskan pelukannya mengajak Naya duduk di sofa.

"Naya. Aku ada kabar bahagia!"

Felix sangat antusias ketika mengatakan itu pada Naya. 

"Kabar bahagia? apa itu  Felix?"

Naya begitu penasaran apalagi  melihat Felix begitu antusias.

Felix memegang tangan Naya.

"Aku di terima kerja Naya. Dan kamu tahu? Aku juga sudah dapat rumah untuk kita tempati. Kamu mau kan ikut denganku?"

Saat Felix mengatakan itu. Terlihat jelas ada kekhawatiran dari nada bicaranya.

Felix takut Naya akan menolak untuk tinggal bersamanya. Meninggalkan kerajaan yang selama ini di tinggalinya.

"Sungguh? Aku senang sekali mendengarnya. Tentu, tentu Felix kamu adalah suamiku. Jadi kemana pun kamu akan membawaku aku pasti akan ikut denganmu."

Naya berkata dengan tegas tidak terdengar keraguan sama sekali.

"Sungguh?"

Felix hanya ingin memastikan jika dirinya tidak salah dengar.

"Heem."

Felix menarik Naya kedalam pelukannya." Terima kasih sayang. Terima kasih."

Sungguh Felix sangat bahagia memiliki Naya yang dengan tulus menerima keadaannya. 

Felix bersumpah akan selalu mencintai dan membahagiakan Naya apapun yang terjadi. Felix tidak akan menyia nyiakan perempuan seperti Naya.

 Berkali kali Felix mencium pucuk kepala Naya dengan penuh cinta.

Malam yang panjang menjadi saksi kedua anak manusia yang saling melepas rindu.

Malam sudah berganti pagi. Matahari mulai beranjak dari tempatnya. Sedangkan sepasang anak manusia masih betah berada di balik selimut.

Cahaya matahari mulai masuk menerobos celah jendela membuat Felix merasa terganggu. Matanya perlahan terbuka. 

Bibirnya tersenyum begitu melihat Naya yang masih tertidur pulas. Felix mencium kening Naya sebelum turun dari tempat tidur.

Sekitar sepuluh menit Felix sudah keluar dari kamar mandi, di lihatnya Naya sedang duduk bersandar pada tempat tidur.

"Sudah bangun?"  tanya Felix sambil berjalan ke arah lemari pakaian. 

"Heem. Baru saja."

Felix mengangguk mengerti. "Mau mandi sekarang. Biar aku siapkan air hangat."

"Tidak. Aku bisa sendiri."

Naya turun dari tempat tidur lalu berjalan ke kamar mandi dengan membungkus tubuhnya dengan selimut.

Selesai berpakaian Felix mengemas semua barang yang Felix dan Naya butuhkan.

Felix  tidak  membawa semua barang  Sebab kontrakannya kecil. Jika dibandingkan dengan kamar Naya. Sepertinya masih lebih luas kamar Naya.

Seperti rencana tadi malam. Waktu sarapan tiba. Felix ikut duduk di meja makan. 

Felix mengabaikan tatapan sinis Nyonya Edoardo.

"Kau membuat selera makanku hilang!" 

Bentak Edoardo begitu melihat Felix duduk bergabung di meja makan.

"Kau!" 

Edoardo menunjuk wajah Felix.

"Tempatmu di dapur sana laki laki sampah! Tidak berguna! Membuat napsu makanku hilang!"

Baru saja Felix hendak berdiri, Naya memegang tangannya.

"Sudah duduk disini saja. Lagipula kita harus berbicara pada Ayah bukan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status