Saat ini, Edgar tengah berada di dalam ruangan pengap tanpa adanya ventilasi udara. Ruang bawah tanah yang biasa menjadi tempat sang ayah memberinya hukuman saat dia melakukan kesalahan. Ruangan yang minim pencahayaan itu menjadi saksi bisu kesedihan Edgar dan kekejaman Barta pada dirinya.Edgar tengah duduk di atas lantai dingin sambil menyandarkan kepalanya ke dinding.Kilasan kenangan tentang ibunya melintas di dalam ingatan saat dia memejamkan kedua mata.Tepat lima tahun yang lalu, saat ibundanya masih hidup. Ibunya selalu membela Edgar dan meminta Barta untuk mengampuninya. Namun sekarang, siapa yang akan menolongnya? Siapa yang akan mendengar ceritanya? Deg!Edgar membuka mata lebar saat ia mengingat, Bella .... "Jam berapa sekarang? Apa dia sudah pulang kuliah?" Edgar berjalan cepat menuju pintu yang tertutup rapat. "Buka pintunya! Buka! Tolong buka pintu ini! Atau aku akan membakar rumah ini! Buka!"Suara teriakan menggema Edgar tak ditanggapi oleh tiga anak buah Barta, y
Tidak bisa menghindar lagi dan tidak mungkin ada pertolongan dari Edgar. Bella memasrahkan diri kalau memang dia harus melayani suami sahnya. Barta tersenyum melecehkan saat melihat Bella keluar dari dalam kamar mandi dengan hanya menggunakan lingerie seksi. Ia menatap tubuh sintal istrinya dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Ke sini, Sayang. Cepat, aku sudah tidak bisa menahannya lagi." Barta mendekati Bella yang terlihat gugup dan ketakutan.Bella melangkah perlahan dengan ragu sambil menundukkan kepala. "Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu. Aku tahu caranya memanjakan wanita di atas tempat tidur. Aku pastikan kamu akan menikmatinya dan mungkin kamu akan meminta lagi dan lagi." Barta tersenyum mesum. Lintah Darat itu memegang bahu Bella, membawa istrinya menuju tempat tidur. "Kamu takut? Apa yang kamu takutkan, Sayang?" Barta berisik mesra di telinga Bella yang masih terlihat sangat canggung. Bahkan wanita cantik itu tidak berani menatap suaminya. Bella mengatur napas y
Bella tidak pernah menyangka pernikahannya akan membuat luka mendalam seperti ini. Disiksa, bahkan tidak dianggap sebagai seorang istri dari laki laki yang sudah resmi menjadi suaminya. Belum lagi, dia juga mendapat pelecehan dari anak tirinya sendiri. Hingga mereka melewati malam panas berkali kali. Saat ini di dalam kamar. Bella tengah disiksa oleh suaminya sebelum mereka melewati malam panas di atas ranjang."Ayolah Sayang, jangan menangis. Nikmati ini. Kita akan bersenang senang malam ini." Barta tersenyum mesum melihat tubuh polos istrinya. Cetak! Cambukan kembali menghujani tubuh Bella membuat istrinya itu menjerit kesakitan. Tangisan Bella terdengar semakin kencang. Ia menatap sang suami dengan tatapan lirih, meminta ampun. Akan tetapi, Barta justru semakin menggila."Sudah Tuan. Sakit, tolong hentikan," isak Bella berlutut di depan suaminya. Barta tertawa jengah. "Tahan rasa sakitnya. Setelah ini kamu akan menikmati permainanku. Aku akan membayar rasa sakit ini dengan ke
Berada di dalam kamar mandi setelah dia beralasan ingin buang air. Edgar mencari celah agar bisa keluar dari kamar mandi yang ternyata tidak memiliki jendela untuk melarikan diri. Di dalam ruangan sempit itu tidak ada ventilasi udara ataupun jendela, karena kamar mandi yang digunakan olehnya saat ini, adalah kamar mandi milik anak buah Barta."Sial! Brengsek! Bagaimana caranya aku bisa keluar dari kamar mandi ini? Tidak ada ventilasi ataupun jendela. Mana mungkin aku bisa melarikan diri," gumam Edgar yang berada di dalam sana selama hampir setengah jam. Tok Tok Tok! Terdengar suara ketukan pintu, Edgar berhenti mundar mandir mencari cara untuk keluar. "Tuan Edgar, sedang apa Anda di dalam? Kenapa lama sekali?" teriak anak buah Barta. "Aku sedang buang air. Kenapa? Apa kalian ingin melihatnya? Di sini tidak ada ventilasi ataupun jendela, aku tidak akan bisa kabur. Kalian tenang saja. Kalau pun aku mati di dalam sini, kalian tidak akan terkena hukuman," sahut Edgar sambil menutup h
Terjatuhnya Edgar dari atap kamar menggagalkan penyatuan Barta dan Bella di atas tempat tidur. Barta terlihat murka, terlebih dia melihat anaknya kabur dari dalam penjara bawah tanah. Dengan cepat ia memakai piyama tidur lalu mendekati pintu kamar lalu membuka pintu. "Cepat keluar dari kamar ini! Anak brengsek!" amuk Barta berteriak kencang. Bella yang masih berada di atas tempat tidur terlihat shock berat, ia menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya sambil menatap Edgar yang berbaring dengan posisi tengkurap. "Anak kurang ajar!" bentak Barta kemudian mendekati Edgar yang diam membisu. "Tuan, sepertinya Edgar pingsan. Kepalanya berdarah," ucap Bella sambil menggerakkan tubuh Edgar. "Pingsan?" Barta naik ke atas tempat tidur lalu menggerakkan tubuh anaknya.Tak ada gerakan sama sekali. Ia melompat dari ranjang lalu mendekati anaknya. Barta menarik lengan Edgar hingga anaknya tersebut terjatuh dari atas tempat tidur. "Edgar! Kamu kenapa?" pekik Barta dengan wajah panik. I
"Tuan, ini sudah hampir pagi. Tuan tidak ingin pulang dan beristirahat?" tanya anak buah Barta. Barta yang saat ini tengah duduk di kursi tunggu rumah sakit sambil menundukkan kepala, tidak menjawab pertanyaan anak buahnya itu. "Maaf Tuan. Sepertinya Tuan sudah sangat lelah. Sebaiknya kami saja yang menjaga Tuan Muda Edgar." Kali ini, Barta mengangkat kepalanya ke atas menatap anak buahnya tersebut. "Aku belum bisa tenang kalau aku belum tahu keadaan anakku. Dia masih berjuang di dalam sana dan kalian memintaku untuk pulang? Apa kalian gila? Bangsat!" amuk sang rentenir kejam. "Maaf Tuan, saya hanya tidak tega melihat Tuan tidur di kursi tunggu seperti ini," ucap Yoman yang langsung menundukkan tubuh. "Tidak tega katamu? Yang membuatku harus berada di tempat ini siapa? Kalian semua bodoh! Dungu! Brengsek! Kalian semua tidak becus dalam menjaga anakku hingga anakku masuk ke dalam rumah sakit. Andai kalian tidak lengah, tidak mungkin anakku sampai masuk ke ruang operasi seperti ini
Barta pulang ke rumahnya. Ia tak mendapati istrinya di sana. Ia baru ingat kalau Bella sedang berkuliah hari ini. Rentenir itu masuk ke dalam kamar untuk beristirahat, tetapi ingatan tentang wanita yang tadi dikatakan oleh Yoman, mengusik pikirannya. Ia beranjak dari tempat tidur lalu keluar dari dalam kamar. "Yoman!" panggil Barta. Lelaki bertubuh tinggi, kekar dan berkulit kecoklatan itu berlari menghampiri Barta."Ada apa, Tuan?" tanya Yoman sambil menundukkan tubuh. "Kalian sudah ke rumah Martinus?" "Belum Tuan, kami sedang mengumpulkan beberapa catatan hutang dan juga catatan bunga dari hutang tersebut," jawab Yoman. Barta mengangguk. "Antar aku ke sana!"Yoman menegakkan tubuh, menatap bosnya. "Tuan mau ke sana? Tuan yang akan menagih hutang itu?""Ya, aku akan memberi penawaran pada Martinus agar dia mau memberikan adiknya untukku. Aku akan membawa adik Martinus ke rumah sakit untuk merawat anakku sampai sembuh.""Baik Tuan, saya akan mengantar Tuan ke sana."Barta merap
Barta semakin menggila, ia paling tidak suka keinginannya dibantah oleh siapapun. Kali ini, untuk pertama kalinya ia ditantang oleh seorang yang memiliki banyak hutang padanya. Ya, Martinus dengan keberaniannya menolak tawaran Barta untuk memberikan adik perempuannya. "Memang secantik dan spesial apa adikmu itu?" desis Barta bersiap menginjak leher Martinus. Namun, suara teriakan seorang wanita dari arah pintu menghentikan niat Barta tersebut. Barta menoleh ke belakang, menatap wanita cantik yang berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum mesum sambil memperhatikan bagian sensitif wanita itu yang baginya terlihat sangat menggoda, karena wanita itu memakai celana jeans ketat yang membuat Miss V-nya menonjol. "Kakak," isak wanita itu lalu berlari masuk ke dalam rumah. Ia bersimpuh di samping tubuh Martinus yang sudah tak sadarkan diri. Barta tersenyum mesum. "Akhirnya kamu pulang juga. Aku akan membawamu ke rumah."Wanita itu mendongak, menatap Barta sinis. "Apa maksudnya? Kenapa And