Share

Terjerat Cinta Terlarang ( Pengorbanan Rara )
Terjerat Cinta Terlarang ( Pengorbanan Rara )
Penulis: Aisyah_Sakila

Perasaan Kakak

"Ya Tuhan!"

Jerit terdengar di setiap ruangan, bu Lastri berteriak keras kala melihat Rayna sedang terbujur kaku dengan mulut mengeluarkan busa.

Tanpa pikir panjang ia langsung menghampiri anaknya.

"Pa, Papa! Tolong!"

Pak Burhan Hadinata yang sedang duduk di balkon langsung berlari mendekati arah suara.

"Iya, Ma. Ya Allah."

Pak Burhan tak kala terkejutnya dengan istrinya.

"Cepat, Pa. Bawa Rayna ke rumah sakit."

"Ayo, Ma."

Dengan di bantu beberapa karyawan yang bekerja di rumahnya.

Pak Burhan membawa anak tirinya itu ke rumah sakit.

Air mata tak henti-henti keluar dari mata bu Lastri. Melihat istrinya yang sedang kacau pak Burhan segera memenangkan istrinya.

Tak lama tibalah mereka di rumah sakit. Rayna segera di baringkan di keranjang pasien dan di bawa keruang IGD.

"Ibu, bapak tunggu disini ya," saran seorang perawat cantik.

"Tapi bagaiamana anak saya, Sus?"

"Tenang saja, Bu. Percaya pada kami."

Selama dokter belum keluar dari dalam ruangan.

Rasa khawatir mendera dua pasang pasutri itu.

Rayna memang bukankanlah anak pak Burhan, namun beliau sudah menggapnya anak sendiri dan memperlakukannya adil sama seperti ia memperlakukan  Rara anak kadungnya.

Sementara itu di tempat Lain, Rara sedang menunggu kekasihnya di bandara.

Romi adalah seorang ceo muda tampan dengan kharisma yang menawan. Wanita mana yang melihat Romi pasti jatuh hati.

Dari banyak wanita yang menyukainya, Romi hanya mencintai dan menyanyangi satu wanita bernama Rara Hadinata.

Gadis berwajah manis dengan kulit berwarna kuning langsat, bergigi gingsul dan berpostur tidak tinggi. 

"Makasih ya udah jemput aku, sayang," Tangan Romi melingkar di pinggul kekasihnya.

"Iya, kan aku sudah janji kalau kamu pulang dari Swiss. Aku orang pertama yang kamu temui."

Romi terkekeh mendengar perkataan Rara, kerinduan jelas terlihat di hati mereka.

Setelah keluar dari bandara Roni mengajak Rara mampir ke sebuah tempat yang  ingin ia perlihatkan ke belahan jiwanya.

Mobil yang membawa mereka berdua berhenti di depan sebuah gedung apartemen.

Terlihat dari desain dan kokohnya bangunan, apartemen itu termasuk apartemen high clas.

Rara merasa bingung kenapa Romi mengajaknya kemari.

Dalam hatinya berkecamuk rasa tak karuan pada hatinya.

Ia takut jika Romi melakukan hal yang aneh-aneh.

"Enggak usah takut aku enggak  bakal ngapa-ngpain kamu," ucap Romi.

Rupanya ia mengetahui apa yang sedari tadi di pikirkan Rara. Langkah kaki mereka berhenti di depan pintu.

Romi segera menekan tombol dan membuka pintu.

"Hah!"

Rara  terkejut melihat apa yang  ia lihat, sebesar itukah cintan Romi kepadanya. Di dalam sana nampak keluarga Romi.

Mereka berdiri sambil tersenyum menyambut kedatangan mereka berdua. Pak Edward ayah Romi langsung berhambur memeluk anak bungsunya.

Pemandangan yang jarang sekali terlihat bagi Rara. Mengingat bagaimana hubungan mereka berdua.

"Rara?" ujar pak Edward.

"Iya, Om," sahut Rara matanya sambil melirik kearah Romi.

"Kamu grogi?"

"Enggak,  Om, aku santai sekali , om."

Mengetahui apa yang di rasakan kekasihnya, Romi terkekeh.

Gadisnya itu memang sangat lucu tak heran ia sangat menyayangi dan mencintai Rara.

"To the point aja lah, Pa. Kelamaan," cibir Romi.

Rara semakin tak mengerti apa yang di maksud oleh Romi.

Detak  jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. 

Keringat dingin terasa di telapak tangan gadis itu.

Sekarang siapa pun yang melihat Rara akan tersenyum.

"Rara, jadi Romi."

"Iya, Om. Saya enggak pernah menduakan Romi. Cuma pernah sekali chat sama laki-laki lain. Habis itu ketahuan Romi dan anak om marah," celoteh Rara.

Tingkahnya yang polos sungguh sangat mengemaskan.

Edward  bangga ternyata anaknya tak salah memilih wanita.

"Bukan itu jadi, Ra."

"Aduh, Oom. Jangan marahin saya beneran."

Senyuman kecil mengembang di wajah Romi. Ia merasa begitu beruntung bisa jatuh cinta dengan gadis ini.

Yah, mungkin dari tipe Rara bukanlah wanita tipe Romi.

Akan tetapi kejujuran dan sifat yang menyenangkan. Yang membuatnya begitu nyaman saat berada di sisinya.

"Udah, Rara, bicaranya?" tanya Edward menatap gadis itu.

Tatapan mata Pak Edward bagai elang, seketika saja Rara diam. Entah perasaan takut atau apa?

"Begini. Jadi Romi ingin melamar kamu. Apa kamu, siap?"

"Apa, Om?"

"Romi ingin melamar kamu?" jelas Edward.

Binar air mata tampak di mata  Rara, hatinya merasa bahagia rasanya ia seperti terbang ke surga.

Wanita mana pun akan bahagia jika di lamar oleh kekasih pujaan hatinya.

Segera saja Rara mengangukan kepala pertanda ia mengiyakan. 

"Plok!!!"

Riuh suara tepuk tangan keluarga yang berada dalam apaetemen itu.

Binar kebahagian terlihat jelas di wajah dua insan yang saling mencintai.

"Secepatnya aku datang ke rumahmu," janji Romi.

"Aku bahagia, Rom. Terima kasih."

Bagai bunga yang sedang mekar begitulah kiranya perasaan yang Rara rasakan saat ini.

Rasa kantuk dan capek seketika hilang, berganti dengan kebahagiaan yang mewarnai hati.

Bukan lantara ia di lamar oleh Romi, tetapi karena hubungan Romi dan papanya sudah membaik.

You are Angel Rara.

Mungkin jika hanya melihat tampilanmu Romi tidak tertarik, namun melihat isi hatimu akan banyak lelaki mengejar dan berlomba meraih cintamu.

Selepas dari apartemen Romi mengantar Rara pulang.

Setibanya di rumah, keadaan rumah nampak sepi tidak terlihat Rayna, Papa atau Mama.

"Ra, kenapa?"

"Rumah sepi, Rom. Papa kemana ya?"

Rara bergegas mengambil ponsel miliknya di dalam tas berwarna soft pink.

Tas pemberian Romi saat ia pergi ke jerman. Lelaki itu memang sangat royal tak hanya tas Romi juga sering membelikan Rara perhiasan namun di tolak mentah-mentah oleh Rara.

Tut ... suara telpon tersambung di sana.

"Hallo, Rara?"

"Iya, Ma. Mama dimana?" Rara terlihat cemas.

"Mama, di rumah sakit, Ra. Kakakmu masuk rumah sakit."

"Hah, Apa? Kirim alamatmya ya, Ma. Rara segera kesana?"

Tut... Rara memutuskan televon.

"Rom, tolong antar aku ke rumah sakit."

"Jangankan ke rumah sakit. Ke hatiku pun aku antar hehe," goda Romi.

"Romi," Rara mencubit pelan bahu kekasihnya.

Sepanjang jalan pikiran Rara tak tenang, ia berharap kakaknya baik-baik saja.

Tangan Romi menggengam erat tangan Rara. 

Dua puluh menit perjalanan terasa lama, sesampainya di rumah sakit Rara langsung saja membuka pintu mobil.

"Kenapa pintunya susah sekali sih," gumam Rara.

"Tidak baik langsung pergi begitu saja."

Rara menoleh kini wajah mereka saling berdekatan hanya berjarak satu inci saja.

Harum aroma nafas Romi tercium di hidung Rara.

Romi mendaratkan sebuah kecupan di bibir Rara.

Mereka nampak malu kini kali pertama Romi mencium kekasihnya.

Wajah Rara memerah menahan malu, apa yang Romi pikirkan salah.

Ia kira Rara akan marah tapi nyatanya Rara membalas ciuman Romi.

Dengan sigap Roni melumat bibir munggil Rara.

Pikirannya mulai nakal, saat mereka berdua sedang menikmati ciuman pertama.

Ponsel milik Rara berdering tertulis di layar ponsel Rayna.

"Sudah, Rom. Aku harus segera masuk. Terima kasih."

Cup.... Rara kembali mencium pipi Romi, terasa desiran hangat menyetuh dadanya.

Buru-buru Rara mencari kamar Rayna.

Saat hendak masuk ke dalam kamar, terdengar jelas perdebatan Rayna dan bu Lastri.

"Apa-apaan kamu, Ray? Jangan gila kamu?"

"Gila kenapa, Ma? Aku memang mencintai dia."

"Ingat dia itu pacar adik kamu!"

Pacar? Adik? 

Siapa yang di maksud Mama dan Rayna?

"Ya Tuhan,  mungkinkah kakak mencintai Romi?" batin Rara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status