Share

Bab 2

Hari ini adalah hari pertama Clara bekerja di restoran tempat Tante Ana mengajaknya. Dengan menaikki MRT, mereka berdua berangkat sejak pagi dan tiba di restoran itu pada pukul 7 pagi. Tante Ana menyuruh Clara untuk menunggu di luar sejenak karena ia akan berbicara dengan atasannya sejenak. Clara menurut dan menunggu Tante Ana di luar restoran.

Selama menunggu, mata Clara menjelajah ke segala sudut lingkungan itu. Restoran tempatnya akan bekerja adalah sebuah restoran Cina yang terletak di jalan yang lumayan sibuk. Waktu masih pagi tapi sejak tadi Clara sudah melihat banyak oramg bersliweran disana. Clara kembali menebar pandangannya dan kali ini ke dalam area restoran. Restoran itu tampak seperti restoran zaman dulu dengan tempat yang cukup luas. Persis seperti restoran Cina yang sering Clara lihat di film k****u kesukaan mendiang ayahnya.

Dindingnya putih bersih dan hanya dihiasi oleh beberapa foto hitam putih. Lalu tentu saja terdapat ornamen-ornamen khas restoran Cina lainnya. Meskipun tidak terlihat mewah ataupun penuh gemerlap, tapi restoran itu sudah ipenuhi pelanggan di waktu sepagi ini.

"Pasti ini adalah restoran yang sangat terkenal." Gumam Clara pelan.

Tak lama kemudian, ia melihat sosok Tante Ana yang menghampirinya dengan sumringah. Clara merasa bahwa akan ada kabar baik yang disampaikan oleh Tante Ana. Ia sudah tidak sabar untuk mendengarkannya.

"Bagaimana Tante?" Tanya Clara penuh semangat.

"Kamu bisa mulai bekerja hari ini, Clara! Kamu akan bekerja sebagai pelayan yang tugasnya menyambut pelanggan, mencatat pesanan, dan mengantar makanan. Apakah kamu bisa?" Tanya Tante Ana serius.

Clara mengangguk. Sungguh, pekerjaan ini bukanlah sebuah pekerjaan yang sulit baginya. Ia sudah bekerja sebagai pelayan restoran sejak ia lulus SMA karena itu Clara sangat yakin dengan kemampuannya. Ia yakin ia akan bekerja dengan baik dan tidak akan mempermalukan Tante Ana.

"Pasti bisa, Tante! Tante jangan khawatir, aku pasti tidak akan membuat Tante merasa malu." Jawab Clara dengan mantap.

Tante Ana sumringah. Ia lalu menepuk kedua bahu keponakannya itu seolah memberi isyarat bahwa ia percaya kepada Clara sepenuhnya. Clara mengangguk mantap dan segera mengikuti langkah Tante Ana. Mulai hari ini, petualangan Clara untuk bekerja di negeri orang secara resmi dimulai. Clara sangat bersemangat menyambut apa yang akan ia temui dalam kesehariannya selanjutnya.

***

Hari pertama Clara bekerja berlalu dengan begitu saja. Rasanya letih sekali dan seolah seluruh tulangnya patah. Hari ini restoran tempatnya bekerja sedang ramai-ramainya dan Clara bahkan tidak sempat duduk selama seharian.

"Astaga, rasanya tubuhku pegal semua." Gumam Clara sembari memijat-mijat kakinya di atas kasur.

Setelah beberapa menit memijati dirinya sendiri, Clara tanpa sadar sudah terlelap tidur. Mungkin karena tubuhnya yang merasa begitu lelah sehingga Clara bahkan tertidur tanpa mandi terlebih dahulu.

Sekitar jam 1 malam, Clara dibangunkan oleh suara gemerisik dari arah luar kamar yang ia gunakan. Clara bertanya-tanya kegaduhan apa yang terjadi disana. Ia beranjak dari kasurnya dan berjalan ke arah pintu. Clara menempelkan telinganya di pintu kamar Stefani dan mencoba menguping apa yang ada di luar kamar itu. Clara mendengar seorang pria dan wanita yang saling mengobrol entah apa yang dibicarakan.

"Siapa yang mengobrol tengah malam seperti ini?" Ucap Clara pelan.

Karena rasa penasaran yang terus mendorongnya, Clara membuka sedikit pintu kamar dan mengintip keluar. Ia melihat Tante Ana dan suaminya, Jo, tampak membicarakan sesuatu dengan serius. Clara mencoba mendengarkan percakapan mereka lamat-lamat.

"Apa yang mau kamu bicarakan, Jo?" Tanya Tante Ana bingung.

"Ini soal Clara." Jawab Jo singkat.

Tante Ana tampak tidak mengerti dan duduk di samping Jo.

"Ada apa dengan Clara?" Imbuh Tante Ana ingin tahu.

Jo terdiam sejenak. Ia lalu memandang Tante Ana serius.

"Tidakkah menurutmu membiarkan Clara tinggal disini akan memberatkan bagi kita, Ana? Kamu tahu sendiri betapa mahalnya biaya hidup di Singapura." Ujar Jo.

Tante Ana tampak tidak senang dengan jawaban Jo. Clara yang mendengarnya juga ikut terkejut dengan respon Jo atas kedatangannya.

"Memberatkan apanya? Anak itu bahkan tidak akan menghabiskan lebih dari dua piring nasi. Membawa Clara tinggal disini tidak akan membuat perbedaan besar, Jo. Kumohon jangan mengarang alasan yang tidak masuk akal." Timpal Tante Ana tidak setuju.

Jo berdecak kesal.

"Sungguh, Ana? Kamu pikir semua ini hanya akal-akalanku saja? Kamu pikir gadis itu tidak akan menggunakan air, listrik, dan lainnya? Sejujurnya aku keberatan jika harus menanggung Clara di rumah ini. Dia bukanlah siapa-siapa bagiku dan aku tidak punya hubungan apapun dengannya." Balas Jo tidak kalah sengit.

Tante Ana tampak menyesap minumannya perlahan.

"Sudahlah, kalau kamu memang merasa keberatan untuk menanggung Clara, maka aku yang akan menanggung pengeluarannya. Aku tidak akan pernah mengganggu sepeser pun uangmu untuk keponakanku. Kamu bisa menyimpan uangmu itu hingga menggunung dan menghabiskannya sendirian." Ucap Tante Ana kesal.

Jo tampak tidak senang dengan jawaban Tante Ana dan beranjak pergi meninggalkannya. Clara terhenyak. Sedari tadi ia hanya bisa diam mendengarkan kedua orang dewasa itu berdebat tentangnya. Yang pria terus menerus berusaha mengusirnya dari rumah mereka. Sementara yang wanita mati-matian mempertahankan Clara agar tetap berada disini.

Clara menutup pintu kamar dengan perlahan. Ia beringsut kembali ke kasur dan duduk disana. Kepalanya terasa mau pecah karena masalah yang baru saja ia dengar. Kenapa Jo berpikiran seperti itu? Bahkan Clara belum genap tinggal bersamanya selama satu minggu tapi ia sudah menganggap Clara seperti seorang parasit. Ah, mungkinkah karena ia memang merasa tidak ada hubungan apapun dengan Clara?

"Tampaknya aku harus segera pindah dari sini." Gumam Clara pelan.

***

Selama seminggu, percakapan antara Jo dan Tante Ana yang ia tak sengaja dengar terus terngiang di kepalanya. Clara bahkan tidak berani mengambil nasi di meja makan karena merasa tidak enak kepada Jo. Tante Ana yang heran melihat keponakannya tampak lesu pun langsung bertanya.

"Kenapa kamu tidak makan, Clara? Kamu tidak suka masakan Tante?" Tanya Tante Ana bingung.

Clara menggeleng dan tersenyum tidak enak.

"Tidak, Tante. Clara sudah janji akan makan bersama teman Clara yang bekerja disini. Clara pamit dulu ya Tante." Ucap Clara berbohong.

Tante Ana yang tidak terlalu ambil pusing hanya mengiyakan kata-kata Clara. Mungkin memang keponakannya sudah berjanji dengan temannya. Siapa yang bisa menebak kehidupan seorang gadis 20 tahun bukan?

Clara lalu mengambil tasnya dan pergi setelah izin dengan Tante Ana dan Jo. Sebenarnya Clara lapar sekali, tapi kata-kata Jo terus menerus mengganggunya.

"Ah, sudahlah. Aku akan mencari makan di luar saja." Ucap Clara pada dirinya sendiri.

Sebenarnya Clara juga tidak sepenuhnya berbohong. Hari ini ia memang akan menemui temannya yang bekerja di salah satu mall yang ada di Singapura. Kebetulan hari ini Clara juga mendapatkan jatah libur. Jadi ia bisa melakukan hal-hal yang ia suka.

Clara berjanji akan bertemu dengan temannya di Orchard Road. Dan Clara tiba di tempat pertemuan mereka pada pukul 3 sore. Clara mencari temannya yang akan ia temui dan akhirnya setelah menjulurkan kepalanya seperti jerapah, Clara berhasil menemukan temannya di antara keramaian.

"Jess!" Seru Clara sambil melambaikan tangannya ke arah seorang gadis berbaju merah muda.

Gadis itu menoleh. Matanya memicing sejenak berusaha mengenali sosok yang memanggilnya. Sepersekian detik kemudian senyum gadis itu mengembang dan membalas lambaian tangan Clara.

"Clara! Oh my God! Kamu cantik sekali! Aku sampai tidak bisa mengenalimu, Clara!" Seru Jessica bahagia.

Clara berlari dan memeluk gadis itu. Rasanya sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan sahabatnya. Jessica adalah salah satu alasan lain kenapa Clara ingin bekerja di Singapura. Karena sahabatnya sejak kecil juga ada disini dan Clara tidak akan sepenuhnya kesepian meskipun merantau di negeri orang.

Kedua gadis itu lalu memutuskan untuk pergi ke sebuah cafe untuk mengisi perut sembari bertukar cerita.

"Jadi kamu tinggal sama siapa disini?" Tanya Jessica kepada Clara.

Clara yang sudah kelaparan sejak tadi fokus menyendok suap demi suap makanan ke mulutnya. Ia mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Jessica yang duduk di hadapannya.

"Sama Tante Ana, Jess. Tapi rencananya aku mau pindah." Jawab Clara pelan.

Jessica tampak bingung.

"Kenapa? Bukannya kamu sangat dekat dengan Tante Ana? Harusnya kamu merasa nyaman kan tinggal bersamanya?" Ujar Jessica.

Clara menelan sendokan terakhir hidangannya.

"Tante Ana memang baik, Jess. Tapi suami barunya super pelit. Aku bahkan belum seminggu tinggal disana tapi dia sudah menganggap aku seperti parasit. Aku jadi merasa serba tidak enak mau melakukan apapun." Jelas Clara kesal.

Jessica mengangguk-angguk mengerti.

"Ngomong-ngomong, berapa yang harus aku keluarkan kalau mau sewa apartemen ya?" Tanya Clara pada Jessica.

Jessica tampak berpikir sejenak.

"Kalau di pinggiran mungkin sekitar dua sampai tiga ribu dollar. Tapi kalau di daerah kota seperti ini bisa sampai empat ribu dollar, Clara. Pokoknya super duper mahal." Jawab Jessica.

Clara terhenyak.

"Empat ribu dollar?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status