"Saat hatimu hampa karena kehilangan rasa cinta, percayalah bahwa cinta akan datang lagi padamu suatu hari nanti. Terkadang, cinta itu harus meninggalkanmu sebentar untuk mengajarkamu akan sesuatu yang lebih dalam." - Chloe Adams -
Suara musik yang keras di Sky pub and hotel tidak mempengaruhi kehebohan bridal shower atau pesta lajang yang sedang dirayakan oleh sekelompok gadis-gadis muda, berusia sekitar dua puluh dua tahun ke atas. Bagi calon pengantin perempuan, Chloe Adams, hari ini merupakan momen spesial baginya, untuk melepas masa lajangnya sebelum hari pernikahannya, yang akan diadakan satu minggu lagi. Mereka asik bersulang minuman dan bercanda ria. Beberapa dari mereka sudah mulai mabuk. Hal itu bisa dilihat dari cara berjalan merekayang sempoyongan. Salah satu sahabat Chloe, yaitu Yvonne, mendentingkan sebuah gelas dengan menggunakan kuku-kukunya yang di-manikur dengan baik. Teman-temannya yang melihatnya melakukan hal itu, hanya bisa menahan napas. Mereka ngeri kalau-kalau kukunya bisa patah atau lecet. Yvonne melengkungkan sebuah senyum dan mengangkat gelas kristal di tangannya untuk ber-cheers. “Selamat atas pernikahanmu, Chloe Adams! Akhirnya masa lajang-mu akan berakhir sebentar lagi. Chee
“Wanita itu adalah milikmu malam ini. Lakukan apa saja yang kamu mau, tapi jangan lupa bayar kenikmatanmu dengan video terpanas-mu bersamanya malam ini.” “Jangan khawatir, kamu akan menerima hasilnya sebentar lagi.” Klik.. Sambungan pun terputus. Setelah selesai menelpon laki-laki suruhannya tadi, gadis itu, Audrey, kembali bergabung dengan teman-temannya yang lain. Dia menggoyang-goyangkan tubuhnya yang semampai mengikuti alunan suara musik. Dia menutup matanya sambil menikmati alunan musik yang ada. Audrey adalah seorang seorang photo model yang bernaung di bawah Agency Modeling Heartbreak, milik keluarga Albert Wesley. 'Aku tidak sabar lagi untuk mendapatkan kiriman video panas mereka. Tidak akan kubiarkan dia menikah dengan Albert semudah itu,' batin- nya penuh kebencian. “Siapa yang kamu telpon barusan?” tanya Freya penasaran. Dia sedikit curiga ketika melihat Audrey berbicara di telepon sambil melirik-lirik ke arah Chloe. “Oh, bukan urusanmu, tapi kalau kamu memang ing
Baru sebentar saja Freya berbalik, tiba-tiba dia mendengar jeritan dari arah pintu keluar darurat. “Help! Somebody please help me!!!” Tanpa berpikir panjang, Freya langsung berlari dan mencari sumber suara tadi. Dia melihat karyawan itu sedang jongkok di depan tubuh seorang pria yang terbujur kaku di atas lantai. “Tolong! Telepon ambulance sekarang juga,” ucap karyawan itu sambil tangannya terulur menyentuh tubuh pria itu. “Jangan sentuh dia!” teriak Freya tegas walaupun dia sendiri dalam keadaan panik. Freya berlari mendekati karyawan itu. “Aku harap kamu tidak menyentuhnya sama sekali tadi.” Karyawan itu mengusap wajahnya dengan gugup. “A-aku tidak tahu apakah aku tadi sempat menyentuhnya atau tidak.” “Kalau kamu tadi menyentuhnya, maka sidik jarimu akan ada di tubuh pria itu.” “L-lalu?” ucapnya tergagap. “Kalau pria ini sudah tewas, maka kamu bisa dijadikan tersangka.” Karyawan itu terlihat bingung dan semakin panik. Keringat dingin membanjiri keningnya. Dia menatap Frey
Chloe hampir tidak bisa tidur sepanjang malam. Dia terbangun karena mimpi buruk yang seakan-akan tidak berhenti menemani tidurnya. 'Ini benar-benar menyebalkan. Belum lagi aku harus bangun pagi-pagi dan mengajar.’ Diraihnya sebuah gelas berisi minuman di atas nakas kecil di samping tempat tidurnya. Chloe mempunyai kebiasan, di atas nakas itu, selalu tersedia segelas air putih. “Mimpi buruk ini membuatku kehausan,” gumamnya pelan. Dia melirik handphone yang terletak di atas nakas itu. Diperiksanya handphone tersebut. Ternyata ada beberapa pesan dan puluhan panggilan tak terjawab di sana. Rupanya baterai handphone juga sudah mulai berkurang. Dia segera mengisi daya baterai dan mencoba untuk kembali tidur. Tapi semakin dia mencoba, semakin susah rasanya. Pling! Terdengar suara pesan yang masuk. Chloe hanya melirik sebentar lalu kembali memejamkan kedua netranya. Dia terlalu lelah untuk memeriksa siapa pengirim pesan tersebut. “Aku tidak yakin kalau Albert-lah yang telah memberikan
Chloe memungut beberapa helai daun yang menurutnya begitu menarik. Kebetulan juga mata pelajaran pertama hari ini adalah Ilmu Pengetahuan Alam dengan tema pergantian musim. Bagi Chloe, Musim gugur adalah musim paling indah karena diidentifikasi dengan perubahan warna yang mencolok pada dedaunan dan tumbuhan di alam sekitar. Dan salah satu perubahan yang paling disukai Chloe adalah warna-warna indah sejauh mata memandang. “Wow! Engkau luar biasa, Tuhan. Aku suka sekali melihat warna-warni dari dedaunan musim gugur." “Apakah kamu juga suka Autumn?” tanya seseorang dari arah belakangnya. Glek! Chloe berdiri mematung. Dia tidak berani untuk membalikkan tubuhnya karena dia sudah tahu siapa pria yang menyapanya itu. ‘Apakah aku berpura-pura saja seolah-olah tidak mendengar apa yang dia katakan tadi?’ Chloe pun sengaja menyibukkan dirinya dan mengumuti beberapa lembar daun dengan warna-warna yang berbeda. Melihat gadis itu tidak merespon, pria itu sepertinya tidak betah diperlakukan
“Kenapa kamu tega mengkhianati anakku?” teriak Mrs. Kellie , ibu kandung Albert. Wanita itu memberikan tatapan yang tajam dan menggigit ke arah Chloe. Walaupun dia sebenarnya menyukai gadis itu, tapi saat mendengar cinta putranya telah dikhianati oleh gadis itu, hatinya sebagai seorang ibu ikut tersakiti. Dia sedih melihat Albert yang uring-uringan selama beberapa hari terakhir ini. Chloe tertunduk diam. Dia ingin sekali berteriak kembali kepada mereka dan mengatakan kalau semua itu bukanlah kesalahannya. Namun, lidahnya kelu, tidak bisa diajak kerja sama. Mr. Steven berdiri tidak jauh dari Chloe. Wajahnya masih memerah setelah Albert menceritakan semua yang telah anak gadisnya lakukan di malam pesta lajang itu. Berita itu bagaikan petir di siang bolong baginya. Sewaktu Albert menelponnya dan memberitahukannya bahwa Chloe telah berselingkuh, dia tidak terlalu memikirkan hal itu. Dia memilih untuk percaya dan dengan seratus persen yakin kalau anak gadisnya tidak akan pernah mela
“Apa keputusan kamu sekarang Albert? Apakah kamu akan tetap meneruskan rencana pernikahan ini?” tanya Mr. Ragnar memecah kesunyian yang ada dalam ruang tamu yang luas dan mewah itu. Albert berdiri dengan gelisah. Dia sepertinya belum siap untuk menjawab pertanyaan itu. Mr. Ragnar mendekati putranya dan membisikkan sesuatu kepadanya. Tak lama kemudian, Albert mengangguk setuju dan tersenyum singkat kepada pria yang telah mendidik dan membesarkan-nya itu. “Thanks, Dad.” Mr. Ragnar hanya mengangguk pelan. Albert lalu memandang Chloe sebentar dan menghembuskan napas panjang, seolah-olah ada beban yang menghimpit dadanya. “Aku masih ingin melanjutkan pernikahan ini.” Tarikan dan hembusan napas lega dari kedua orang tua Chloe terdengar memenuhi ruang tamu itu. Keduanya terlihat cukup puas dengan keputusan Albert. Setidaknya mereka tidak perlu repot-repot menutupi aib yang menimpa Chloe. Apalagi kalau sampai mereka membatalkan pernikahan itu karena Chloe telah ternoda oleh seorang pr
Mr. Steven hanya membisu sepanjang perjalanan pulang. Dia malu dengan kejadian yang telah terjadi, atau lebih tepatnya kecewa dengan kebenaran yang ada. Anak gadis yang selama ini dia bangga-banggakan, tega mengkhianati calon suaminya sendiri sebelum hari pernikahan mereka. Sebagai seorang yang begitu taat beribadah, perbuatan anaknya benar-benar mencoreng arang di mukanya. Kebanggaannya sebagai seorang ayah yang akan mengantarkan anak gadisnya di altar pernikahan kudus dan suci, kini lenyaplah sudah. Hatinya hancur dan sakit. Bahkan untuk menatap Chloe saja, dia tidak sanggup. Begitu mereka tiba di rumah, Chloe meraih tangan ayahnya. “Dad, please. Itu semua tidak seperti yang daddy bayangkan.” Suara Chloe bergetar. Dia tahu bahwa mereka telah terhasut dengan cerita Albert. “Daddy masih sangat kecewa dengan semua ini, Chloe. Maaf, berikan daddy waktu.” Chloe mencoba menahan tetesan air matanya, tapi semua itu sia-sia belaka. Padahal tadi dia sudah berjanji pada dirinya sen