Share

Bab. 5 Ajakan Menikah

“Sial …!” umpatnya sambil memukul setir kemudi. Kenapa dirinya harus melihat sang papa bersama wanita itu lagi? Wanita yang telah merenggut kebahagiaannya, wanita penyebab kematian mamanya.

Edgar memejamkan mata dan mengembuskan napas berat, dia berusaha menenangkan hatinya. Setelah merasa lebih baik dia kembali melajukan mobilnya.

Andira yang merasakan keanehan pada Edgar pun menautkan kedua alis, “Kamu kenapa?” tanya Andira heran dengan perubahan sikap lelaki di sebelahnya itu.

“Bukan urusanmu,” ketus Edgar.

Andira yang mendapat jawaban ketus dari Edgar hanya bisa diam, dia memalingkan wajah dan melihat keluar jendela mobil. Gadis itu memandangi orang yang sedang berlalu lalang di jalanan.

Perjalanan yang mereka tempuh tidak terlalu lama karena jarak rumah Andira dan kafe tempatnya bekerja cukup dekat. Mobil berhenti di depan kafe dan Andira pun turun. Tanpa menunggu Andira berpamitan padanya, Edgar langsung melajukan mobilnya. Andira yang melihat itu hanya diam dan mulai berjalan masuk ke dalam kafe.

Edgar melajukan mobilnya dengan cukup kencang menuju kantor. sesampainya di depan kantor, dia menyerahkan kunci mobil pada satpam untuk memarkirkannya. Dia mulai melangkah masuk berjalan menuju lift lalu menekan tombol lantai 15 dan lift pun mulai naik. Pintu lift terbuka dan dia mulai melangkahkan kaki menuju ruangannya.

Edgar masuk ke dalam dan duduk di kursi kebesarannya. Dia mengambil telepon di meja dan menghubungi Aldi sang asisten.

“Ke ruangan saya, sekarang!” Tanpa menunggu jawaban dari orang yang berada di seberang telepon, Edgar mematikan dan meletakkan kembali gagang telepon tersebut.

Tak berselang lama terdengar pintu diketuk dari luar. “Masuk,” sahut Edgar dari dalam ruangan.

Pintu terbuka dan tampaklah sang asisten masuk ke dalam kemudian menutup pintunya.

“Anda memanggil saya, Tuan?” Tanyanya pada sang bos.

“Saya ingin kamu melakukan sesuatu pada seseorang,” ujarnya pada sang asisten.

“Apa itu, Tuan?” tanya sang asisten penasaran.

Edgar menyeringai dan mulai menceritakan apa yang dia lihat saat di jalan tadi pada sang asisten. Lelaki berjas hitam itu mengatakan apa rencananya pada sang asisten agar melakukan sesuai yang dia inginkan. Kali ini dia tidak bisa hanya tinggal diam melihat wanita ular itu terus menggerogoti harta kekayaan keluarganya. Sedikit kejutan mungkin akan sangat berguna untuk memberi pelajaran pada wanita itu , pikirnya.

Sementara sore ini, Andira sedang sangat sibuk melayani pelanggan yang datang ke kafe tempatnya bekerja. Entah kenapa tiba-tiba kafe mendadak jadi sangat ramai hingga membuatnya kewalahan melayani para pelanggan.

Saat dia sedang membawa piring dan gelas kotor tiba-tiba ponselnya berbunyi, gadis itu merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel. Dilihatnya nomor Randi tertera disana, dia segera menjawab panggilan tersebut.

“Halo,”

“Hai, Sayang. Eem … malam ini selesai kerja kamu sibuk, nggak?” tanya Randi dari seberang panggilan.

“Eem … sepertinya enggak, kenapa?”

“Aku mau ngajakin kamu makan malam, kamu bisa kan, Sayang? Nanti aku jemput,” ujar Randi.

“Makan malam dalam rangka apa?” tanyanya menyelidik, pasalnya selama ini Randi jarang sekali mengajaknya jalan-jalan apalagi makan malam. Bisa dihitung jari berapa kali mereka keluar jalan berdua, makan malam atau berkencan layaknya pasangan pada umumnya. Sesuatu yang sangat langka jika Randi tiba-tiba mengajaknya makan malam.

“Masa, mau ngajak malam harus ada perayaan dulu?” jawab Randi.

“Enggak juga sih,” ucap Andira sambil tertawa.

“Ya sudah, pokoknya nanti aku jemput,” imbuhnya sambil memutuskan panggilannya.

Andira pun melanjutkan pekerjaannya lalu kemudian, dia berjalan keluar dari dapur. Akan tetapi, langkahnya terhenti ketika matanya tak sengaja melihat seorang lelaki yang sangat dikenalnya.

“Dir, dicariin Pak Bos ganteng, tuh. Aku layani nggak mau, maunya dilayani sama kamu tuh, katanya,” Amel berkata sembari berjalan melewati Andira dengan membawa beberapa gelas kotor di tangannya untuk dibawa ke dapur.

Gadis itu mengembuskan napas berat mendengar perkataan temannya. “Ini orang kenapa menguji kesabaranku sekali, sih,” keluhnya kesal karena lelaki yang sedang menatapnya selalu mengganggu kehidupannya.

Akhirnya gadis itu pun melangkahkan kaki menuju meja tempat lelaki itu berada, dia behenti di sebelah lelaki itu.

“Apa yang ingin Anda pesan, Tuan?” tanyanya pada lelaki di sebelahnya.

Lelaki itu pun menoleh, dia tersenyum sumringah melihat Andira dan mulai mengatakan apa yang ingin dipesan pada gadis cantik di sebelahnya.

“Ada lagi?” tanyanya lagi pada lelaki di sebelahnya.

“Sepertinya cukup itu saja,” jawab lelaki itu.

Andira berbalik dan melangkahkan kakinya menuju dapur untuk menyiapkan pesanan. Tak berselang lama dia keluar dari dapur dan membawa pesanan ke meja tempat lelaki itu berada.

Dia sampai di meja tempat lelaki itu dan mulai menghidangkan pesanan sesuai pesanan Edgar.

“Selamat menikmati,” ucapnya ramah. Meskipun sekarang perasaannya sedang kesal pada lelaki di depannya, tetapi dia berusaha untuk tetap ramah pada pelanggan kafe karena tuntutan pekerjaan.

Baru saja gadis itu berbalik dan ingin pergi ke meja tempat Amel berasal, dia merasakan ada yang mencekal tangannya.

“Apa kau mau menemaniku makan?” tanya lelaki berparas tampan tersebut.

“Maaf, Tuan. Pekerjaan saya masih belum selesai, jadi saya tidak bisa menemani Anda,” Andira melepaskan cekalan lelaki itu dan dia berjalan menghampiri Amel.

Lelaki itu hanya bisa memandangi punggung Andira yang mulai menjauh hingga akhirnya dia memutuskan menyelesaikan makan dan pergi dari sana.

Langit malam ini tampak terang karena sinar rembulan. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 jam kerja pun telah usai. Andira mulai membersihkan meja dan bersiap-siap untuk pulang.

“Aku duluan ya, Mel.” Andira melangkahkan kakinya keluar dari kafe. Dilihatnya Randi sudah menunggunya di luar, dia berjalan menghampiri kekasihnya itu.

“Sudah lama nunggunya?” tanya Andira pada sang kekasih.

Randi pun tersenyum sembari menggamit tangan Andira kemudian mengajaknya masuk ke mobil. Dia mulai menjalankan mobilnya menjauh dari kafe tempat Andira bekerja.

“Kita mau kemana?” tanyanya pada Randi.

“Kau akan segera mengetahuinya.”

Hingga berselang 50 menit mereka menyusuri jalanan ibukota, akhirnya mereka sampai di sebuah Restoran yang cukup terkenal di ibukota. Randi memarkirkan mobilnya dan mereka pun turun lalu berjalan masuk ke dalam restoran tersebut.

“Meja atas nama Randi Bramasta,” ujarnya pada seorang pelayan yang berdiri di samping pintu.

Pelayan itu pun menuntun mereka ke meja yang telah dia pesan. Mereka berdua pun duduk di tempat yang sudah ditunjukkan oleh pelayan tersebut sembari menunggu makanan dihidangkan. Andira nampak terkagum-kagum memandang ke sekeliling restoran tersebut karena baru kali ini Randi mengajaknya ke sebuah restoran yang cukup mewah. Nuansa di restoran tersebut sangat elegan hingga membuatnya menyadari memakai pakaian yang tidak cocok dengan situasi di tempat itu.

“Ran, kenapa kamu bawa aku ke restoran semewah ini tanpa berganti pakaian dulu?” bisiknya.

Randi pun tersenyum. “Tidak apa-apa, kamu santai saja, Sayang,” ucapnya menenangkan sang kekasih.

Tak berselang lama makanan pun datang. “Ayo kita makan dulu, setelah ini ada yang mau aku bicarakan sama kamu,” ujarnya pada Andira.

Mereka makan dengan tenang. Tidak butuh waktu lama, mereka telah menyelesaikan acara makan malam mereka.

“Dir, ayo kita menikah,” ucapnya pada sang kekasih.

Andira hampir saja tersedak oleh minumannya saat mendengar perkataan Randi.

“Ka-kamu bilang apa?” Andira membulatkan matanya mendengar perkataan Randi.

“Aku ingin kita menikah, Sayang. Sudah lama aku memikirkan hal ini hingga sampai akhirnya aku memutuskan untuk segera meminangmu,” terangnya.

"Apa ini tidak terlalu cepat?”

“Apalagi yang kamu tunggu, Sayang. Kita sudah pacaran selama empat tahun, lalu apalagi yang kamu tunggu?” seakan mengerti keraguan gadis di depannya, Randi berusaha meyakinkan Andira kalau dirinya benar-benar ingin menikahinya.

“Baiklah, kalau begitu aku akan bicarakan ini dengan Ibu dan Ayah,” ujarnya menerima keinginan sang kekasih. Karena ini jugalah yang diinginkan kedua orang tuanya agar dia segera menikah.

Tanpa mereka berdua sadari ternyata ada sepasang mata yang dari tadi mengawasi mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status