Kannaya tak menjawab, dia berusaha untuk memikirkan cara yang mungkin bisa berguna. Pria ini harus dikasari supaya dia tahu kalau apa yang dia mau tidak semudah itu. Tetapi ketika dia sedang berpikir, Dean malah membuka jasnya masih sambil mencium bibir Kannaya. Dia melepaskan kancing kemejanya membuat Kannaya membulatkan matanya.
"Mas mau apa?" tanya Kannaya susah payah diantara ciumannya yang belum usai."Apalagi?" Dean terengah pelan dan menatap mata Kannaya dengan tatapan penuh nafsu. "Aku akan memberikan hukuman karena kamu tidak masuk ke kelasku, tidak menjawab pertanyaanku dan tidak menjawab penawaranku, kamu hanya diam saja. Maka dari itu aku akan menghukummu sekarang," ujarnya lalu menekan sandaran kursinya hingga menjadi lurus untuk telentang.Setelahnya dia mendorong Kannaya, lalu menaiki tubuh gadis itu dan menatap wajahnya dengan serius sebelum memagut bibirnya lagi. Kannaya memberontak tak senang, mau sampai kapanpun dia tidak akan mau mengulang malam itu lagi."Apa yang mau Mas lakukan? Jangan lakukan-"Ucapannya terhenti ketika Dean meremas dadanya dengan sensual. Kannaya menggigit bibirnya menahan desahan tapi Dean malah semakin bergerak menciumnya dengan dalam dan membuat Kannaya sesak napas."Mas, berhenti ..." lirihnya penuh permohonan.Dean tak menjawab, dia kembali memagut bibir gadis itu di dua sisi, meraup kenikmatan dari mana saja dan membangkitkan gairahnya semakin besar dengan aroma tubuh Kannaya yang terasa begitu tenang dan nyaman."Mas ..."Kannaya bersuara, berontak sekuat tenaga namun tenaganya tak ada bandingannya dibandingkan dengan Dean yang dengan santai tetap berada di atas tubuhnya dan terus mencumbui, meremas buah dadanya, mencium bibirnya dan mengasak tubuhnya hingga benar-benar terhimpit."Mas, lepaskan aku!"Dean terengah pelan, bergerak menuju lehernya dan menciuminya dengan penuh nafsu. Dia menahan rontaan istrinya, dia takkan pernah berhenti karena dia sudah menebalkan tekad kalau dia akan berusaha untuk medapatkan gadis ini selamanya."Mas-""Nikmati saja, Sayang. Kamu istriku, tidak salah kalau kita melakukannya," ujar Dean dengan napas terengah-engah.Kannaya memberontak tapi Dean menahannya semudah bulu. Gigitan dan kecapan yang dilakukan oleh Dean membuat Kannaya mendesah tertahan tapi dia dengan cepat menggelengkan kepalanya. Dia tidak bisa terperdaya disini!"Berpikir Kannaya! Jangan sampai dia menguasaimu lagi. Pria ini tidak sepadan denganmu!"Walaupun merasa tak mampu menahan dirinya akibat gairahnya yang mulai terpancing atas perilaku lembut pria ini yang masih mencumbunya, tapi Kannaya tidak akan membiarkan dirinya terus-menerus terjebak begini.Dia ingin bercerai dua belas bulan lagi! Bukan malah begini!Tanpa dia sadari dengan cepat pakaian atas di tubuhnya sudah terlepas dan hanya menyisakan bra yang dia pakai."Mas! Apa-apaan kamu! Kembalikan pakaianku!" Kannaya memberontak, bersiap untuk mengangkat tubuhnya tapi Dean malah tersenyum dan menatap tubuh sintal dan buah dada bulat milik istrinya yang ada di depan matanya itu.Bagaimana bisa akan dia lepaskan? Tatapannya berubah menjadi lebih ganas dibanding ketika semalam dia mabuk saat melakukannya. Kanaya bahkan ketakutan melihat tatapan itu tapi dia berusaha untuk tenang dan bangkit tapi tubuhnya yang hanya kecil itu jadi bisa benar-benar menjauh dari pria yang bernama Dean Richard Agnajaya yang sedang di atas tubuhnya saat ini."Mas, lepaskan aku!"Dean mencekal tangannya, lalu menatap wajah gadisnya itu dengan tatapan penuh perasaan. "Mau kemana? Aku mau kita bercinta dulu hari ini. Menolak permintaan suamimu adalah hal yang terlarang, Sayang," ujarnya membuat Kannaya membulatkan matanya."Aku tidak mau! Aku tidak bisa melakukannya! Semula kita bukan suami istri yang sungguhan, Mas! Sadarlah, apa yang bisa kamu dapatkan dari seorang gadis miskin sepertiku?!" Kannaya masih memberontak karena dia tidak akan pernah mau membiarkan Dean melakukannya hal yang lebih jauh.Dean mendekati wajahnya, mencium bibirnya dengan lembut sementara tangannya yang sebelah lagi sudah mulai meremas buah dada istrinya itu hingga Kannaya meringis menahan gairahnya yang terpantik."Aku nyaman denganmu makanya aku memutuskan untuk tidak mengakhiri semua ini." Dean berkata dengan tatapan penuh perasaannya yang membuat Kannaya membeku. "Mungkin itu adalah awal dari aku yang akan mencintaimu, Kannaya. Aku nyaman denganmu dan aku tidak akan membiarkanmu pergi jauh dariku."Kannaya masih diam dengan perasaan tak percaya mendengar ucapan itu. Bagaimana bisa Dean merasa nyaman dengannya padahal dia tidak melakukan apapun? Di apartemen jika mereka sedang berdua dia hanya bergerak seperti angin yang tidak begitu terlihat. Karena dia takut dan enggan untuk berhubungan dengan pria ini dalam hal yang lebih jauh selain merapikan apartemennya dan memasak makanan untuknya.Lebih dari itu, dia bahkan enggan untuk menatap wajah Dean. Lalu bagaimana bisa pria ini merasa nyaman dengannya? Bagaimana bisa Dean merasa nyaman dan mengatakan tentang semua itu?"Aku akan terus membiarkan perasaanku bertumbuh untukmu. Kamu adalah gadis single dan aku menikahimu, kita adalah suami istri dan aku tidak salah bila harus mengikat dan menjagamu dengan pernikahan dan cinta yang kumiliki. Sebagai seorang gadis yang kuinginkan, kamu hanya perlu menerimaku," ujarnya seraya kembali membenamkan bibirnya dan memagut Kannaya dengan nafsunya yang benar-benar memuncak.Kannaya Sudah terlambat untuk menolak dan tak bisa lagi melakukan apapun. Tubuhnya melemas dengan segala pikiran yang dia lakukan. Seolah-olah buntu dia tidak memiliki jalan keluar dan tidak memiliki jawaban atas apa yang sudah dilakukan oleh pria ini padanya.Melihat keterdiaman Kannaya, dengan menggunakan kesempatan untuk terus memasukinya lebih dalam dan mencumbuinya semakin besar. Kannaya baru sadar ketika tubuhnya benar-benar polos dan dia melihat Dean yang sudah meloloskan celananya sendiri hingga tubuh mereka benar-benar tidak memakai pakaian lagi selain Dean yang hanya memakai pakaian dalam."Tidak usah masuk ke kelasmu nanti," ujar Dean dengan napas memburu sambil kembali menindih tubuh Kannaya dan menatapnya yang sudah menggigit bibir bawahnya dengan seksi. "Kita bercinta di sini dan soal nilai dari pelajaran yang kamu tinggalkan, aku akan mengurusnya untukmu."Setelah mengatakan semua itu Dean mulai memasukinya sambil memagut bibir Kannaya. Istrinya itu terdengar mendesah sambil memegang pinggiran dari kursi yang ada di sisi tubuhnya. Kannaya terdesak, miliknya kembali dipenuhi oleh sesuatu yang keras dan besar seperti yang dia rasakan tadi malam.Belum lagi, ciuman yang dilakukan oleh Dean menimbulkan rasa geli dan nikmat yang tak bisa dia bantah. Dada Kannaya berdebar, dia sungguhan merasa tidak sanggup menahan semua ini. Sedangkan Dean, dia menarik napas beberapa kali dan menetralkan sesak napasnya sebelum menatap wajah istrinya memerah dengan gairah yang tertahan. Cantik sekali ...Mereka sudah menyatu sepenuhnya sementara Dean meraih satu buah dada gadisnya itu dan meremasnya hingga Kannaya menggelinjang."Aahh, Mas ..."Panggilan itu tentu saja membuat Dean merasa tertantang dan juga senang bukan main. Dia perlahan menunduk, mencium bibir Kannaya dan mulai menggerakkan pinggangnya hingga hentakan pelan yang memicu kenikmatan mulai menjalar di seluruh tubuh Kannaya yang menegang sempurna merasakan hujaman dalam dan keras itu di dalam miliknya yang rapat."Ahhh ..."Kannaya terengah, mendesah di bawah kungkungan suaminya yang menghujamnya dengan penuh nafsu dan semangat. Tangan pria itu tak tinggal diam, ikut meremas buah dadanya dengan gerakan yang masih naik turun. Dia menatap wajah istrinya yang tampak terengah menahan kenikmatan hingga senyumannya terlihat diantara wajahnya yang menampilkan kepuasan."Ah ... Ah ... Mas," desah Kannaya seraya memegang sisi kanan kirinya yang merupakan pinggiran kursi yang dia tiduri.Sementara pria itu malah makin terpacu semangatnya ketika dia mendengar Kannaya memanggilnya dengan balutan desahan yang mendominasi bibir seksinya yang terbuka itu."Kamu itu nikmat, ini nikmat, Sayang. Kamu rasakan, bukan?" ujar Dean dengan suaranya yang serak.Kannaya tak bisa berpikir jernih, dia hanya menganggukkan kepalanya seolah setuju dengan apa yang dikatakan Dean. Pria itu tampak tersenyum lagi, seraya meremas buah dada Kannaya hingga tubuh gadisnya itu menggelinjang dibawah kuasanya."Ah! Emmhh ..." Kannaya melepaskan
Kannaya menarik napas panjang dan tak mau melihat Dean yang masih ada di atas tubuhnya, mereka masih menyatu hanya saja sedang menahan diri agar bisa menikmati sisa-sisa pelepasan itu.Setelah beberapa saat, Dean menatap wajah Kannaya yang sudah kelelahan dengan keringatnya yang masih mengalir deras di pelipis."Bagaimana?" tanyanya dengan suara serak dan seksi yang membuat telinga Kannaya merinding. "Aku berhasil memuaskanmu, 'kan, Sayang?" tambahnya lagi dengan jemari yang menelusuri leher Kannaya yang sudah penuh dengan ciumannya.Kannaya menarik napas, menggigit bibirnya karena merasa tidak nyaman dengan milik suaminya yang masih ada di dalam miliknya. Dia menatap wajah Dean yang juga menatapnya hingga dia bisa melihat tatapan penuh pesona dari pria mapan yang ada di atas tubuhnya saat ini."Mas juga sudah puas, 'kan? Kalau begitu kita impas," ujar Kannaya dengan suara lemahnya karena sejak tadi dia sudah berteriak dan mendesah tanpa kendali. "Anggap saja kita sudah saling memuask
Kannaya diam di gendongan Dean, selain karena tubuhnya lemah, tidak etis bila pria ini menciumnya di depan umum. Dean yang melihatnya patuh dengan senyuman menang terlihat menatap sekitarnya dan menemukan seorang satpam yang sudah biasa menyapa Kannaya dengan centil itu di dekat resepsionis dan sedang memperhatikan mereka. Dean tampak menatap tajam wajahnya sebagai peringatan, hingga satpam itu terlihat menatap wajahnya dengan alis berkerut."Terjadi sesuatu dengan Kannaya, Pak? Biar saya saja yang menggendongnya, bukankah dia pembantu anda?" tanya Satpam itu dengan tatapan penuh prihatin.Dia sama sekali tidak mempedulikan tatapan tajam dari Dean dan malah mengajukan dirinya untuk menggendong Kannaya. Dan itu tentu saja membuat emosi memuncak di kepala Dean. Sementara Kannaya, dia lebih mementingkan dirinya karena perutnya yang sakit dan rasa lemah yang menggerogotinya."Sebaiknya kau jaga jaraknya darinya sebelum aku memanggil atasanmu agar kau dipecat!" ujar Dean tajam membuat pr
Kannaya menatapnya yang balas menatap wajahnya. Dia sudah tahu kalau Dean pasti tidak akan terima, maka dari itu dia menunggu kemarahan suaminya.Namun beberapa lama dia menunggu, Dean tak kunjung bersuara melainkan hanya diam dan menyiapkan lagi red Velvet itu padanya. Kemarahan pria ini biasanya meledak-ledak, kalau dia hanya diam artinya dia belum marah."Berhentilah melakukan hal konyol, Mas. Kamu pantas mendapatkan yang lebih dariku," ujar Kannaya tanpa menerima suapan itu padanya. "Hal konyol apa?" Dean menaikkan alisnya tak mengerti. "Memangnya kita melakukan sesuatu yang konyol?""Tentu saja, aku-""Kamu mendesah tadi ketika kita bercinta juga konyol?"Wajah Kannaya memanas mendengarnya, dia tampak menatap wajah pria itu yang sudah menaikkan alisnya, seolah menjadi sebuah hal tak dia pahami. Hal itu membuat Kannaya berhenti bicara dan tak mau membuat masalah apapun. Dia akui kalau dia menikmati percintaan tadi tapi itu bukan berarti kalau hatinya luluh."Makanlah agar kamu seg
Dean tak menjawab ucapan istrinya yang ada di depannya ini. Dia terlihat menatap wajah Kannaya yang mulai memerah. Namun gadis itu tampak menatap wajah suaminya yang sudah tersenyum kecil dan menghela napas sambil menatapnya."Pergilah istirahat kalau Mas memang lelah, mengapa malah menggangguku." Kannaya berkata tak senang membuat Dean tersenyum kecil dan menghela napasnya.Dia melepaskan pelukannya dan bisa melihat ada bekas keringatnya yang menempel di tubuh Kannaya. Gadis itu sudah bergerak menunduk, mengambil lagi kemoceng yang dijatuhkan oleh Dean dan menatap wajahnya tajam."Jangan menggangguku, cepatlah mandi!" Dean tersenyum kecil mendengar perintahnya. "Apakah kamu sedang menjadi seorang istri yang memerintah suamimu?" tanyanya santai sementara Kannaya sudah mendengus."Terserah kamu mau menganggapnya apa. Aku malas berurusan denganmu," ujarnya seraya berjalan pergi dan membersihkan kaca yang menjadi hiasan di salah sisi lemari televisi."Siapkan air mandiku," ujar Dean san
Kannaya menoleh ke arah pintu yang terbuka. Dia mengerutkan dahinya ketika melihat pria yang tak lain adalah Dean. Dia masuk dengan tenang dan menatap datar wajah Kannaya."Mas butuh sesuatu?" tanyanya sambil membuka headset besar yang ada di telinganya.Melihat tatapan Kannaya yang santai bertanya, Dean berkacak pinggang. "Santai sekali kamu bertanya, seolah tidak melakukan sesuatu yang salah," ujarnya membuat Kannaya mengerutkan dahinya."Memangnya apa yang kulakukan?" tanya Kannaya membuat Dean menatap wajahnya serius."Kenapa meninggalkan makanan di meja makan dan kamu masuk kamar? Kenapa tidak makan denganku?" tanyanya membuat Kannaya mengerutkan dahinya."Memangnya biasanya bagaimana? Aku makan sesuai dengan kebiasaan selama ini, 'kan? Mas makan di ruangan makan seorang diri karena tidak mau diganggu dan aku juga tidak mau mengganggu. Jadi apa lagi yang salah?" tanya Kannaya tak mengerti.Kadang-kadang pemikiran pria ini harus diluruskan, dia bisa bersikap seenaknya tanpa memiki
Kannaya menatap Dean dengan tatapan tajam sementara pria itu balas menatapnya dan tersenyum. Dengan rontaan pelan Kannaya berusaha melepaskan pelukan pria itu tapi Dean menahannya dengan kuat dan tak bisa melakukan apa-apa."Lepaskan aku! Kamu gila, Mas!" maki Kannaya kesal membuat Dean tersenyum lebar. "Memang aku ini gila, Sayang. Apakah kamu mengira kalau aku waras? Kalau kemarin aku tidak akan melakukan seperti ini pada istriku." Dean menjawab santai seraya meletakkan dagunya di kepala Kannaya."Apa maksudmu?"Dean tersenyum kecil dan menarik napasnya. "Temani aku makan," ajaknya tanpa menjawab pertanyaan dari Kannaya. "Aku lapar sekali-""Aku tidak mau!" Kannaya menjawab tanpa rasa takut membuat Dean tersenyum dan mengurai pelukannya sendiri lalu memegang dagu Kannaya dengan tatapan serius."Kalau kamu tidak mau, maka aku akan melakukan percintaan sampai besok pagi. Ternyata kamu lebih mau bercinta daripada menemaniku makan, hmm? Aku tidak keberatan sama sekali sih, ayo kita laku
Kepala Kanannya jatuh dan itu membuatnya terbangun. Dia bergerak pelan dan merasa seluruh pandangannya silau dengan warna putih dimana-mana."Apakah aku sudah ada di syurga?" batinnya dengan tangan yang berusaha dia gerakkan.Tetapi dia merasa ada yang menahannya. Sebuah selang infus dan sontak saja itu membuatnya kaget. Dia menatap sekitarnya dan hanya ada dia sendiri disana. Kannaya menahan ulu hatinya yang masih terasa mual, dia meringis pelan dan mulai menyadari dia ada dimana."Rumah sakit?" tanyanya bingung. "Ah, kenapa aku dirumah sakit?" batinnya seraya bergerak pelan.Ketika dia bergerak, saat itulah pintu kamarnya terbuka dan seorang dokter wanita masuk. Dia membawa nampan ditangannya lalu menaikkan alisnya melihat jika Kannaya sudah bangun."Bangun juga akhirnya." Dokter itu berkata membuat Kannaya menatapnya. "Dimana saya?" Dokter itu tampak menatapnya dengan raut wajah agak tak senang. "Di rumah sakit," jawabnya jutek dan itu membuat Kannaya memegang perutnya."Siapa ya