Angga menghapus air mata Riska. "Sensitif sekali hatinya," pikir Angga.
Angga menenangkan Riska yang masih saja menangis. "Mungkin, ini karena Riska dari dulu sudah kita manjakan. Sehingga hatinya menjadi sangat sensitif," pikirnya.
Begitu Riska sudah tenang Angga langsung bertanya. "Apa kamu sudah mencintaiku?"
"Aku tidak tahu! Tapi aku hanya ingin pernikahan sekali seumur hidup. Kamu sendiri juga yang bilang, kalau pernikahan kita akan menjadi yang pertama dan terakhir. Aku nggak mau hanya dianggap Adik sama kamu," ucap Riska.
Riska sendiri belum yakin dengan perasaannya. Yang Riska rasakan selama ini, sayang? Iya, nyaman? Sudah pasti. Riska tidak pernah berpacaran, juga belum pernah merasakan jatuh cinta, jadi Riska tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.
Karena mereka semalam menginap di hotel. Pagi ini mereka akan langsung pergi ke tempat kerja masing-masing. Angga sudah mengabari orang rumah, jika semalam mereka menginap di hotel."Ga! Bajunya kok belum datang juga sih? Ini sudah jam tujuh lebih lho." Riska menunjukkan jam di ponselnya."Tunggu sebentar lagi ya!" ucap Angga.Mereka sudah selesai mandi, bahkan mereka juga sudah selesai sarapan. Tetapi, baju yang Angga pesan, belum juga datang."Tau gini, tadi aku minta Riri anterin saja dari Butik," ucap Riska."Lah! Terus kalau kamu minta di kirim baju dari butik, aku gimana dong?" kata Angga.Riska ingin membalas ucapan Angga. Namun, begitu teringat, jika butiknya hanya menyedi
Jam enam lebih, Angga dan Riska baru sampai di rumah. Tadi setelah menjemput Riska, Angga mengajaknya dulu jalan-jalan sebentar ke taman kota.Setelah turun dari mobil, mereka melihat jika ada mobil yang terlihat tidak asing, terparkir di halaman rumah."Kayaknya kok nggak asing ya," pikir Riska. "Ga! Itu mobil siapa sih? Kok terlihat tidak asing?" tanya Riska.Angga melihat-lihat mobil itu, memang terlihat tidak asing. Tapi Angga lupa, pernah melihatnya di mana."Aku lupa, pernah lihat dimana," jawab Angga.Angga lalu menggandeng tangan Riska, berjalan masuk ke dalam rumah. "Ayo masuk! Kita lihat, siapa yang datang," ucap Angga.Setelah membuka pintu rumah, Angga melihat jika ter
Saat makan malam pun, Riska masih bersikap judes dengan Randy.Riska hanya berbicara pada Kakek dan juga Papanya. Sesekali dengan Angga. Bahkan Riska juga mengabaikan Fajar."Ris! Mau rendangnya dong. Tolong ambilin!" pinta Randy.Riska melirik Randy sebentar. "Ambil sendiri!" balas Riska.Padahal letak rendangnya berada persis di depan Riska. Namun, karena Riska masih kesal dengan Randy, jadi dia menjawabnya dengan judes."Ris!" Rosyad memperingati Riska."Tidak apa-apa Om! Aku ambil sendiri saja," balas Randy kikuk."Riska! Geser rendang di depanmu!" Tidak melihat tanda-tanda Riska akan memindahkan rendang di depannya. Rosyad lalu me
Pagi harinya, Angga benar-benar melihat mata Riska yang membengkak. Angga mengusap pelan mata Riska yang bengkak. Merasa bersalah."Alamat kena ceramah lagi ini mah!" batin Angga.Riska dari tadi bangun tidur, tidak berani mengucapkan sepatah katapun. Dia hanya diam, menerima apapun yang dilakukan Angga padanya."Maaf!" ucap Angga tiba-tiba.Riska heran, mengapa Angga meminta maaf padanya. Bukankah semalam kesalahan ada padanya."Jangan minta maaf! Aku yang salah. Maaf!" balas Riska.Angga merasakan perasaannya tidak karuan. Niatnya semalam hanya ingin sedikit menguji Riska. Namun malah jadi seperti ini.Walaupun
Sore harinya. Mereka melihat sunset bersama di pinggir pantai. Menggelar tikar untuk mereka duduki bersama.Riska yang duduk bersandar di dada bidang Angga. Melihat ke atas. Betapa indahnya sunset yang tengah mereka saksikan.Langit yang menjadi begitu sangat menakjubkan, bersamaan dengan hilangnya sang surya."Indah banget ya Ga, sunsetnya!" ucap Riska.Angga membenarkan ucapan Riska. Dan dengan senang hati, Angga memeluk Riska yang bersandar di dadanya."Sangat indah," balas Angga. "Apalagi, melihatnya berdua denganmu," lanjutnya dalam hati."Angga," panggil Riska ragu-ragu."Ada apa? Hmm?" Angga mempererat pelukannya, sesekali juga
Pagi harinya. Angga bangun tidur terlebih dahulu. Saat membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah wajah cantik Riska yang masih tertidur.Semalam adalah malam yang sangat membahagiakan untuknya. Hubungannya dengan Riska menjadi semakin lebih dekat.Angga mengangkat tangannya yang masih memeluk Riska. Dia merapikan Rambutnya yang berantakan. Melihat wajah polos Riska, Angga tidak henti-hentinya menyunggingkan senyum di bibirnya.Riska yang tidurnya merasa terusik, kemudian membuka matanya. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah wajah Angga yang sangat dekat dengannya, dan juga senyum manis yang tersungging di bibirnya."Pagi!" Angga mencium bibir Riska sekilas.Riska melotot menatap Angga. Tidak percaya dengan apa ya
Mereka benar-benar menambahkan hari liburan mereka. Atau bisa dibilang bulan madu dadakan. Selama mereka di sana. Mereka sangatlah lengket. Atau lebih tepatnya Angga lah yang selalu menempel pada Riska. Angga benar-benar mengurung Riska di dalam villa. Bukan tanpa alasan Angga tidak mengizinkan Riska untuk keluar. Melainkan karena perasaan yang Angga rasakan semakin meluap-luap setelah malam pertama mereka. "Sudah beres Ris?" Angga menghampiri Riska yang tengah sibuk mengepak barang bawaan mereka. Karena siang ini rencananya mereka akan pulang ke rumah. "Iya." jawab Riska singkat. Bukan apa-apa. Sebenarnya Riska merasa kesal, apalagi jika mengingat kembali tingkah Angga belakangan ini, yang selalu menempel padanya.
Hari-hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan. Terutama Angga, dia yang paling kentara bahagianya. Karena dia merasa jika sekarang, Riska sudah bisa menerimanya dengan sepenuh hati. Bahkan aura yang Angga pancarkan sangatlah positif. Bukan hanya keluarganya saja yang merasakan perbedaan Angga kini, melainkan karyawan perusahaan juga sangat jelas melihat perbedaan dari diri Angga. Jika biasanya ada karyawan yang menyapa Angga, dia hanya mengangguk saja. Kini selain mengangguk, dia juga balas tersenyum kepada karyawan yang menyapanya. Bahkan Siska sangat jelas melihat kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Angga. Dia bertanya-tanya, apakah yang membuat Angga terlihat begitu bahagia. Rasa cemburu menggerogoti hatinya. Siska merasa cemburu, karena Angga bisa sangat