Share

5. Jodoh Baru

"Eh, itu dia Deva sudah datang. Panjang umur kamu, Nak, baru juga diomongin udah langsung nongol," Ayah Deva menyambutnya dari kursi ruang tamu saat Deva mulai masuk melangkah memasuki rumah. Akan tetapi Deva hanya menanggapinya dengan senyum yang hambar.

"Sini, Nak. Duduk dulu disini," Bu Ratna melambaikan tangan kepada Deva dan lantas menyuruhnya untuk mendekat.

"Ini ada Pakdhe Samsudin loh, sama Budhe Atun. Ayo Salim dulu," Titah Bu Ratna dengan senyum yang lebar. Demi menghormati ibunya, Rafa kemudian mencium tangan pasangan suami istri itu secara bergantian.

"Klek"

Rafa sedikit melirik ke samping tempat duduk Budhe Atun. Disana duduklah seorang wanita cantik berkulit putih yang tersenyum malu-malu saat menatap Rafa.

"Hayo, inget nggak kamu nak sama Vanya? Iya, ini Vanya anaknya Pakdhe Samsudin dan budhe Atun. Kamu pasti masih ingat kan kalau dulu kalian itu sering bermain bersama?" tanya Bu Ratna.

Apa-apaan ini. Untuk sekarang ini Deva benar-benar sedang merasa sesak di dalam dadanya.

Laki-laki berusia 24 tahun itu menangkap adanya makna tersirat dari kata-kata ibunya. Sedangkan Vanya hanya bisa tertunduk dengan sedikit mengulas senyum di bibirnya.

Deva hanya mengangguk kecil tanpa menjawab pertanyaan dari ibunya, ia lantas berpamitan untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Eh, mau kemana kamu, Va? Masih ada tamu kok malah mau ditinggalin? Ya nggak sopan dong," Ucap perempuan yang rambutnya sudah mulai memutih di bagian depannya itu.

"Duduk dulu sini, temani Vanya ngobrol," sambungnya sembari menepuk-nepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya. Suara krincing krincing terdengar saat tangannya digerakkan. Jangan heran, karena di tangannya saja ada lima gelang yang berjejer, dan juga empat cincin yang menempel. Meski para warga banyak yang menyebut Bu Ratna sebagai India nyasar, Bu Ratna seakan tak perduli dengan semua predikat itu.

Mau tidak mau, akhirnya Deva pun mengalah dan duduk disebelah ayahnya.

"Jadi ... bagaimana? Sesuai kesepakatan kita tadi ya pak Sam, bahwa Deva dan Vanya akan kita jodohkan".

"Jedeng deng deng"

"Tak"

Patah sudah hati Deva saat ini. Para orangtua itu terus saja membahas tentang rencana perjodohan antara dirinya dengan Vanya. Tentu saja hal itu membuat Deva sangat risih mendengarnya.

Dalam hatinya Deva ingin berteriak dan menolak mentah-mentah rencana perjodohan dari orangtuanya itu. Deva benar-benar tidak habis pikir dengan keputusan kedua orangtuanya yang tiba-tiba berubah arah memutuskan pertunangannya dengan Kinara dan malah menjodohkannya dengan gadis lain yang bukan pilihan hatinya. Bukan kah mereka sudah sangat lama dijodohkan? Pikirnya.

"Bu, apa-apaan ini? Kenapa semuanya tiba-tiba seperti ini?" Tanyanya dengan sedikit kasar. Setelah mengatakan demikian Deva langsung beranjak ke kamarnya dan kemudian menutup pintunya dengan kasar. Ia menyugar kasar rambutnya.

"Gila.... Gilaaaa.... Ini benar-benar gilaaaa....!!!!" Ucapnya.

---

"Deva! Apa yang kamu lakukan tadi? Kamu bikin malu ayah sama ibu aja sih!" Sentak Bu Ratna yang kemudian memasuki kamar Deva dengan tatapan nyalang. Tamunya sudah pergi, dan Bu Ratna langsung bergegas masuk ke kamar Deva.

"Kenapa Bu? Ibu kan tahu kalau Deva sama Kinara itu sudah bertunangan? Ibu juga pastinya masih ingat kan jika tiga tahun lalu ibu dan ayah yang menjodohkan Deva sama Nara, hingga akhirnya kami saling mengikat janji di depan mendiang ayah Nara?" Deva berucap dengan otot tercetak jelas di lehernya dan sorot mata tajam.

"Huh" Deva berusaha menghela nafas untuk menetralkan degup jantungnya.

"Dengar Bu, aku sangat mencintai Kinara. Ibu tahu itu kan? Apalagi kita sudah terikat janji dengan keluarga mereka. Kenapa ibu bisa membatalkan hubungan kami secara sepihak sih Bu? Apa yang nanti akan difikirkan oleh mereka, Bu?" Ucap dan tanya Deva bersungguh-sungguh meminta jawaban.

"Heh"

Bu Ratna hanya menyunggingkan senyum kecil di atas bibirnya seolah mengejek.

"Itu dulu, Va, sekarang semuanya sudah berbeda. Lupakan janji itu, lupakan kalau kamu pernah bertunangan sama Nara, dan lupakan juga Kinara, Nak!" Ucap Bu Ratna tegas.

"Kamu lihat dong, Va. Siapa kita sekarang, dan siapa mereka? Apa pantes Va kamu menikahi seorang wanita yang tidak berpendidikan seperti dia? Apa pantes jika besan ibu adalah seorang tukang sayur?" Tanya Bu Ratna yang membuat Deva geleng-geleng kepala.

"Deva, kamu jangan naif jadi orang! Apalagi kamu itu seorang laki-laki. Ingat ya, Va. Yang menikah aja masih bisa cerai kok, ini baru juga bertunangan masih bisa putus kan?" Tandas Bu Ratna yang tidak ingin mengerti tentang perasaan anaknya.

"Sudah, Bu? Deva sedang pengen sendiri. Biarkan Deva memikirkan semuanya. Yang jelas Deva menentang perjodohan ini, karena Deva sudah terlanjur mencintai Nara dengan sangat.

****

"Eh eh, Ra Kinara!" aku mendengar suara orang memanggil dari kejauhan. Setelah kutoleh, ternyata dia adalah Reni, tetangga sebelah rumahku.

Pagi itu, lepas subuh memang aku sengaja duduk-duduk diluar untuk menghirup udara segar untuk mengisi paru-paruku yang sudah terlalu pengap. Biasanya aku akan mengantarkan ibu pergi ke pasar pagi-pagi buta untuk berdagang. Karena kejadian kemarin, hari ini kami pergi ke pasar memang agak siangan. Tak kusangka Reni juga keluar di saat hari masih gelap seperti ini.

"Ra, apa benar to kalau kamu nggak jadi nikah sama Deva?" Tanyanya penasaran. Aku masih diam dan terus memperhatikannya.

"Kemarin ibuku cerita, kalau Bu Ratna ibunya Deva ngamuk di pasar dan ngelabrak ibumu, benarkah itu, Ra?" Tanyanya. Akupun hanya menanggapinya dengan anggukan kepala.

"Eh ... Jawab dong, Ra. Jangan cuma manggut-manggut tok!" Pinta Reni dengan antusias sambil mendorong bahuku ke belakang.

"Iya, iya, sudah puas sekarang?" Jawabku pada akhirnya. Aku dan Reni adalah teman sejak kecil karena rumah kami berdua memang bersebelahan. Namun sekarang kami sangat jarang bertemu. Reni hanya pulang seminggu atau dua Minggu sekali di akhir pekan, karena ia sekarang sudah bekerja di kota.

"Weleh, yo nggak percaya ini aku. Deva kan cinta mati sama kamu, Ra. Apa dia mau jika harus jauh sama kamu?" Katanya.

"Tapi itu faktanya, Ren. kami udah putus!" Jawabku singkat, padat dan berisi.

"Eh Yo jangan dong, Ra. Kalian itu pasangan serasi seantero kecamatan. Aku emoh ah kalau kalian putus," ucapnya dengan bibir yang sedikit di monyongkan.

"Sudah ya, Ren. Aku masuk dulu" kataku pada Reni yang masih monyong. Aku pun langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Aku malas jika harus meladeni Reni dengan kebawelannya. Ya, Reni hanya awalan saja, karena aku yakin setelah ini akan datang Reni Reni lainnya yang bakalan kepo dengan hubungan ku dengan Deva.

"Ya Tuhan ... Skenario apa yang sebenarnya Engkau ciptakan untukku?" Rintihku pada yang maha kuasa.

Tak lama setelah aku masuk, ibu keluar dari dalam dengan membawa beberapa barang dagangannya.

"Mau berangkat sekarang, Bu?" Tanyaku.

"Iya toh, ini aja kita udah kesiangan". Jawab Ibu.

Aku lantas membantu ibu membawakan beberapa barang yang dijinjingnya dan membawanya ke motor. Motor peninggalan almarhum Bapak. Diluar sana Reni masih menatapku dan hendak mendekatiku. Langsung saja kuulurkan tanganku, kelima jari tangan kananku sudah tegak sempurna menghadap ke atas untuk menghadangnya.

"Yang kepo dilarang mendekat!" Ucapku sambil merenges ke arahnya.

-----

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status