3 hari berlalu, Zeta sama sekali tak pernah keluar dari apartemen. ia memenangkan pikirannya yang amat sangat kacau, HP nya pun sengaja ia matikan dan untung saja ia sudah belanja kebutuhan makanan tempo hari lalu jadinya ia masih bisa makan didalam apartment tanpa harus keluar.
Setelah mengetahui fakta jika ia punya saudara kembar Zeta tak melakukan apapun, otaknya seakan tak bisa ia gunakan untuk berfikir jernih. Supaya Zeta tak salah langkah jadi lebih baik ia memenangkan diri dulu.
Selama di apartemen kegiatan Zeta hanya makan tidur dan menangis, menangis? Ya Zeta menangis membayangkan nasib kembaran berada di antara keluarga yang tak mempunyai Hati.
Pantas saja dulu ia sering melihat mamanya menangis sendiri di kamar dan ketika ditanya kenapa pasti beliau menjawab tidak apa-apa, dan sejak saat itu setiap mamanya menangis Zeta tak menanyakan apa-apa lagi.
Dimana saudara kembarku? Apa dia baik-baik aja? Apa dia dapet kasih sayang disana? Segala pertanyaan menghantui dirinya selama beberapa hari terakhir. Dia ragu apakah saudaranya mendapatkan kasih sayang atau tidak sedangkan orang tuanya tak pernah menemuinya, ia tak akan menyalahkan kedua orang tuanya tentang berpisahnya dirinya dan saudara kembarnya.
Zeta pun mengaktifkan HPnya dan banyak chat dari teman-temannya menanyakan kabarnya dan juga banyak sekali panggilan masuk. Zeta pun menelfon Bia memberinya kabar jika dia baik-baik saja.
Setelah memberi kabar ia memutuskan untuk kerumah tante Manda untuk bertanya-tanya lagi mengenai masa lalu papa dan mamanya. Sebenarnya kemarin tante Manda menyuruh dirinya untuk datang berkunjung namun ia menolaknya dengan alasan tak enak badan.
Zetanjadi penasaran bantuan apa yang mamanya maksud?, dan kenapa tante Manda rumahnya bisa terbilang kecil dari pada rumah orang tuanya. Bisa Zeta lihat dimata tante Manda menampilkan kesedihan namun beliau menutupinya dengan senyum manisnya.
Zeta sudah sampai dikediaman tante Manda, langsung saja ia memencet bel dan keluarlah pemilik rumah namun bukan tante Manda yang membukakan pintu. Hara bingung siapa dia, sebelumnya ia tak pernah melihat orang itu dirumah ini dan dimana tante Manda?.
"Ada apa?" Suara itu membuyarkan lamunan Zeta.
"Eh, tante Manda ada?" tanya Zeta kikuk karena ditatap tajam oleh orang yang berada didepannya.
"Siapa yang datang oh Zeta masuk yuk." Zeta bernafas lega mendengar suara Manda memasuki indra pendengarannya.
"Selamat pagi tante," sapa Zeta mencium tangan Manda. Mereka pun masuk, Zeta dan Manda duduk dikursi.
"Rey mau kemana kamu?" ujarnya menegur seseorang yang membukakan pintu Zeta tadi.
"Kamar." yang ditegur hanya menjawab cuek.
"Oh namanya Rey?!" batin Zeta, jadi yang membukakan dirinya pintu bernama Rey yang sepertinya umurnya lebih tua dia darinya.
"Kamu kenalan dulu sama anak temen mama." Dan ternyata Rey adalah anak dari Manda. Rey pun turun kembali dari tangga dan ikut duduk dengan sang mama.
"Rey kenalin ini Zeta, dan Zeta kenalin ini Rey." Manda menatap satu persatu anak muda didepannya.
"Zeta /Reyasa." Zeta dan Rey berbicara bebarengan membuat perempuan berlesung pipi itu tersenyum kikuk.
"Udah kenal kan?! Zeta tante buatkan minum dulu, kalian berdua ngobrol biar akrab," pamit Manda dan langsung melenggang pergi.
Suasana diruang tamu hening, Zeta pun diam sedangkan Rey sibuk dengan HPnya. Zeta benci suasana canggung seperti ini, apalagi dia baru mengenal laki-laki dihadapannya itu.
"Ada urusan apa sama mama saya?" Pertanyaan itu lolos dari bibir Rey.
"Saya ingin berbicara penting dengannya," Zeta menjawab jujur.
"Apa kau sudah pernah kesini? Sepertinya mama saya akrab sekali dengan mu." Rey meletakkan ponselnya dan menatap lekat Zeta.
"Beberapa hari lalu saya sudah pernah kesini," jawab Zeta jujur, sedangkan Rey laki-laki itu hanya menganggukan kepalanya pertanda mengerti.
"Berapa umurmu?" tanya Rey, entah mengapa ia sangat kepo sekali hari ini.
"Tahun ini 22 tahun," jawab Zeta, memang dirinya masih berumur 23 tahun.
"Anda?" Zeta bertanya kepada Rey.
"2 tahun lebih tua darimu," jawab Rey.
"Kamu kuliah?" imbuh Rey.
"Saya berhenti kuliah karena ada masalah tertentu," jawab Zeta.
"Maaf atas pertanyaan saya," ujar Rey tak enak hati, sedangkan Zeta menanggapinya dengan senyuman.
"Eh eh udah akrab aja kalian." Manda datang mengejutkan dua manusia berbeda jenis kelamin itu.
"Ma aku ke rumah sakit dulu," pamit Rey tiba-tiba.
"Kenapa? Kok buru-buru!?" tanyanya.
"Ada oprasi mendadak," ucap Rey lalu berlari menaiki tangga dan tak lama dirinya turun dengan tergesa-gesa sembari melipat lengan jas dokternya.
Rey menyalimi tangan mamanya dan langsung pergi, bisa Zeta tebak jika Rey bekerja sebagai seorang dokter.
"Rey dokter yah tan?" tanya Zeta.
"Iya. Dari Kecil Rey memiliki cita-cita menjadi dokter, dan cita-citanya kesampean. Rey sekarang jadi dokter spesialis jantung," jelasnya dan Zeta mengangguk mengerti.
"Oh iya, tan aku kesini mau nanyain tentang kembaran aku," ujar Zeta serius.
Manda bertanya. "Apa yang ingin kamu ketahui?"
"Dimana dia tinggal tan?" tanyanya. Tante Manda tau betul siapa yang dimaksud oleh Zeta.
"Setahu tante dia tinggal di apartemen," ujar Manda menjawab pertanyaan Zeta.
"Kenapa ngak tinggal dengan kakek nenek?" Apa tadi kakek nenek? Apakah Zeta sedang ngelindur? Mereka lah yang membuat orang tuanya sedih dan menyiksa mamanya bahkan Zeta tak sudi mengakui mereka sebagai kakek Neneknya.
"Mereka berdua hanya menceritakan keburukkan Airin dan Dani saja, mereka memfitnah jika mereka telah membuang saudara kamu. Dan saat masuk kuliah, dia memutuskan untuk tinggal sendiri," jelasnya.
"Kenapa tante ngak bilang kalau papa dan mama ngak seperti itu?" tanya Zeta.
"Saudara kamu benci sama tante, mereka menghasut supaya tak percaya apa yang tante bicarakan bahkan mereka bicara yang tidak-tidak tentang tante." Tante Manda tersenyum kecut.
Zeta berujar lirih, "Aku ngak bisa bayangin jadi mamah waktu itu."
"Mama kamu itu manusia paling kuat, bahkan disaat hati dan fisiknya terluka mamamu selalu menunjukkan senyum manisnya. Bahkan sempat hibur tante dikala waktu tante ragu untuk menikah," terangnya, apakah mamanya adalah malaikat yang berwujud nyata?!.
"Kalau boleh tau nama dia siapa yah tan?" tanya Zeta.
"Zionel Lixston, panggilannya Zio. Dia tinggal di apartemen ****," jawabnya.
"Kenapa namanya mirip dengan aku?" tanya Zeta tak mengerti.
"Karena itu nama pemberian Airin dan Lixston adalah marga keluarga Airin," jelas Manda.
"Terimakasih informasinya tan, Aku pamit dulu dan maaf menganggu waktu tante," pamit Zeta.
"Tante malah seneng kamu kesini, rasanya tante lagi bicara sama Airin," ujarnya terkekeh lalu mengantarkan Zeta sampai ke depan pintu.
Zeta menyalimi tangan Manda dan pamit untuk pulang, entah kapan ia akan mencari keberadaan kembarannya yang jelas ia pasti akan mencarinya. Zeta akan terus berusaha supaya kembarannya mau memaafkan kedua orang tuanya dan tak terhasut oleh omongan orang-orang yang benci dengan mamanya.
Zeta akan menemui kembarannya hari ini, entah bagaimana caranya yang penting ia harus menemui dia. Perempuan berlesung pipi itu sudah membawa alamat apartemennya yang ia taruh didalam tas, dan sekarang dirinya tengah menunggu bis di halte.Cuaca hari ini cukup panas, Zeta mengusap peluh di dahinya dan untung saja ia memakai baju lengan pendek, jadinya tak terlalu panas.Menurut notif HPnya 15 menit lagi bus nya datang, mata Zeta melihat sekelilingnya dan tatapanya terkunci pada salah satu pedagang minuman yang sudah tua sedang berjalan sembari mendorong gerobaknya. Karena dirinya haus Zeta pun menghampiri penjual itu kebetulan juga bus nya belum datang.TinCkitKarena tak melihat kanan kiri Zeta pun hampir ditabrak oleh salah satu mobil, perempuan berlesung pipi itu jongkok karena ketakutan dirinya menutup telinganya kala suara ban bergesekan dengan aspal terng
Siapa yang tak mengenal dirinya? Keturunan keluarga Lixston yang kaya raya, mempunyai perusahaan diberbagai bidang yang sukses hingga kini. Zio, itulah nama panggilannya, wajahnya tampan dengan sorot mata tajam bak elang.Di umurnya yang masih muda Zio sudah mempunyai perusahaan sendiri yang terkenal hingga mancanegara.Kata orang hidupnya enak, dikelilingi harta berlimpah apapaun dia bisa lakukan namun nyatanya kehidupannya tak seindah itu.Faktanya Zio kesepian, sunyi, gelap, sepi itu semua adalah temannya dari dulu. Zio memang susah bergaul, dia hanya memiliki 2 orang teman baik saja. Mereka ada disaat ia susah maupun senang.Sekarang Zio tengah duduk diruang kerjanya yang berada di apartemen, dihapannya terdapat laptop dan beberapa berkas-berkas ditemani kegelapan hanya ada cahaya yang berasal dari laptop miliknya. Zio tak fokus dengan pekerjaan, dia mematikan laptopnya dan bersender di
Kini Zeta tengah duduk berhadapan dengan sang kembaran, tepatnya dikantor milik Zio. Butuh perjuangan untuk bisa sampai kesini, lantaran banyak bodyguard yang melarang Zeta untuk masuk. Dengan tangisan dan mohon-mohon akhirnya Zio mau bertemu dengan Zeta.Sejak 10 menit suasana hening, Zeta sendiri tak tau ingin memulai obrolan dari mana. Zio sendiri hanya sibuk berkutat dengan laptopnya, seolah tak menghiraukan keberadaan Zeta. Diruangan ini terasa sepi, bahkan terlihat menyeramkan, lantaran temboknya berwarna gelap bahkan hiasanya pun warna gelap."Bisa kita berbicara?" Akhirnya Zeta lah yang lebih dulu membuka obrolan."Hm," dehemnya.Zeta menghela nafas, dirinya ingin menangis sekarang namun dia sadar ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakan semuanya bukan malah menangis."Kamu ngak mau kemakam mama papa?" tanya Zeta takut-takut.
"Apa yang sebenarnya terjadi Rey?" Tanya Zeta khawatir apalagi melihat keadaan Rey yang kacau. Reyasa masih menggunakan jas dokter nya dan matanya sembab kemungkinan besar Rey sehabis menangis.Beberapa jam yang lalu....Reyasa tengah berada dirumah sakit, namun tiba-tiba sang mama menyuruh dirinya untuk cepat-cepat pulang. Untungnya pasien sedikit jadinya tak apa jika dirinya pulang lebih dahulu. Reyasa pulang nenggendarai mobil, dia bergerak gelisah ditempat duduk nya. Tadi ia sempat mendengar nada bicara sang mama yang nampak khawatir.Sampailah Rey dirumahnya, dirinya melihat semua barang-barang diruang tamu berantakan, banyak pecahan gucci dimana-mana. Rey melihat sang ibu yang tengah duduk dimeja makan, dengan tangan yang dilipat dimeja dan menatap kedepan dengan pandangan kosong.Rey menghampirinya dan mengelus pundak Manda pelan, ia takut terjadi sesuatu kepada mama ya
Pagi tlah datang, Zeta mengerjapkan matanya karena sinar matahari mengenai retina matanya. Perempuan itu mengeliat pelan, ia melihat kesamping dan ternyata Nathan dan Syika masih tertidur. Zeta hampir lupa jika dirinya membawa mereka pulang. Kemarin Zeta sempat membelikan mereka baju."Nathan, Syika." Zeta menepuk-nepuk pelan pipi mereka. Tak lama Syika mengeliat karena merasa tidurnya terusik."Kakak?" Syika duduk ditepi ranjang sembari mengucek matanya."Jangan diucek, Syi." Zeta mencegah tangan Syika yang ingin mengucek matanya lagi."Bangunin Natha gih," suruh Zeta dan Syika pun mengangguk. Zeta memanggil mereka dengan sebutan Syi dan Nath supaya manggilnya lebih simpel.Anak perempuan berusia 4 tahun mulai membangunkan sang kembaran dengan menarik-narik tangannya pelan. Tak ada 5 menit mereka sudah terbangun membuat Zeta tersenyum kecil.
Seperti yang dikatakan tadi, Zeta dan Rey sudah berada didalam supermarket. Mereka berada tempat daging dengan Rey yang mendorong troli. Zeta, perempuan itu tengah memilih-milih beberapa jenis daging. "Rey, kamu ambil sayuran sama buah kesukaan tante Manda yah," ucap Zeta, Rey mengangguk dan pergi menuju rak sayuran dan buah. Setelah melihat-lihat jenis daging, akhirnya Zeta menemukan daging yang pas untuk sotonya nanti. Perempuan itu segera menyusul Rey, trolinya lumayan penuh karena Rey sekalian belanja mingguan supaya mamanya tak perlu repot-repot untuk datang ke sini lagi. "Udah semua kan?" tanya Rey, Zeta mengangguk mereka menuju kasir untuk membayar belanjaannya. Zeta dan Rey keluar dari supermarket dengan masing-masing menenteng 2 kresek berukuran sedang. Mereka memasukan belanjaannya ke dalam mobil. Rey pamit untuk membuang sampah di tempat sampah yang letaknya
Zeta tengah berada di area taman bersama dengan twins. Setelah dari rumah Rey, Zeta langsung mengajak twins untuk jalan-jalan, dirinya juga bingung di apartmen ingin ngapain. Saat ini mereka sedang duduk disalah satu bangku sembari menikmati masing-masing 1 cup eskrim. "Apakah es krimnya enak?" tanya Zeta. Nathan dan Syika mengangguk semangat. "Yaa, ini sangat enak," ucap mereka dengan mulut penuh dengan noda Es krim. Zeta mengelap bibir mereka menggunakan tisu, Nathan izin kepadanya untuk pergi kelapangah. Di sana banyak sekali anak-anak seumuran dengan Nathan. Kini yang duduk di bangku hanya Zeta dan Syika. Zeta memantau Nathan dari sini saja karena letak lapangannya hanya beberapa langkah dari tempat duduknya. "Syika, suka main di sini?" tanya Zeta melihat ke arah Syika yang sedari tadi hanya fokus melihat Nathan yang sedang bermain bola. "Ya.
Pagi harinya Zeta mendengarkan twins yang sedang bercerita dari pintu depan kamar. Sehabis mandi ia ingin masuk kekamar namun ia mengurungkan niatnya karena mendengar twins yang mengobrol. Suara twins terdengar jelas dari tempatnya berdiri. "Kakak, tadi malam Syi ngelasa dipeluk mama." "Mama udah ngak ada, dek!" "Mama peluk Syi kak. Mama bilang kalau mama ngak akan ninggalin kita." "Kita ngak punya mama, mama udah mati. Adek ngak inget kalau kakak benci mama?" "Syi pengen dipeluk mama kakak. Hiks hiks mama tadi datang, dia gendong Syi." Begitulah kira-kira percakapan twins yang Zeta dengar. Perempuan itu langsung masuk dan menghampiri Syika yang menangis, sedangkan Nathan membuang muka dengan wajah dinginnya. Zeta sama sekali tak pernah melihat wajah Nathan sedingin ini. "Nath, kok adiknya nangis?" ta