Share

INGIN BERTEMU

Zeta akan menemui kembarannya hari ini, entah bagaimana caranya yang penting ia harus menemui dia. Perempuan berlesung pipi itu sudah membawa alamat apartemennya yang ia taruh didalam tas, dan sekarang dirinya tengah menunggu bis di halte. 

Cuaca hari ini cukup panas, Zeta mengusap peluh di dahinya dan untung saja ia memakai baju lengan pendek, jadinya tak terlalu panas. 

Menurut notif HPnya 15 menit lagi bus nya datang, mata Zeta melihat sekelilingnya dan tatapanya terkunci pada salah satu pedagang minuman yang sudah tua sedang berjalan sembari mendorong gerobaknya. Karena dirinya haus Zeta pun menghampiri penjual itu kebetulan juga bus nya belum datang. 

Tin

Ckit

Karena tak melihat kanan kiri Zeta pun hampir ditabrak oleh salah satu mobil, perempuan berlesung pipi itu jongkok karena ketakutan dirinya menutup telinganya kala suara ban bergesekan dengan aspal terngiang-ngiang di bayangannya apalagi bunyi rem yang keras. 

Pengemudi mobil keluar dan menghampiri Zeta, dia ikut berjongkok dan matanya melihat jelas jika Zeta ketakutan. Dirinya bernafas lega, hampir saja ia menabrak orang dan untungnya ia cepat-cepat menginjak rem.

"ZETA?!" pekik orang itu yang tak lain adalah Reyasa. 

Tiba-tiba Zeta merasakan tubuhnya dipeluk seseorang. Perempuan berlesung pipi itu masih belum menyadari jika yang memeluk dirinya adalah Reyasa. Zeta menangis tak kala bayangan-bayangan peristiwa kecelakaan yang pernah ia alami terngiang-ngiang dipikirannya. 

Sedangkan Reyasa menggumamkan kata-kata penenang sembari mengelus pundaknya. Entahlah apa yang membuat Reyasa khawatir dengan Zeta sampai ia memeluknya, bahkan mereka baru kenalan beberapa hari lalu. 

Zeta sudah tak menangis lagi, dirinya sudah tau jika Reyasa lah yang hampir menabraknya. Tadi sempat ada beberapa orang yang melihat kejadian ini dan menanyakan keadaan Zeta, dan Reyasalah yang menjawabnya. 

Reyasa mengajak Zeta kedalam mobilnya karena melihat perempuan itu yang terus diam walau tak menangis lagi, mungkin dia masih Shock. Zeta duduk didepan, sebenarnya sedari tadi ia mendegar suara Reyasa yang terus menanyakan kondisinya namun entah mengapa mulutnya terasa kelu untuk menjawabnya. 

Reyasa menepikan mobilnya kepinggiran dan mengambil P3K, karena dirinya melihat tangan Zeta yang tergores aspal. Lukanya memang tak terlalu parah namun tetap saja yang namanya luka pasti akan sakit. 

"Maafkan saya," ujarnya dengan rasa penyesalan. 

"Aku juga minta maaf, tadi nyebrang ngak liat-liat." Akhrinya Zeta buka suara. 

"Mau saya anterin pulang ke rumah?" Reyasa menutup kotak obatnya. 

"Engak usah, aku mau kesuatu tempat," tolak Zeta halus.

"Mau saya anterin?" tanya Reyasa. 

"Engak usah, aku bisa naik bus atau taksi." Zeta menolak lagi. 

Sampai akhirnya Reyasa tetap memaksa untuk mengantarkan dirinya, Zeta pun pasrah hanya mengangguk sebagai jawaban. Perempuan berlesung pipi itu sudah memberitahu Reyasa tentang ia yang akan mengunjungi kembarannya, dan Reyasa bilang dia akan menemaninya takut terjadi apa-apa nanti. Lagi pula dirinya berada di Jakarta, bisa saja Zeta tersesat jika pergi sendirian. 

Sampailah mereka ke Apartemen yang Zeta yakini kembarannya tinggal disitu, namun saat dirinya dan Reyasa turun dari mobil yang sudah diparkir banyak sekali orang-orang berpakaian hitam yang mengelilingi salah satu mobil. 

Zeta dan Reyasa berdiri ditempat sembari melihat ke depan, mobil didepan mereka dibuka oleh bodyguard dan keluarlah seorang laki-laki yang tampan. Zeta terpaku melihat wajah laki-laki itu, kenapa sangat mirip dengannya? Seperti Zeta versi laki-laki. 

Zeta yakin dia saudara kembarnya, entah karena ikatan batin atau bukan ia pun berlari menghampirinya. Menerobos beberapa bodyguard dan memeluknya, satu kata yang Zeta rasakan saat sudah memeluknya yaitu Hangat dan nyaman sekali. 

Sedangkan laki-laki tadi berdiam diri dengan wajah datar, berani-beraninya ada orang asing yang memeluknya. Para bodyguard pun mencoba melepaskan Zeta dari pelukannya namun pelukannya semakin erat  walau tak ada balasan sama sekali dari sang empu. 

"Jangan sakiti perempuan." Reyasa membantu Zeta berdiri karena tadi sempat didorong oleh bodyguard. 

Bodyguard tadi menujuk Zeta. "Dia yang berani-beraninya memeluk tuan saya tanpa izin." 

Laki-laki tersebut berjalan pergi tanpa sepatah kata pun karena merasa perdebatan ini tidak penting, namun belum sampai beberapa langkah wanita yang memeluknya secara tiba-tiba menghadang jalannya. Mau tak mau dirinnya berhenti berjalan dan menatap datar objek didepannya. 

"Jangan mengganggu ketenangan saya," dinginnya karena merasa jengah. 

"Kamu saudara kembar aku kan?" Zeta menahan tangisnya. 

"Saya tidak punya saudara, kalaupun punya sudah saya anggap mati bersama orang yang melahirkan saya." Entah mengapa saat mengatakan itu dadanya terasa sesak, dia merasakan kehangatan itu bersamanya. Dia akui wajahnya mirip bahkan sangat mirip, dia ingin memeluknya namun rasa benci mengubah segalanya. 

"Kamu ngak ngerasa nyaman aku peluk? Kamu ngak meresa wajah kita mirip? Kenapa kamu benci mama? Hiks hiks hiks." runtuh sudah pertahanan Zeta. 

"Silahkan pergi dari hadapan saya," ujarnya tanpa menjawab pertanyaan Zeta, entahlah dirinya meresa capek kali ini. 

Zeta berujar lirih, "Kita perlu bicara." 

"Saya yang akan pergi," putusnya lalu pergi diikuti bodyguard yang setia mengikutinya dibelakang, Sedangkan Zeta menghela nafas lelah. 

Reyasa datang menghampiri Zeta, dia tau betul bagaimana perasaannya sekarang. Mamanya sudah cerita mengenai kehidupan Zeta sebelumnya dan sepertinya ia ingin membantu dia supaya kembarannya memaafkannya. Dorongan dari mana, tiba-tiba Reyasa memeluk Zeta yang tengah menangis. 

"Hiks hiks kenapa dia marah sama aku hiks hiks aku salah apa? aku ingin memeluknya." Zeta menangis tersedu-sedu. 

"Semua butuh waktu Zeta," hanya itu yang keluar dari mulut Reyasa. 

Reyasa mengajak Zeta ketaman yang letaknya tak jauh dari hotel, Reyasa tau jika Zeta butuh waktu dan tempat untuk menenangkan pikiranya yang kacau. Mereka duduk disalah satu bangku taman, baik Zeta maupun Reyasa sama-sama melihat kearah depan yang menampilkan objek pepohonan. 

Zeta sendiri tengah melamun, dirinya memikirkan perlakuan saudara kembarnya beberapa jam yang lalu. 

"Nih minum." Reyasa memberikan air mineral kepada Zeta. 

"Terima kasih," ucap Zeta dan mendepat anggukan dari Reyasa. 

Reyasa memang sempat pamit kepadanya untuk membeli minum. zet membayangkan jika Reyasa tak menemani dirinya sekarang pasti sekarang ia tengah berjalan tak tentu Arah. 

"Udah tenang kan sekarang?" tanya Reyasa. 

"Iya. Makasih kamu udah ngajak aku kesini," Zeta berujar tulus. 

"Sama-sama, mana mungkin saya ngerbiarin perempuan menangis sendirian." Jawaban Reyasa membuat Zeta tersenyum haru.

"Apa kamu ngak kerja? takutnya kamu ada kerjaan tapi malah nemenin aku," ucap Zeta tak enak hati. 

"Jadwal saya kosong Hari ini, kebetulan tadi saya dalam perjalanan pulang." ujarnya.

"Seharusnya kamu istirahat dirumah," lagi-lagi Zeta merasa tak enak. 

Reyasa menoleh. "Tak apa, lagi pula kamu anaknya teman mama saya."

Reyasa mengantarkan Zeta pulang ke apartmentnya karena Hari sudah menjelang sore. Mereka kini sudah akrab, di taman tadi mereka saling bertukar cerita. Zeta melupakan sejenak masalahnya berkat adanya Reyasa. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status