Share

2. Gadis Teknik

            Daniel menggelengkan kepalanya gemas, padahal anak gadisnya kini sudah berusia 16 tahun tapi masih sama menggemaskannya ketika ia baru pertama kali melihat dunia ini. Rasanya baru kemarin Abil merengek karena mengingkan ice cream disaat batuk, mogok makan karena tidak dizinkan mengikuti lomba nyanyi antar TK, sekarang gadis kecilnya sudah beranjak remaja dan kata imut yang selama ini Daniel sematkkan telah berganti menjadi kata cantik.

“maaf Pak, Abil memang bebal kalau dibangunin” Daniel menaikan alisnya mendengar istilah yang disematkan Ina untuk anak gadisnya ini, bebal? Daniel jadi ragu apa dia benar-benar mengerti arti dari kata tersebut

“tidak apa-apa, kamu siapkan saja bajunya. Biar saya yang bangunin Abil” Daniel megambil alih peran Ina untuk membangunkan Abil

“Abil sayang, bangun nak. Kamu harus sekolah, sebentar lagi Gravity pasti kesini” sebenarnya Daniel tahu kalau Abil hanya pura-pura tidur saja, dilihat dari cara Abil memejamkan matanya saja sudah jelas kelihatan

            Abil sedang berusaha keras berpura-pura tidur supaya tidak harus pergi ke sekolah, hari ini adalah hari kamis, menyeramkan, tidak Abil tidak mau pergi kesekolah. Ia akan kena semprot guru pelajaran yang paling Abil tidak suka, ingat pelajarannya bukan gurunya. Abil belum mengerjakan tugas dan ketinggalan sebanyak 5 gambar, hampir semua teman-temannya sudah mengerjakan 18 gambar, tapi Abil masih tinggal di angka 13, memang 13 itu angka sial Abil.

“Papah jual aja kaliya, jersey Madrid yang ditanda tangan Isco ini? Lumayan buat nambah-nambah buka restaurant baru” Daniel mengambil jersey yang tergantung diatas ranjang Abil, jersey Real Madrid dengan nomor punggung 22 yang menjadi benda pusaka Abil selama bertahun-tahun

            Abil ingin melotot karena kaget dengan ancaman sang Papah tapi ia harus bertahan demi misinya, Abil meyakinkan diri kalau Papahnya hanya mengancam. Papahnya tahu bagaimana perjuangan Abil untuk mendapatkan tanda tangan seorang Isco Alarcon, bukan hal mudah untuk bertemu dengannya dan Papahnya tahu itu, ini hanya ancaman tidak akan berlaku, memangnya Abil anak kecil apa? Abil sudah jadi Ibu ini, Ibu dari anaknya Isco. Abil menahan tawanya sendiri memikirkan kalau ia sudah menjadi seorang Ibu

“Ina, kamu kemas jersey ini yang rapi, saya sudah foto tinggal posting aja” Ina yang mengerti maksud dari perkaaan sang atasan hanya mengangguk saja sambil memberi provokasi sedikit

OK FINE, Abil udah bangun, Abil mau sekolah kok” Daniel dan Ina tersenyum melihat Abil yang langsung bangkit dari kasurnya

“makan dulu aja, nanti kamu masuk angin semalam habis gadang nonton bola kan?” Abil yang mendengarnya langsung memberikan kode kepada sang Papah untuk menggendongnya

            Ina mencibir Abil yang sudah besar tapi masih minta digendong sambil meninggalkan anak dan papah tersebut untuk menyiapkan sarapannya. Abil tidak perduli sama sekali dengan ejekan Ina, toh Daniel papahnya dan bukan orang lain jadi Abil tidak perlu malu.

            Daniel dengan senang hati menerima kode yang diberikan gadisnya tersbut, Abil hanya meminta digendong dan ia masih sanggup menggendongnya, bobot Abil juga tidak terlalu berat dan jaraknya dekat, hanya dari kamar Abil ke lantai bawah menuju meja makan. Daniel menggendong Abil keluar dari kamar sambil sesekali menanyainya tentang sekolah dan juga Gravity.

            Melihat sang Ibu yang tengah melihatnya dengan tatapan bertanya-tanya dan heran membuat Daniel mematug kaku. Sejak kapan Ibunya memperhatikan Daniel dan kenapa Ibunya bisa berada dikediamannya sepagi ini? Kenapa sang Ibu tidak memberitahunya terlebih dahulu.

“Ibu? Ibu kapan sampai? Kenapa gak bilang kalau mau kesini, au gitu biar Daniel jemput” Daniel mecoba menormalkan kembali raut wajahnya dan bersikap sebiasa mungkin kepada sang Ibu

“Ibu gak lumpuh, kamu urus aja anak kamu itu. Sudah besar kok masih di gending sama Papahnya. Gak tau malu banget” Kalia, beranjak pergi meninggalkan Daniel dan Abil.

            Abil melihat sang Omah menatapnya tajam berniat turun dari gendingan sang Papah tapi ia merasakan otot-otot Papahnya menegang jadi ia menunda keinginan nya tersebut menunggu Omahnya pergi terlebih dahulu. Bukannya Abil tidak sopan, hanya saja Abil tahu kalau sekarang Papahnya dan dirinya sama-sama cemas.

“Papon, Abil mandi dulu aja. Papon temenin Omah, kasian Omah pasti cape apalagi baru sampai” Daniel mengusap lembut kepala Abil, ia sungguh tidak bisa menyembunyikan apapun dari Abil.

            Kalia menyiapkan sarapan dengan sangat teliti membuat Daniel yang melihatnya dari kejauhan sedikit tidak enak. Ibunya baru saja sampai tapi sudah harus menyiapkan makanan, mau melarang pun percuma. Kalau Kalia sudah memutuskan maka tidak akan ada orang yang mampu menggoyahkan pilihannya, sangat keras kepala. Daniel sekarang yakin kalau sifat keras kepalanya pasti turunan dari Ibunya. Dan sekarang sifat itu menurun kepada Abil, gadis itu sungguh keras kepala sama seperti ia dan Ibunya. Susah memang kalau satu turunan keras kepala, untung saja Sagara bisa menjadi penetral diantara mereka.

“Ibu rasa Ayah kamu gak selembek kamu dalam mendidik anak” Kalia membuka pembicaraan terlebih dahulu

            Daniel tersenyum mendengar ucapan sang Ibu. Memang benar Ayahnya dulu mendidik Daniel sangat tegas dan tegas, kalau Daniel boleh hiperbola, Daniel serasa wajib militer terus menerus.

“justru karena itu aku gak bisa keras sama Sagara dan Abil Bu” Daniel mengambil alih pekerjaan Kalia

“tapi lihat sekara, Abil jadi manja” Kalia mendudukan dirinya di kursi yang sudah Daniel persilahkan sebelumnya

“enggak ko Bu, kita cukup kasih mereka pengertian aja. Lagian Abil juga masih anak-anak” takut mmenyinggung Kalia Daniel berucap selembut dan sepelan mungkin

“terus Sagara kemana? Tumben anak itu jam segini belum bangun” Daniel tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya, ia bahkan tersenyum lebar ketika sang Ibu menanyakan keberadaan putra sulungnnya.

“Sagara sudah berangkat tadi pagi sekali, karena restauran cabang yang ia kelola katanya ada sedikit masalah” Daniel menyajikan makanan untuk Kaila.

“eh, Ina. Saya sudah buatkan bekal untuk Abil, tolong taruh aja di tasnya. Dia gak akan sempat kalau sarapan dirumah”

            Kalia membuang wajahnya malas melihat sikap Daniel kepada cucunya, Daniel terlalu lembut. Tidak seharusnya gadis berumur 16 tahun masih perlu dibangunkan oleh orang tuanya, Abil bukan anak TK yang masih harus dibujuk agar berangkat sekolah. Kalau almarhum suaminya masih ada, Abil pasti akan bisa bangun tepat waktu dan lebih disiplin lagi. Kalia sungguh betentangan dengan cara Daniel memperlakukan anak.

            Abil menuruni anak tangga dengan terburu-buru membuat Kalia menghela nafasnya, kejadian ini tidak pernah terjadi pada Daniel dulu. Abil berpamitan kepada Omahnya dan Daniel, tak lupa ia mengucapkan salam dan mencium pipi orang-orang tersayangnya itu.

            Saat Abil keluar dari rumah ia sudah bisa melihat Gravity menekuk wajahnya kesal, Gravity psti telah menunggu Abil lama, mohon maaf Gravity tadi Abil berdrama dulu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Gravity memasangkan helm ungu milik Abil dan membantunya menaikin ducati hitam kesayangan Gravity yang akan mengantar mereka menuju ke sekolah tempat menimba ilmu dan bukan tempat nongkrong pastinya.

            Graviti merasakan sesuatu hawa yang aneh selama setengah perjalanannya menuju ke sekolah ini. Mencoba keras berpikir untuk mengingat apakah ada sesuatu yang tertinggal atau ia melewatkan sesuatu yang penting tapi Gravity tidak menemukan apapun dalam pikirannya. Gravity menepis semua pikirannya, saat ini ia hanya perlu fokus dalam berkendara dan pikirkan itu nanti setelah sampai di sekolah

*****

            Sesampainya di parkiran sekolah Gravity langsung memposisikan motornya dengan benar dan rapi supaya tidak di protes murid lainnya. Abil langsung urun tanpa mengucapkan apapun membuat Gravity kaget bukan main, Gravity bahkan harus melepaskan helmnya tergesa dan tidak bisa caper kepada murid-murid sekitar demi menyusul Abil yang lupa melepaskan helmnya.

            Sepertinya hawa aneh nan negatif yang selama perjalanan Gravity rasakan berasal dari Abil, anak itu tidak sepeti biasanya yang selalu mengoceh tentang apapun itu. Tapi liat sekarang, Abil bahkan diam saja ketika Gravity membka helm dan membuat rambut hitam sepunggunya berantakan dan membuat bando yang menjadi ciri khas Abil itu lepas dari kepalanya. Abil bahkan terlihat pucat, Gravity jadi khawatir Abil kerasukan.

“GRAV” Gravity menyipitkan mata mencari letak suara yang menaggil namanya

“GRAV” seorang pria paruh baya dengan seragam batik guru milik sekolahnya memberi isyarat Gravity untuk menghampirinya, Gravity segera menjawab anggukan pertanda ia akan mengampirinya

            Melihat Abil yang menegang dan semakin memucat membuat Gravity ragu untuk menghampiri gurunya tersebut, apalagi sekarang Abil terlihat berkeringat dingin. Gravity mencoba mencari teman sekelasnya unuk menjaga Abil terlebih dahulu, ia khawatir Abil akan back roll di koridor sekolah dan malah membuatnya malu.

“Danish, lo ke kelas bareng Abil. Jagain dia, awas aja kalau kenapa-kenapa. Gue dipnggil Pak Irfan dulu” Danish meras seperti ditodong, ngapain juga ia harus menjaga Abil yang petakilan?

            Tapi melihat Abil yang tidak membuka suara sama sekalimembuat Danish ikut khawatir. Ia menempelkan tangan luarnya di dahi Abil dan membuat Danish melotot, tumben sekali Abil sedingin ini. Danish meneliti penampilan Abil, raut wajahnya terlihat tegang dan cemas dengan tatapan mata yang kosong, seperti zombie. Danish takut kalau Abil kenapa-kenapa, lebih baik ia menuntun Abil menuju kelas mereka. Ajaib sekali, seorang Abil sekarang tidak berdaya.

“Bil, lo oke kan? Mau gue antat balik lagi?” Danish mencoba memastikan kembali kondisi Abil tapi hanya dijawab gelengan kepala oleh Abil

“yaudah lo duduk aja, bentar lagi Gravity balik kok” mendengar nama Gravity membuat Abil panik ia yang tadinya sudah duduk kembali berdiri memegangi lengan Danish dan membuat anak itu bingung”

“Pangeran Danish, bantuin Putri Abil ngerjain Gambar Tekhnik ya? Nanti Putri Abil bayar deh, tapi Pangeran Danish jangan bilang-bilang Gravity” Abil memasang puppy eyes miliknya

“Lo, kalau udah tau gak bisa gambar ngapain dulu ngotot masuk Teknik? Kan gue udah kasih tau, kalau emang lo mau jadi anak Teknik, kerjain semuanya sendiri apalagi ini tugas individu” belum sempat Danish membuka mulut menjawab permohonan Abil suara dingin di balik punggungnya sudah mendahyluinya menjawab, tidak sopan memang

            Danish melihat Abil memasang wajah kesal kepada Galaksi, lagian ngapain Galaksi masuk kelasnya dan Abil? Dia bukan anak jurusan Teknik, dia anak jurusan sebelah yang selalu pamer kalau mereka anak berkelas karena selalu berada diruangan ber-AC.

            Galaksi memberikan tatapan mengajak perang kepada Abil. Tapi Galaksi merasa aneh, biasanya gadis itu akan dengan senang hati membalasnya dengan tatapan berapi-api, tapi kali ini berbeda. Gadis itu membalas tatapan Galaksi dengan mata berkaca-kaca, tidak ini bukan yang Galaksi harapkan. Ia hanya ingin mengajak Abil bercanda dan memberikan susu stroberry yang kini berada dibalik saku jaketnya.

“kalau niat lo cuma mau bikin gue emosi, mending lo pergi” Galaksi tersenyum sinis mendengar suara dingin yang sangat familier dikupingnya

“Och, Key hero is here” Galaksi memandang Gravity dan Abil bergantian

“wow, Marven badjingan is here” Galaksi menatap salah satu teman Abil yang kini berada didepannya, tinggi yang dimiliki anak ini mampu mengitimidasi lawan bicaranya tapi tidak berlaku bagi Galaksi, ia membaca nama yang tertera di name tagnya, Dede Arnold. Galaksi mengangguk sebagai jawaban, jadi laki-laki ini yang sekarang berada didepannya adalah laki-laki yang selalu Abil ceritakan kepadanya, sayang sekali Galaksi tidak bisa melihat wajahnya.

“lo, semua dapet apa si dari Abil? Segitunya banget lo semua belain dia” Galaksi berucap sinis membuat seisi kelas geram dibuatnya

Plaakk…

            Abil menatap Galaksi dengan air mata yang terurai dipipi chubbynya. Abil berikiran positif, mungkin ucapan Galaksi barusan merupakan upayanya untuk membela diri karena teman-temamya terlalu mngintimidasi. Tapi Abil tidak bisa menahan tangannya untuk menapar Galaksi sebagai peringatan kalau ucapan Galaksi sudah cukup keterlaluan.

            Galaksi tertawa mengetahu kalau tamparan pertama yang ia dapatkan berasal dari seorang gadis yang dipuja-puja oleh orang paling ia ingin singkirkan di dunia ini. Kalau Abil berpikri Galaksi akan diam karena Abil wanita, Abil salah.

Plaakk… Galaksi menapar balik Abil hingga sudut bibir Abil berdarah

            Gravity, Danish dan Dede tidak percaya melihat Galaksi menampar balik Abil, tanpa memperdulikan bell yang sudah berbunyi menyuruh mereka bersiap untuk pelajaran pertama Gravity memukul Galaksi. Galaksi yang tak siap terhuyung mundur beberapa langkah, tak mau kalah ia pun membalas pukulan Gravity. Dede yang sedari tadi kesal memukul Galaksi dengan sepenuh tenaga, ia tidak perduli kalau ia harus masuk BK atau di skors karena ini.

            Bagas yang mekihat kerumunan dikelas Abil segera menerobos untuk mengetahui apakah betul temannya yang ada dibalik semua ini? Ia melotot tak percaya melihat Gravity yang memiliki beberapa memar dimukanya dan hal serupa terjadi di Galaksi juga kedua temannya, salah satu guru produktif TKR[1] berada ditengah-tengah mereka.  Gravity, Galaksi, Danish dan Dede saling menjewer satu sama lain dan berjalan keluar kelas menuju ruangan BK.

“grav lo gak apa-apa?” Bagas memegang pergelangan Gravity yang bebas tapi Gravity mengempaskannya membuatnya menghela nafas

“Key, lo oke? Maafin Marven ya” Bagas menghampiri Abil yang terduduk lemas dibangkunya

“hmm it’s ok, Abil oke kok. Bagas balik aja ke kelas, udah bell soalnya, nanti dimarahin guru pelajaran. Abil mau tidur aja, nyiapin tenaga buat gambar teknik” Abil menjawab pertanyaan Bagas dengan tersenyum. Bagas mengusap kepala Abil lembut dan bpamit kembali sebelum kembali ke kelasnya.

[1] Teknik Kendaraan Ringan

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status