Adila menatap heran kearah beberapa kelas yang sepertinya sudah dia lewati tadi, "Kantinya di mana sih. Perasaan gue muter-muter mulu dari tadi"
Karena terlalu sibuk memperhatikan kanan dan kirinya untuk mencari petunjuk. Adila tidak menyadari jika di depannya ada rombongan pengurus sekolah yang akan menuju kelas 10, untuk melakukan pemeriksaan atribut seperti biasanya.
Bruk.
Adila yang tidak memperhatikan jalan nya menabrak salah satu di antara mereka, "Jalanya yang bener dong. Gue nabrak apa a****, keras bener" bentak Adila tidak sadar karena terkejut.
Jovan Rahardjo. Ketua keamanan SMA UIHS sekaligus Ketua basket sekolah yang sangat terkenal di kalangan siswa-siswi terutama para kaum hawa. Bukan karena dirinya adalah Ketua keamanan dan juga basket tapi, dia terkenal karena parasnya yang tampan, juga playboy pastinya.
Lihatlah parasnya. Dengan bentuk wajah heart dan juga garis tegas di rahangnya, mata kacang almond nya yang selalu membuat kaum hawa terpana dan juga bulu mata tegasnya dengan warna mata coklat yang menambah ketampanan nya, hidup mancung, bibir wide lips nya yang merah menggoda. Siapa yang tidak jatuh hati melihat ciptaan Tuhan yang satu ini?
Jovan yang tidak terima pun balik membentak Adila dan menatapnya tajam. Tapi saat matanya bersitatap dengan mata Adila dirinya terkejut bukan main, "Loh, Alana?"
"Kita saling kenal?" tanya Adila terkejut sekaligus bingung.
"Lo enggak kenal gue?" tanya Jovan kebingungan. Untuk beberapa saat Jovan terdiam dan hanya menatap kearah Adila, menelusuri setiap inci wajahnya. Mungkin yang lain tidak menyadari nya tetapi Jovan kenal dekat dengan Alana atau mungkin Adila, "mungkin gue yang salah orang" lanjut Jovan
"Oh, kalau gitu gue duluan Kak," ucap Adila dan bergegas pergi meninggalkan mereka. Tetapi setelah beberapa langkah Adila berbalik arah menuju kelasnya.
"Loh kok balik, Dek?" tanya salah satu teman Jovan.
Adila menoleh— mencari orang yang bertanya kepadanya, "Nggak jadi Kak. Nggak tau jalan nya," ucapnya sebelum pergi menuju kelasnya.
"Loh ngelawak dia wak. Padahal jalan di depan matanya, apa tidak terlihat"
"Positif thinking, mungkin matanya barun"
"Barun lambemu"
Di saat teman-teman nya berdebat tentang barun— rabun maksudnya. Hanya Jovan yang masih berdiam diri memperhatikan punggung Adila yang sudah menghilang di balik tembok.
"Kenapa jov?" tanya temannya menyadarkan Jovan.
"Nggak papa. Tugas gue di kelas 10 kan?" tanya Jovan memastikan jadwal tugasnya hari ini. Yang di jawab anggukan oleh temannya "yaudah gue duluan. Itu yang tugasnya di kelas 11 sama 12 jangan lupa," ucap Jovan sebelum berlari menyusul Adila ke kelasnya.
*****
Bagas yang melihat Adila baru saja memasuki kelas bertanya kepada Adila, "Darimana lo?"
Dirinya hanya heran karena Adila tidak biasanya keluar kelas. Adila lebih suka menghabiskan waktunya di kelas dengan tumpukan-tumpukan buku yang memusingkan kepala.
Sebenarnya Bagas mulai curiga jika orang di sampingnya ini adalah orang yang berbeda dari Adila biasanya. Bukan tanpa sebab Bagas mencurigainya. Dilihat dari cara berbicara, tingkah laku, pakaian dan juga yang paling menonjol adalah matanya— Bagas ingat sekali temannya ini memiliki mata dengan tatapan lembut yang menenangkan. Bukan tatapan tajam yang akan membuat orang-orang gentar melihatnya.
"Gue tadi mau ke kantin, tapi karena gue nggak tahu jalanya jadi gue balik ke kelas"
"Kantin?" gumam Bagas yang masih dapat di dengar oleh Adila
"Kenapa? ada yang aneh?"
"Enggak ada," jawab Bagas meyakinkan. Meskipun begitu Adila tetap tahu ada sesuatu yang ingin Bagas tanyakan kepadanya.
"Kalau mau tanya sesuatu, tanya aja," celetuk Adila sambil mengeluarkan buku mata pelajaran pertamanya.
"Al- maksdu gue Adila. Lo semakin kesini semakin aneh" terang Bagas yang membuat Adila terkejut seketika, walapun dalam beberapa detik kemudian dia bisa mengontrol ekspresi wajahnya.
"Anehnya dimana coba? perasaan lo doang kali"
"Ya gimana enggak aneh. Semua yang lo lakuin bertolan belakang sama kebiasaan lo. Pertama, lo enggak berangkat hampir dua minggu, dan kemarin akhirnya lo berangkat dengan membuat heboh sekolah karena lo minta di panggil Adila bukan Alana seperti biasanya,
ke-dua, Alana yang gue kenal enggak pernah suka keluar kelas, dia lebih suka menghabiskan waktu di dalam kelas, ke-tiga, Alana jelas tidak menguasai pelajaran bahasa asing tapi, Alana di depan gue bahkan dengan mudahnya mengerjakan soal bahasa asing, dan yang terakhir... Alana jelas tidak memiliki mata dengan tatapan mata tajam. "
Deg.
"Karena gue mau menjadi diri gue yang baru. Emangnya lo mau temen lo ini di tindas terus tanpa perlawanan?" tanya Adila tenang, tanpa menampilkan raut wajah terkejut. Berbeda dengan Bagas dan satu orang yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka.
"Gue senang lo berubah. Tapi perubahan lo itu...arghhh terlalu mengejutkan"
"Ya bagus dong biar surprise," jawab Adila di sertai tawa yang membuat siswa-siswi di kelas menoleh kearah nya.
Sejak kapan Adila tertawa. Kira-kira seperti itu lah isi pikiran mereka.
"Gue bahkan sampek mikir kalau Adila punya kepribadian ganda," sahut orang yang duduk di belakang Adila Farhan— kakak kembar Farel.
"Gini nih korban drama," timpal Farel
"Diem lo. Gue lagi males debat sama lo"
"Yang mau debat sama lo juga siapa"
"GU-"
"Selamat pagi Adik-Adik sekalian" sebelum duo kembar kembali bertengkar, Jovan dan rombongan OSIS memasuki kelas mereka, yang membuat siswa-siswi kelas 10 kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.
"Pagi Kak"
"Tolong berdiri sebentar, dan perlihatkan ikat pinggang, kaus kaki, almamater, dan juga name tag kalian. Kakak-kakak silahkan di periksa, jika ada yang tidak lengkap di persilahkan untuk kedepan"
Ada beberapa siswa-siswi yang kedepan entah itu karena tidak membawa name tag, almamater, dan kaus kaki— salah satunya adalah Adila.
"Lo ngapain bawa-bawa korek api ke sekolah? mau bakar sekolah lo?" tanya salah satu siswi senior yang memeriksa tas Adila.
"Itu kosong Kak enggak ada isinya"
"Tetap saja, bawa benda-benda kayak gini di larang, masih anak baru udah bikin ulah. Maju kedepan"
Lagi dan lagi Adila membuat heboh sebagaian siswa-siswi di dalam kelasnya— termasuk beberapa senior yang mungkin mengenalnya.
"Seriusan Alana ke tangkap razia?"
"Makin hari makin aneh si culun"
"Bener tuh...masak tiba-tiba minta di panggil Adila, dan sekarang malah bikin ulah! "
Dan masih banyak lagi bisikan-bisikan yang di lontarkan teman-teman nya untuk Adila, bahkan beberapa ada yang mencaci maki dirinya karena mencoret nama baik kelas mereka. Tetapi Adila tidak pernh mengambil pusing, selama mereka tidak menganggu ke tenaganya di sekolah, Adila akan membiarkan mereka berbicara omong kosong sepuasnya.
(Jadi ini yang lo maksdu selalu dapat hadiah) batin seseorang yang menahan gejolak amarahnya saat mendengarkan caci maki yang di lontarkan untuk Adila.
Jovan menatap tajam mereka yang berisik tentang Adila, sampai membuat mereka menundukkan kepalanya.
*****
Sirine sekolah berbunyi memenuhi seisi sekolah yang menandakan ada keadaan berbahaya yang melanda sekolah. Sedangkan di halaman, siswa-siswi dari sekolah musuh sudah memasuki halaman depan berusaha menerobos pintu masuk.
Beberapa melemparkan batu yang membuat kaca di pintu masuk rusak, di tambah pos satpam yang sudah tidak berbentuk.
"Menyingkir bodoh"
Buk.
"Si***"
"Adila!!! Lo nggak papa? "
TBC.
Adila berada di lapangan upacara bersama beberapa siswa-siswi yang mendapatkan hukuman berdiri di depan bendera sampai jam istirahat. "Gue dengar-dengar dari sekolah sebelah, ada yang mau ngedrop salah satu sekolah di daerah sini" Adila yang mendengarkan berita dari orang di depannya pun tertarik untuk mendengarnya. "Sekolah daerah sini kan ada tiga. Nah, yang mana yang mau di drop?" "Ya mana gue tau, gue kan cuman denger dari sekolah sebelah" "Kalau sekolah kita enggak mungkin mereka berani, kecuali mereka nekat berhadapan sama Jovan dkk" Saat asik mendengarkan percakapan mereka tiba-tiba ada siswa yang memberitahu Adila jika ada seseorang yang menunggunya di depan. "Tapi gue
Seorang wanita patuh baya berlari menuju kamar delima yang berada di lantai lima. "Raden!" panggil nya kepada seorang remaja pria yang duduk di depan ruang rawat inap. "Tante," Raden berdiri dan mencium punggung tangan wanita tersebut. "Bagaimana dengan Adila?" "Kata dokter kaki Adila patah, seharusnya ini bukan masalah serius tetapi...karena Adila sering mengalami cidera pada bagian kakinya, itu menyebabkan Adila tidak bisa menggunakan kakinya untuk pekerjaan berat. Dan kemungkinan kambuhnya sangat besar," jelas Raden. Vara terduduk mendengar penjelasan Raden. Dia tidak menyangka putrinya akan mengalami hal seperti ini, terutama Adila adalah tipe orang yang suka memaksakan diri. Sebelum nya putrinya memang pernah mengalami c
"Laa...kamu itu Jangan terlalu judes, nanti enggak ada yang mau sama kamu," ucap seorang remaja wanita sambil mencolek hidung Adiknya. "Kan ada Kakak," jawab Adiknya memeluk erat Kakaknya yang duduk tepat di depannya. Lana tersenyum melihat Adik nya, "Laa...Kakak enggak bisa selalu berada di samping kamu. Akan ada waktu nya di mana Kakak bakalan pergi, dan yang pasti waktu itu semakin dekat" Lana tersenyum menatap kearah luar jendelanya. Dirinya menerawang kedepan seolah-olah sedangkan menyaksikan apa yang akan terjadi di masa depan. "Kakak kenapa? Ada yang nyakitin Kakak? Bilang sama Ila nanti Ila kasih pelajaran orangnya." Lana mengelus rambut Adik nya dengan sayang, "Enggak ada. Kakak selalu mendapatkan 'hadiah' di se
"Api nya woi, matiin!" "Aaaa...kebakaran. Lontong, help me. Pangeran berkuda, tolong princess!" "Enggak usah halu, buruan matiin. Keburu hangus kebakar rumahnya" Suara teriakan-teriakan barusan, membangunkan Adila yang masih tidur nyenyak di kamar nya, entah jam berapa sekarang yang pasti ini hari libur dan dia ingin tidur dengan tenang. Tapi semua itu hanya angan-angan belakang, nyatanya tidurnya di ganggu oleh dua orang yang sedang melawan hukum alam. "Udah tau enggak bisa masak, masih aja maksa. Hobi banget melawan hukum alam," gumam Adila yang kembali merapatkan selimut nya, dan tidak perduli jika nanti rumah nya akan terbakar karena ulah ke-dua saudaranya. "Huh huh huh. Pokok nya gue enggak mau kalau di suruh masak lagi, titik!" Aqia menjitak kepala Afia yang duduk dengan nafas terengah-
Hari ini, hari senin. Sekolah masuk seperti biasanya, upacara baru saja selesai di laksanakan, para siswa-siswi berbondong-bondong meninggalkan lapangan. Termasuk sang tokoh utama kita, Adila Dirgantara. Dia sedang berjalan bersama Bagas dan duo kembar. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi sepertinya itu adalah hal serius. "Lo tau enggak?" tanya Farel kepada teman-teman nya. "Nggak!" Farel menatap sinis ke arah Kakak kembarnya, "Apa sih Bang, nyahut aja kayak listrik!" Farhan mengarahkan jari telunjuk dan jari tengahnya kearah mata Farel, "Mata lo mau gue colok pakek garfu!" "Kalian kalau berantem gue tampol nih!" ancam Adila kepada ke-duanya, yang membuat mereka segera diam "lanjutin!" "Ada anak baru katanya. Gila cuy cantik-cantik" Farel berujar dengan heboh, bah
Di dalam kamar, Adila hanya tiduran di kasur tanpa ada kegiatan apapun. Sampai suara notif handphone nya mengusir kebosanannya. Radenbagong. 'La... Datang ke tempat biasanya, sekarang!' 'Mau ngapain?' 'Udah, dateng aja. Aku tunggu di depan' 'Loh, eh Raden! Malah di tinggal off' "Ck. Kebiasaan, awas aja lo!" Adila meremat handphonenya karena kesal. Setelah beberapa menit bersiap-siap, Adila sudah duduk manis di motor besarnya. Dia menggunakan celana hitam panjang dengan sepatu booth warna coklat, jaket denim coklat dengan dalaman hitam. "Lepasin gue!" Saat melewati
"Sumpah, di pintu dapur rumah banyak cicak geprek. Kalau enggak percaya, besok liat sendiri!" Adila, Afia, dan Aqia sedang berkumpul di ruang tengah bersama para cowok yang bermain game. Mereka mendengarkan Adila yang bercerita tentang cicak geprek di pintu dapur rumahnya. Aqia bergidik mendengarkan cerita Adila, "Pantesan kemarin gue mau nutup pintu susah, taunya banyak cicak geprek" "Instagram lo gimana? Udah bisa pasang foto profil?" tanya Afia mengalihkan pembicaraan. Sejak tadi dia menahan mual mendengar cerita Adila, karena saat berangkat kesini dia makan sampai kekenyangan. "Jangankan pasang poto profil, instagram gue di pencet aja enggak bisa!" "Kok lo ngomong nya jadi lo/gue?" Adila merasa heran dengan saudranya itu. "Hehehe. Biasa, biar lo mau maafin kita. Siapa tau kalau lo lihat si
"Eh, kalian udah denger belum? Katanya ekstra PBB udah di mulai besok. Hari jumat!" Pagi-pagi sekali, sekolah di hebohkan dengan dimulainya ekstra PBB— lebih tepatnya kelas 10. "Yahhhh. Nanti kita di jemur donggg!" teriak salah satu siswi, yang selalu mementingkan penampilan. "Emang Pak Firman udah pulang?" tanya Bagas mewakili pertanyaan semua siswa-siswi. "Udah, barusan gue lihat ada di kantor" "Pak Firman siapa?" tanya Adila yang baru saja masuk kelas. "Itu, guru PBB di sekolah kita" Adila hanya mengangguk sebagai jawabannya. Pagi ini dirinya berangkat bersama ke-dua saudaranya menggunakan mobil yang di kendarai oleh Aqia. Asal kalian tahu, Adila mabuk kendaraan sepert