Mendengar Roman bersikukuh ingin bertemu dengan perempuan yang menolongnya, Silvia naik pitam dia sangat murka pada Roman."Ya, sudah kalau kau tetap ingin bertemu dengan Perempuan itu. Aku yakin sampai kapanpun tidak akan pernah bertemu!" tukas Silvia kesal.Lalu pergi meninggalkan Roman dengan kecewa, "Sial! Kupikir hanya aku yang menyelamatkannya. Ternyata ada Orang lain, tapi siapa sebenarnya yang membawa Roman ke Rumah Sakit, apa Perempuan itu suruhan Fred?" gumam Silvia beranjak pergi.Silvia berjalan di koridor rumah sakit, saat itu datang dua pria berbadan kekar menghampirinya."Nyonya Silvia," panggil salah seorang dari dua pria itu.Silvia menghentikan langkahnya. "Ya, siapa kalian?" sambil menatap dari ujung kaki hingga ujung kepala dua pria itu."Perkenalkan saya Daniel, dan ini rekan saya," pria bernama Daniel itu menunjuk pada rekan kerjanya yang berdiri di sampingnya."Saya Zevin, Nyonya," sambung pria itu.Silvia berusaha mengingat-ingat, tiba-tiba saja ia teringat pad
BYUR!!!Roman membuka matanya saat seseorang menyiram wajahnya dengan seember air."Kenapa Tuan, ada masalah apa denganku?" tanya Roman lemah, sambil merasakan perihnya luka di wajah yang tersiram air.Pria itu tersenyum menyeringai meraup dagu pemuda malang ini."Masalahnya kau meninggalkan panti Roman, coba saja kau tidak bermain dengan Perempuan itu. Mungkin saja panti pijat saya tidak sesepi sekarang," "Lalu kenapa kau menyalahkan aku? Bukankah kau yang telah menjualku pada Tante Silvia?"BUGH!Pria itu memukul perut Roman, hingga kesakitan. "Beraninya kau menyalahkan aku?!" tukas pria pemilik panti pijat itu, "Mulai sekarang kau akan bekerja padaku, wahai budak murahan."Pria berperawakan tinggi itu mendorong Roman hingga ambruk, lalu pria itu pergi dengan ditemani dua orang ajudannya."Ayo tinggalkan dia, jangan kasih dia makanan apapun!" pria itu pergi meninggalkan Roman yang dibiarkan terkurung
Sebuah kaki jenjang di hiasi sepatu heels merah melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan pijat, di mana di sana sang terapis sudah menunggunya. "Kau boleh pergi!" perintah Silvia pada seorang yang mengantarnya. Perlahan ia berjalan mendekati Roman yang terus menundukkan kepalanya."Kenapa kau, tidak berani menatapku? Takut padaku Hem?" sinis Silvia marah pada Roman yang tanpa ada penjelasan pergi darinya.Roman masih diam saja, tidak berani menatap perempuan yang dicintainya itu.Merasa kesal pada Roman, Silvia pun langsung meraih dagu Roman, hingga membuat wajahnya mendongak. "Jawab aku Roman, kenapa kau pergi begitu saja?""Tan-tante ... aku takut dekat denganmu, sebab begitu banyak Orang yang menentang hubungan kita." lirihnya dengan bibir bergetar.Silvia mengerutkan kening, pasalnya selama ini ia tidak tahu apa-apa yang di hadapi kekasih berondongnya ini."Kenapa kau musti takut, apa ada Orang yang mengancam kamu?"
BRUG!!!Silvia terlonjak kaget saat sebuah mobil menabrak bemper belakang mobil yang di tumpanginya, bahkan ponselnya hingga jatuh. Padahal saat ini dia sedang berbicara dengan putrinya, Selina."Sial!" umpatnya kesal.Roman sama kagetnya dengan Silvia, mereka segera turun dari mobil, untuk melihat bagian belakang mobil. Namun, tidak terduga dua pria berbadan kekar keluar dari mobil yang menabrak bagian belakang mobil itu."Kenapa dengan mobilnya, 'Nyonya?" salah seorang pria itu bertanya pada Silvia."Tidakkah kalian lihat, kalian masih punya mata kan?" sinis Silvia kesal.Tapi, dua pria itu hanya menatapnya-sambil tersenyum."Kau ikut dengan kami kembali," ucap dua pria yang sangat familiar bagi Roman."Tidak! Saya tidak akan ikut lagi dengan kalian, bilang sama Tuan Jackson aku bukan lagi Anak buahnya."Roman menolak dua pria itu yang memintanya kembali ke panti pijat. Silvia pun marah pada mereka terutama pada Jackson, lantaran dia telah menebus Roman dari pria mucikari itu."Apa-a
'Aku membutuhkan Teman curhat, apa kau mau mendengarkan curhatan aku Roman?'Kalimat pesan itu masih dibaca olehnya, setelahnya ia bangkit mengetik pesan balasan.'Tentu saja bisa, apa kau inginkan aku menemuimu?'Roman bertukar pesan dengan Selina, calon anak tirinya itu.TING. Pesan balasan dari Selina kembali datang padanya.'Ya, jika kau bisa aku ingin bertemu,'Roman lantas segera membalasnya lagi, 'Kalau begitu kita akan bertemu di Cafetaria dekat tempat tinggalmu,' 'Baiklah,' balas Selina dari seberang sana.Setelah mendapat balasan Roman lantas bersiap pergi, mengganti pakaian layaknya akan bertemu kekasih. Kendati demikian cintanya hanya Silvia bukan yang lain."Tan," Roman mencari Silvia, tidak lupa ia meminta izin darinya. Tapi, Silvia tidak ditemukan di mana pun sehingga ia pergi tanpa sepengetahuan Silvia.Sementara di seberang sana, tepatnya di sebuah Cafetaria yang di
Roman menelan salivanya, dan segera membukakan pintu mobil pura-pura tidak melihat ke arah perempuan yang saat ini menatapnya dari kejauhan."Ayo Selina," sambil membuka pintu."Terima kasih Roman," Selina menapakkan kaki jenjangnya, keluar dengan elegan dari mobil dibantu oleh Roman."Kalau begitu aku langsung pamit ya," ucapnya, "Eh, iya ini kunci mobil kamu." Roman menyerahkan kunci mobil, dan segera berpamitan dari hadapan Selina. Namun, Selina kembali menghentikannya. "Tunggu Roman," cegah Selina.Roman kembali berhenti dan menatap Selina lagi, "Ada apa Sel?""Apa kau tidak ingin menjenguk Daddy? Ayolah Rom," pinta Selina agar Roman mau menemaninya ke tempat Fred dirawat.Roman mencari cara untuk menolak, tapi saat itu juga Silvia datang menghampiri mereka berdua."EKHEM!" Silvia berdeham menatap pada Roman, dan Selina putrinya. "Kalian dari mana saja, Selina maafkan Mommy ya ... sebenarnya Mommy
"Kau salah paham Silvia! Mana mungkin aku mencintainya? Sementara kau saja bisa membuatku nyaman," Roman berusaha meyakinkan Silvia yang di selimuti rasa cemburunya."Kau bohong!" tukas Silvia masih tidak percaya pada Roman."Terserah kau saja, jika masih tak percaya padaku. Yang jelas aku tidak ada perasaan apapun padanya, mana mungkin aku mencintai Putrimu!" tegas Roman memperjelas pengakuannya.Silvia masih marah padanya, dia tidak gampang percaya pada seseorang semenjak pernikahannya dengan Fred berantakan, "Semua lelaki ternyata sama saja, kupikir kau berbeda dengan yang lainnya. Tapi, kau bahkan jauh lebih buruk dari Fred!"Silvia melengos pergi dari hadapan Roman, "Aku sadar aku ini sudah Tua, mana mungkin kau mencintaiku sepenuhnya." Roman sudah kehabisan kata-kata untuk meyakinkan Silvia, hingga memilih pasrah dengan hubungannya ini.Malam itu adalah malam pelik bagi Roman, lantaran Silvia tidak kunjung percaya pada perkataannya yang sudah jelas berbicara apa adanya tentang
"Apa kau berniat mengambil ponsel Daddy, Selina?"Fred menatap putrinya dengan tajam, sorot matanya seolah tidak mengizinkan Selina untuk mengambil ponselnya itu."Bisakah aku meminjam ponselmu Dad's? Selina ingin tahu kenapa Daddy melarang Selina memeriksa ponsel ini?" "Sekali tidak di izinkan seharusnya kamu jangan melanggarnya. Ponsel adalah barang pribadi itu kurang sopan namanya!" Selina mengurungkan niatnya, dia kesal karena di Katai kurang sopan oleh Fred."Baiklah-baiklah, Selina enggak akan mengambil ponsel Daddy!" kesalnya karena tidak dibiarkan melihat isi ponsel itu. Padahal, Selina hanya ingin tahu siapa yang sedang berusaha di hubungi oleh Daddynya itu."Bagus, jadilah Putri yang baik penurut, dan tidak ikut campur pada urusan Orang Tuamu!" ujar Fred bersedekap tangan saat diperiksa dokter.Selina kecewa pada Fred, dia meninggalkan Daddynya."Kalau begitu untuk apa aku di sini, lebih baik Selina