"Tidak, baru saja ada bidadari yang menebarkan senyum kebahagiaan pada orang lain,"ucap Joan lalu tertawa kecil."Ah, itu wajar Joan. Apa kau tidak kasihan melihat tubuh kurus pak nuga yang harus memaksa bekerja sementara anak dan menantunya hanya berdiam diri di rumah! Tak tahu malu,"pekik Kiana dengan nada ketus, lalu mendengus kasar sembari melipat kedua tangannya di dada."Kenapa tidak menyuruh pak nuga untuk tinggal di rumahmu saja? Lagi pula istrinya juga sudah tiada,kan? Anak-anaknya sudah menjadi tanggung jawab para suaminya, bukan pak nuga lagi!"jelas Joan, sama kesalnya seperti Kiana."Masalahnya hati pak nuga terlalu lembut, ia tak tega meninggalkan anak dan cucunya hidup dalam kesengsaraan. Orang tua mana yang mau anak-anaknya menderita tetapi ia hanya diam saja seperti sebuah benda mati?""Aku sekarang mengerti, mengapa banyak orang tua yang mengekang anaknya untuk hal-hal baru, karena ia sudah tau akan seperti apa kedepannya. Tidak ada orang tua yang egois, mereka juga o
"Oh, boleh saja. Di sini juga cukup mencekam jika hanya sendiri.""Kalau begitu di sana saja,"Alen menunjuk toko roti itu, menuntun Kiana dengan memegang punggungnya lembut.Merasa kurang nyaman dengan posisinya dan Alen, Kiana mengambil tangan lelaki tampan itu lalu menaruhnya ke bawah, setelah itu memegang kemeja hitam Alen."Kamu mau genggam tangan saya juga boleh," tawar Alen dengan wajah sumringah."Ti-tidak perlu, begini saja."Alen terus memandang Kiana dengan tatapan kekaguman yang tak bisa ia kendalikan, senyumannya tersebar kemana-mana." Ah, bagaimana cara memilikinya ya tuhan! Saya sungguh mengagumi keindahan ciptaan mu ini!"Alen berteriak dalam batinnya, pikiran tentang keinginan memiliki Kiana membuatnya gila."Alen? Hey …," Kiana melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Alen."Bagaimana caranya?"celetuk Alen membuat Kiana keheranan."Apa?"tanya Kiana mendekatkan wajahnya pada Alen, ia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Alen bertanya di keheningan itu.Deg!Jantung Alen
"Iya! Loh? Jadi tadi itu siapa? Joan mana!?" Dania mulai khawatir, bagaimana pun Joan itu adalah anak sahabatnya. Ia sudah menganggap Joan bagian dari keluarganya juga."Tapi tadi …,"Kiana mematung tak percaya, dadanya terasa berat untuk mengambil nafas. Seharusnya Joan sudah sampai lebih dulu sebelum ia pulang."Kamu bertengkar dengan Joan? Karena apa?"seperti tahu ia dan Joan tengah bertengkar, Dania memang sudah memiliki firasat jika mereka sudah bertengkar hebat."Salah paham ma …,"suara Kiana merendah menatap Dania dengan ekspresi tumpul."Kalau terjadi sesuatu pada Joan, mama gagal jaga anak sahabat mama sendiri," Dania menjatuhkan dirinya ke sofa sembari memijat-mijat pelipisnya."Mama tidur saja ya … biar Kiana yang tunggu Joan pulang, kalau perlu Kiana cari,"tegas Kiana."Kamu mau cari dia tengah malam begini!? Kamu pikir di luar sana tidak bahaya! Kamu malah bikin mama tambah pusing na.""Mama pokoknya tidur saja, Kiana janji Joan pasti pulang,"Kiana memasang senyum tipis ber
"Iyalah! Kasihan dia, masa rezeki di tolak. Bunganya wangi kesukaan ku loh, kenapa Alen bisa tahu ya?"Kiana bergumam berusaha memikirkan bagaimana bisa Alen mengetahui wangi bunga kesukaannya, Joan saja tidak tahu."Karena dia menguntit mu, Kiana,"batin Joan menerka-nerka ingin mengatakan hal itu pada Kiana, gadis itu pasti akan merasa jijik jika tahu kelakuan busuk Alen. Bahkan motor Kiana dan juga mobilnya memiliki sebuah GPS yang Alen pasang berulang kali, dan berulang kali juga Joan melepasnya ketika mendapatkannya. Kenapa Alen juga memasang di mobil Joan, karena ia tahu gadis itu selalu bersama Joan.Mendengar pembicaraan mereka berdua, Dania lalu menatap Joan dengan kening berkerut."Kenapa Joan? Cemburu kamu gak ada yang kasih bunga juga?"ucapan Dania terdengar sangat menohok, bunga adalah hadiah yang hampir setiap hari gadis-gadis di kampus berikan pada Joan. Lelaki tampan itu menganggap semuanya adalah sampah, hadiah menurutnya adalah barang-barang bermerek dan berharga tinggi
"Yah! Dapat, siapa suruh kamunya bodoh Kiana …"Joan tertawa puas mendapati kunci motor Kiana tergeletak di sofa ruang tamu, ia lalu berjalan menuju area kolam renang membuang kunci itu ke dalam kolam dengan bangga."Ups … jatuh, kasihan sekali kunci motor Kiana," Joan memandangi kunci motor Kiana yang perlahan tenggelam ke dasar kolom, Kiana tidak akan bisa mengambil kunci itu. Dia mana bisa berenang."Selesai sudah masalah pagi ini,"Joan kembali ke dalam dengan senyum puas, menunggu Kiana di ruang tamu, ia penasaran dengan reaksi Kiana jika mengetahuinya. pasti gadis itu akan mengamuk."Loh, kenapa kamu nunggu? Aku kan sudah bilang, aku tidak mau berangkat dengan kamu. Joan Hendra Setiawan …"Kiana menggaruk-garuk tekuknya, merasa kesal dengan sikap Joan."Memangnya aku iyakan permintaan kamu? Perasaan tidak,"jawab Joan dengan santai sembari memakai kacamata hitamnya."Arghh, minggir! Aku mau ambil kunci motor,"Ki
Kiana terdiam sesaat lalu menarik nafas dalam-dalam." Aruna itu singkatan dari nama ku dan Arun, laki-laki yang pertama kali kusukai sewaktu SMA dulu,"jawaban Kiana membuat ekspresi Joan berubah datar, ekspresi yang hampir sayu. Joan berusaha menahan kepedihan hatinya. "Arun teman kita yang meninggal karena kangker? Karena apa? apa dia lebih tampan? atau lebih baik dari lelaki manapun yang pernah kamu temui?"Joan kembali melayangkan pertanyaan pada Kiana, menatapnya penuh pertanyaan. Bagaimana bisa gadis itu tetap mencintai sosok lelaki yang bahkan sudah tidak ada di dunia ini. bagaimana bisa perasaanya itu masih ada meski wajah lelaki yang ia sukai sudah tertutupi tanah.senyum mengembang di wajah Kiana, raut wajahnya berubah ceria."Karena dia laki-laki yang kuat dan hebat, aku menyukai senyum dan tawanya, aku menyukai sikapnya yang tak pernah memperlihatkan kalau dia benar-benar sakit. aku menyukai semua tentangnya," perkataan Kiana membuat Joan akhirnya benar-benar bungkam, terliha
"Hai, sudah lama menunggu? Maaf ya, ada sesuatu yang harus ku urus,"ucap Joan lalu mengelus kepala Kiana dengan kasar, membuat rambut gadis itu berantakan."Joan! Sudah, sudah! Rambutku jadi berantakan,"Kiana menghempas tangan Joan dari kepalanya lalu merapihkan rambutnya."Mau cari dress di mana, hm?" Joan melebarkan kakinya Selebar Mungkin untuk menyamakan tingginya dengan Kiana.Kiana menatap Joan dengan kesal."Berhentilah menatapku seperti itu,"Kiana lalu menampar pelan pipi Joan agar berhenti menatapnya, tatapan Joan cukup membuat Kiana salah tingkah. di tambah lagi jika mengingat kata-kata Sena tentang kebodohan Kiana yang hanya menjadikan Joan sebagai seorang sahabat."Kenapa, hm?"Joan terus bertanya pada Kiana yang mulai berjalan lebih dulu, sengaja sekali ingin membuat gadis itu mengamuk."Berhentilah!"Joan tertawa kecil saat berada di samping Kiana, wajah gadis itu sangat menggemaskan jika seda
"Cocok sekali, ayo buruan di ikat pakai cincin. Biar gak di ambil orang,"goda Dena."Hush! Dena, kami di sini mau cari dress yang cocok untuk ke pesta,"celoteh kiana."Oh, kebetulan aku baru saja mendesain baju pasangan untuk acara formal. Baru saja launching," ucap Dena dengan memasang senyum lebar, ia percaya Kiana akan menyukai desain baju terbarunya itu."Coba aku lihat,"pinta Kiana.Dena mengarahkan mereka berdua menuju ruang pribadi miliknya, di sana tampak sebuah gaun yang cukup mencolok. Gaun dengan warna merah maroon dan bagian samping yang terbelah cukup panjang, serta bagian atas yang terbilang seksi."Ini dia gaunnya, ini pasti sangat cocok dengan mu. Untuk jas pria, kau bisa memilih warna yang menurutmu cocok,"jelas Dena dengan wajah sumringah, ia tahu gaun itu pasti akan sangat pas dengan tubuh Kiana yang ramping."Baiklah, aku akan memakai itu. Kau selalu cerdik dalam mendesain gaun-gaun di toko ini, tidak heran jika pengunjung kita terus bertambah. Terimakasih ya," Kia