KISAH CINTA TERLARANG ANDREAS MAXWELL DAN TUNANGAN ORANG.Misha menarik nafasnya yang gemetar karena rasa takut.Dengan tangan gemetar Misha bergegas menutup gorden kamarnya, padahal waktu masih tengah hari.Dia tidak harus menebak siapa pelaku penyebaran berita buruk itu ke media."Harry sudah keterlaluan," gumamnya dengan suara bergetar karena marah.Kehidupan baru yang baru saja dimulai sepertinya tidak akan semudah yang dia bayangkan.Misha mengusap wajahnya dengan frustasi.Drrrrt... Drrrt...Suara getar ponsel di atas meja makan membuat Misha tersentak kaget. Gadis itu mengernyit bingung melihat nomor tak dikenal di layar ponselnya."Hallo!" "Misha?" Suara bariton yang terdengar familiar berbicara dengan nada cemas.Misha menegang kaku mendengarnya."Darimana kau tahu nomorku?" tanya gadis itu panik."Kau bekerja di perusahaan milik Ibu Tiriku, Misha." Jawab lawan bicaranya diikuti kekehan pelan bernada geli.Misha memejam frustasi. Dia bahkan baru tahu jika perusahaan tempatn
"Hai!" Sore hari Misha dibuka dengan sapaan sopan bernada kaku dari seorang pria tampan.Misha mengangguk sopan saat membuka pintu apartemennya dan menemukan Alan berdiri memasang senyum canggung ke arahnya.Dia sudah menghubungi keamanan gedung sebelum pria itu tiba agar memberi izin kepada tamu yang ingin menemuinya, hingga Alan bisa masuk dan naik ke lantai tiga tempat tinggal Misha."Kau mau masuk dulu?" tanya gadis itu berbasa-basi.Alan menggeleng cepat dan tampak tak nyaman."Kita pergi saja. Andreas bisa sangat menyebalkan jika harus menunggu lama." Ujar pria itu dengan senyum tipisnya.Misha mendengkus pelan."Seingatku dia memang orang yang menyebalkan," ucap Misha.Alan tertawa kecil, lalu mengangguk setuju."Baiklah, ayo!" Alan berjalan cepat mendahului Misha yang masih berkutat dengan kunci apartemennya yang baru."Alan, bisakah aku kembali kemari sebelum jam 8 malam?" tanya Misha tiba-tiba.Alan menoleh dan mengeryitkan keningnya dengan kesal."Kau bahkan belum pergi, d
"Misha, kita harus berbicara tentang berita hari ini." Andreas mencegahnya saat baru saja membuka pintu depan rumah mewah itu, dan ekspresi serius di wajah pria itulah yang membuat langkah Misha terhenti.Gadis itu menelan ludahnya gelisah. Rasa khawatir pada gosip yang bisa mengusik hidup barunya kembali menyeruak."Aku tahu, tapi aku ada janji penting hari ini," jawabnya tak sabar.Andreas menggengam lengan Misha dengan senyum menenangkan."Kita lakukan keduanya. Kita akan berbicara, dan kau akan tetap datang menepati janjimu," ujar pria itu dengan yakin.Misha menatap Andreas dengan bimbang, lalu akhirnya mengangguk setuju."Baiklah." jawab Misha dengan senyum lemah.Andreas tersenyum lega, lalu merogoh ponselnya dan menempelkannya ke telinga."Alan, aku membutuhkanmu." Ujar pria itu tanpa melepas tatapannya dari Misha.Tak lama, Alan menyusul mereka ke teras luas rumah megah itu dengan raut penasaran."Ada apa?" tanya pria itu tanpa basa-basi. "Bantu aku mencari kado ulang tahun
Misha menahan senyum melihat interaksi antara Andreas dan Barry yang terlihat dekat dan tak berjarak.Laki-laki yang punya segalanya dan cukup diagungkan banyak orang itu memperlihatkan kebaikan hatinya dengan membaur bersama para tamu di pesta kecil Lizzie tanpa ingin diistimewakan oleh siapapun."Dia bisa baik juga," gumam Misha tanpa sadar.Alan yang duduk di kursi tepat di sebelah Misha meliriknya dengan sorot cemas dan muram."Andreas memang orang baik," jawab Alan dengan tatapan melamun.Misha menoleh dan tersenyum canggung ke arah laki-laki itu. Dia lupa jika sejak tadi Alan seolah mengekorinya kemana-mana."Aku merasa kau selalu mengikutiku." Protes Misha meski dengan cara sopan.Alan melirik sekilas, lalu mengangguk."Ya, Andreas memintaku menjagamu saat dia bermain dengan anak itu," jawab Alan terus terang.Misha mendengkuskan tawa singkat."Dia memang aneh," gumam gadis itu. Misha tanpa sadar terus menatap Andreas yang kini tengah tertawa terbahak-bahak dengan Barry dan se
Sebuah pelukan mengetat di sekeliling tubuhnya saat akhirnya mereka berhasil menerobos kerumunan pers dan masuk ke flat kecil Misha. Sepertinya Misha tidak akan bisa tidur malam ini."Aku akan menjagamu tetap aman," bisikan lembut mengendurkan ketegangan Misha."Aku takut," bisik gadis itu.Andreas tersenyum lembut ke arahnya tanpa melepas pelukannya yang hanya dibiarkan melonggar saja."Kau sudah tidak aman di tempat ini. Aku ingin kau berada di tempat yang aman bersamaku." Mata biru Andreas menatap dengan intens ke arah Misha yang terlihat gelisah. "Tidak, aku tidak mau hidupku terlalu dekat denganmu," jawab Misha agak ketus.Andreas tersenyun tipis. Perlahan dia mendekatkan wajahnya ke samping Misha. Hembusan napas beraroma mint samar membuat Misha nyaris menoleh."Terlambat. Hidupmu sudah terikat denganku." Andreas mendekap tubuh Misha dan memeluknya erat sekali lagi."Jangan terlalu yakin, karena aku tak ingin terikat dengan siapapun." Ujar Misha, lalu melepas pelukan pria itu b
"Ya Tuhan, Howard!" Misha melompat seketika ke pelukan seorang pria tinggi berambut pirang gelap yang muncul pagi-pagi di depan pintunya.Senyum miring khas sahabatnya sejak kecil itu membuat Misha berkaca-kaca karena terlalu bahagia."Kau pulang, dan tidak memberitahuku sama sekali," Misha mendelik kesal ke arah teman terbaiknya itu."Kau lebih cantik di foto, Mish." Seulas senyum tipis aneh dari Howard membuat Misha tertegun."Apa maksudmu?" tanya gadis itu kebingungan.Howard mengembuskan napas panjang, lalu masuk tanpa permisi ke apartemen Misha yang terbuka."Kau memaksaku untuk pergi dari Harry dan sekarang berpindah ke selebritis kaya? Kau memang bukan main." ucap Howard dengan kernyitan tak suka.Misha terhenyak mundur dan menatap sahabatnya dengan wajah pucat. "Kenapa kau bicara begitu, Howard? Aku tidak melakukan apapun!" desis Misha tak terima.Dia sangat bahagia karena kepulangan temannya itu, tapi tiba-tiba Howard berkata tidak masuk akal. Misha mengerutkan keningnya me
Misha tertidur karena kelelahan. Gadis itu terbaring meringkuk di lantai marmer ruangan bekas kamar ibu Andreas yang sedang dibersihkannya.Andreas berjalan mendekat lalu berjongkok di dekat gadis itu. Dia lalu mengamati Misha yang terlihat lelap seolah lupa tempatnya berada. Keringat lembab terlihat di kening dan rambut kemerahan gadis itu. Tanpa sadar, Andreas mengulurkan tangannya mengusap kening Misha."Harusnya kau tidak bekerja berlebihan," gumam Andreas pelan. Mata biru kelam pria itu menyorot lembut menatap gadis yang berniat dihancurkan nya. Sekelumit perasaan sesal disertai cubitan rasa bersalah membuat Andreas mematung dengan tangan masih mengusap rambut gadis itu yang terasa basah."Kenapa harus kau, Misha? Rasanya jadi begitu sulit," gumam pria itu lirih.Misha menggeliat, lalu membuka matanya perlahan. Sepasang mata sebiru samudra menatap Andreas dengan linglung."Andre," ucap Misha dengan suara mengantuk.Andreas menarik napas tajam mendengar namanya dari bibir Misha.
"Ada cemilan manis di kamarmu," bisik Louis Soute saat Andreas pamit istirahat di malam pestanya yang hedonis dan ramai itu."Kau tidak berubah. Sudah kubilang, kalau aku tidak suka perempuan." Andreas tersenyum miring ke arah partner bisnis keluarganya itu.Louis tertawa terbahak-bahak seraya menepuk pundak anak tunggal kawan lamanya itu."Yah, kau tidak berharap aku percaya kan? Kurasa tidak dengan beritamu akhir-akhir ini," ujar pria paruh baya berdarah Perancis itu dengan senyum mengejek.Andreas tergelak, lalu menunduk dengam sedikit salah tingkah. Ya, beritanya dengan Cinderella berambut merah sedang santer di kalangan bisnisnya. Dan jelas, Andreas tidak terlalu keberatan dengan gosip yang memang sengaja dibuat itu.Andreas pergi meninggalkan pesta beberapa menit setelahnya. Rasa bosan pada hingar bingar pesta hedon itu membuatnya lelah bahkan tanpa melakukan apapun. Jadi wajah tampannya terlihat lega saat akhirnya sampai di depan pintu kamar untuknya.110Dia membuka pintu dan