Share

Bab. 2 Mantan Pacar Mas Yusuf

Saat Melinda berjalan menuju warung untuk membelikan pakdenya rokok. Seorang pengendara motor menjambret dompet yang dipenggang oleh Melinda.

"T-tolong!! Tolong!!" teriak Melinda repleks tersentak kaget.

Tak berselang lama seorang lelaki paruh baya menghampiri Melinda. Tapi sayangnya, jambret itu lebih dulu kabur.

"Kamu kenapa nak?" tanya lelaki paruh baya itu membantu Melinda berdiri.

Melinda menunjuk kearah pengendara motor yang sudah berhasil mengambil dompetnya, "Itu pak! A-anu, dompet saya!"

"Loh bukannya kamu Melinda? Putrinya pak Kusuma?" ucap lelaki paru baya itu balik bertanya.

Melinda yang tadi shock malah menjadi bingung untuk mengenali lelaki paruh baya yang menolongnya. Dia mengingat-ingat apakah pernah bertemu dengan lelaki paruh baya yang ada dihadapannya, "Bapak mengenalku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

Lelaki paruh baya itu tersenyum simpul, "Saya Wijaya. Rekan bisnisnya bapak kamu, Kusuma. Kita bertemu waktu kamu masih SMA dulu,"

"Oh pantes saya lupa mungkin. Maaf ya pak," Melinda mangut-mangut tersenyum.

"Iya gak papa. Kamu gimana? Ada yang terluka kah? Gimana juga kabar bapak kamu?" cecar pak Wijaya.

"Saya gak papa kok pak, gak ada yang luka cuman dompet saya aja yang diambil. Dan bapak juga alhamdulillah baik kabarnya,"

"Syukurlah kalau begitu. Oiya kamu ngapain disini?"

"Saya sudah menikah dan sekarang ikut tinggal bersama suami juga,"

"Owalah Mel kamu udah nikah rupanya. Kok bapak gak diundang sama bapakmu?" goda pak Wijaya.

"Cuman syukuran biasa aja pak gak mewah. Yang diundang juga para kerabat dekat saja," jawab Melinda setengah malu karna bapaknya lupa mengundang pak Wijaya.

Pernikahan Melinda dan Yusuf memang digelar sangat sederhana. Karna itu atas permintaan Melinda sendiri, dia tak mau terlalu membeban kepada Yusuf. Dan berusaha menyembunyikan identitasnya sendiri. Mereka juga menikah dirumah neneknya Melinda bukan dikediaman orangtuanya karna permintaan dari sang nenek.

"Oh iya Mel. Tapi saya salut banget sama keluarga mu. Meski kalian orang yang berada, harta dimana-mana tapi didikan bapak mu sangat mengagumkan. Kalian hidup nampak sederhana bahkan banyak yang tak tau siapa kalian sebenarnya," ucap pak Wijaya terkekeh.

"Hehe bisa aja bapak. Tapi memang tak ada yang perlu disombongkan pak. Semuanya hanya titipan dari yang kuasa,"

"Nah itu salah satu yang bikin saya kagum pada keluargamu Mel. Kalian itu selalu rendah hati dan tidak sombong. Ngomong-ngomong kamu ngapain disini? Tinggal didekat sini juga kah?"

"Ah gak pak. Ini kebetulan ada acara arisan keluarga dirumah bude suami saya. Jadi sebagai anggota keluarga saya ikut," balas Melinda.

"Memang siapa nama bude mu? Kalau masih disini mungkin saya kenal Mel,"

"Aku sih manggilnya bude Ami pak gak tau juga siapa nama panjang beliau. Itu loh yang rumah nya cat hijau diujung komplek sana" kekeh Melinda sambil menunjuk kearah rumah bude Ami.

"Bude Ami? Istrinya pak Anton itu ya? Kamu menikah dengan keponakannya kah?" Pak Wijaya menyatukan alis mencoba menerka.

Melinda mengaguk, "Iya benar sekali pak!"

"Sebaiknya kamu hati-hati dengan keluarga Anton itu Mel. Saya gak mau anak teman saya dimanfaatkan oleh keluarga mereka," ucap pak Wijaya setengah berbisik.

"Maksud bapak?" Melinda agak bingung.

"Kamu pasti akan tau maksud saya nanti Mel. Mereka pasti akan memanfaatkan mu jika kamu tak berhati-hati nantinya. Ingat selalu pesan saya ya Mel," ujar pak Wijaya sambil menepuk bahu Melinda langsung berlalu pergi.

Melinda menjadi bingung sendiri, apakah ucapan pak Wijaya tadi ada sangkutannya dengan kelakuan mereka yang memperlakukan Melinda seperti upik abu tadi? Tapi masa iya mereka memanfaatkan tenang keponakannya sendiri?

***

Baru saja Melinda membaringkan tubuhnya dikasur, suara panggilan dari luar mengagetkannya lagi.

"Mel! Melll!! Tolong ambilkan buah dari dalam kulkas ya! Cuciin sekalian. Ini teman-teman ku bentar lagi mau datang loh," teriak mbak Santi dari luar kamar Melinda.

"Memang nya mau ada acara kah mbak?" tanya Melinda keluar dari kamarnya.

"Arisan bareng teman-temanku. Kamu ambil buah dalam kulkas langsung dicuci ya, setelah itu kamu susun kue-kue yang di meja dapur kamu bawa sekalian keluar sini,"

"Minta tolong sama bik Ramlah kan bisa mbak. Aku capek kan kita baru pulang dari rumah bude Ami," ucap Melinda berusaha menolak perintah iparnya.

"Loh kok kamu jawabnya begitu? Kamu gak mau bantuin aku kah?" ketus mbak Santi.

"Tapi kan aku memang benaran capek mbak. Lagian semua pekerjaan dirumah bude Ami tadi semuanya aku yang ngerjain, masa disini juga harus aku? Bukan kah disini ada bik Ramlah?" ujar Melinda langsung melangkah kedalam kamarnya.

"Astaga Melinda. Baru juga bergabung di keluarga ini kamu sudah berani membantah. Sudah keluar sifat aslinya ternyata," sindir mbak Santi. Padahal sifat aslinya yang keluar.

"Tapi mbak aku benaran capek banget. Kata dokter juga aku gak boleh terlalu capek bisa berpengaruh pada janin ku," balas Melinda memelas.

"Halah alasan aja kamu Mel! Memang nya cuci buah itu pekerjaan yang berat ya? Padahal kamu dirumah mu dulu juga bekerja begini kan, malah lebih melelahkan daripada disini. Jangan mentang-mentang kamu menikah dengan Yusuf kamu bisa seenaknya begini. Ngaca dong kalau gak kaya itu kelurga suamimu bukan kamu!"

Ucapan yang terlontar dari mulut iparnya seakan menusuk ke jantung Melinda. Ingin sekali Melinda menyumpal mulut iparnya dengan segepok rupiah agar tak menjadi-jadi. Padahal jika dibandingkan dengan kekayaannya, kekayaan keluarga suaminya tak sebanding, malah hanya seujung kuku.

"Tapi mbak,,"

"Udah gak ada tapi-tapian Mel. Bentar lagi teman-teman ku datang. Cepat kamu kerjakan apa yang aku suruh. Habis itu langsung bantuin bik Ramlah masak." kekeuh mbak Santi gak mau dibantah.

Melinda masih diam mematung membuat mbak Santi makin jengkel.

"Aduh Mel kok malah melamun? Cepatan dong. Kalau numpang itu harus sadar diri. Bantuin kalau tuan rumah ada acara," ucap mbak Santi lagi sambil mendorong tubuh Melinda.

Lagi-lagi perkataan mbak Santi membuat hati Melinda tersentil. Dia memang menumpang dirumah mertuanya, tapi tak berbeda dengan mbak Santi jika bukan karna kebaikan mertuanya mbak Santi dan keluarganya juga belum punya rumah.

Melinda pun lekas menuju dapur. Ia tak mau memperpanjang masalah. Sangat tidak etis jika bertengkar dengan ipar menurutnya.

"Mbak Melin istirahat saja. Biar saja saya yang mengerjakan semuanya. Nanti kalau terjadi sesuatu kepada mbak Melin pasti mas Yusuf akan marah besar," ujar bik Ramlah yang tak tega melihat Melinda bekerja.

"Udah gak papa bik. Bibi dengar sendirikan tadi kata mbak Santi kalau numpang itu harus sadar diri, jadi aku harus sadar diri karna memang benar aku hanya numpang disini," jawab Melinda tersenyum kecut.

"Tapi kan mbak juga menantu disini. Tak sepantasnya mbak Santi memperlakukan mbak seperti ini,"

"Ini hanya sementara kok bik. Sampai rumah kami selesai dibangun, setelah itu kami akan segera pindah dari sini," ucap Melinda membayangkan rumah impiannya dan Yusuf selesai dibangun dengan cepat.

Melinda dan bik Ramlah malah keasyikan mengobrol sampai lupa dengan pekerjaan mereka. Alhasil mbak Santi kembali marah-marah.

"Bagus ya ditungguin dari tadi juga. Eh tau nya malah asyik mengobrol. Bikin malu aja, tuh tamu ku udah pada datang. Cepat Mel kamu bawa buahnya dan bik Ramlah bawa kuenya," ucap mbak Santi memerintah lagi.

Melinda terpaku apa alasan yang membuat kakak iparnya berlaku judes kepada. Bahkan sejak perkenalan mereka lima bulan yang lalu. Saat Yusuf dan Melinda meminta izin untuk menikah kepada keluarga suaminya.

"Biar saya aja mbak. Ini sudah tugas saya, mbak Melin istirahat saja," ujar bik Ramlah mengambil keranjang buah di tangan Melinda.

"Gak papa bik. Biar cepat selesai," kata Melinda.

"Sudah mbak duduk saja," kekeuh bik Ramlah tak mau dibantah.

Namun karna kasian dengan bik Ramlah, Melinda pun membantu membawakan piring kue keluar. Untuk dihidangankan kepada tamu-tamunya mbak Santi.

"Siapa dia bestie? Upik abu baru kah?" tanya salah seorang dari tamu mbak Santi sambil melirik ke arah Melinda.

"Namanya Melinda. Dia istrinya Yusuf," balas mbak Santi.

"Duh maaf ya bestie. Aku pikir pembantu tadi, habisnya baju nya begitu sih kek baju upik abu aja," ucap teman mbak Santi lagi dengan senyum mengejek.

"Gak papa kok. Emang kenyataannya begono, maklum gadis ndeso!" ucap mbak Santi tersenyum sinis kearah Melinda.

"Yusuf kan lulusan S2 teknologi. Kok bisa punya istri kek upik abu?" timpal teman nya yang lain.

"Memang kenapa kalau saya istrinya mas Yusuf?" tanya Melinda mengibas-ngibaskan baju kerajaan favoritnya, yaitu daster sultan.

"Gak papa sih. Cuman gak nyangka aja seleranya kelas upik abi ckck," timpal temannya yang memakai gaun merah.

"Jangan bicara begitu dong guys. Wajah upik abu ini kalau dimodalin ke salon bakal cantik kok," ucap yang berbaju navy membuat seisi ruangan tertawa terpingkal-pingkal.

"Daripada buang-buang duit buat modalin dia. Lebih baik suruh Yusuf cari istri baru San," ucap perempuan dengan rambut sebahunya, dia berucap seakan Melinda tak ada diruangan itu.

Saat banyak yang menghina Melinda. Tiba-tiba ada seorang perempuan cantik dengan balutan dress baby pink yang begitu ketat, membentuk bentuk tubuhnya yang langsing. Berjalan mendekati Melinda.

"Hai nama mu siapa?" ucapnya ramah sekali. Melinda mengira perempuan yang satu ini berbeda dengan yang lainnya.

"Melinda mbak," jawab Melinda agak gugup.

"Oh Melinda. Aku Alika, panggil saja Alika kita seumuran kok," balasnya lagi seraya menyalami Melinda.

Melinda menerima uluran tangan Alika, dengan senang hati dia juga menyalami Alika. Karna dari sekian banyak teman mbak Santi, hanya Alika yang sangat ramah kepadanya.

"Duh Al kenapa pakai salaman sama dia segala sih? Gak etis banget mantan dekat sama istri sah," celutuk mbak Santi melirik sinis Melinda.

Setelah mendengar ucapan mbak Santi, hati Melinda tiba-tiba merasakan nyeri dan sesak. "Kebenaran apa ini? Ternyata perempuan cantik yang ku kira berbeda dengan yang lainnya adalah Alika, mantan pacarnya mas Yusuf," batin Melinda.

"Gak papa dong mbak Sinta. Bagaimana menurut mbak? Cantikan mana aku sama dia?" tanya Alika tersenyum puas karna bisa mempermalukan Melinda.

Semua tambah tertawa mendengar ucapan Alika. Ternyata Melinda salah menduga, perempuan yang dikiranya baik dan berbeda dengan yang lainnya. Malah lebih menyakiti sangat dalam.

"Ternyata Yusuf gak pakai kacamata saat melihat mu Melinda. Wajah kek upik abu kok dijadiin istri," ucap Alika tanpa rasa bersalah. Dia kembali ketempat duduknya.

Perkataan nya mampu membuat Melinda diam mematung, hinaan dari mulutnya mampu membuat Melinda bungkam.

"Ngapain masih disitu Mel? Udah sana bantuin bik Ramlah ke belakang," ucap mbak Santi lagi.

"Lumayan ya San bisa nambah upik abu gratisan," celutuk teman mbak Santi berbaju maroon.

Meski Melinda sudah melangkah ke dapur tapi suara mereka masih terdengar ditelinga Melinda.

"Apa semua orang memandang rendah seseorang hanya melalui penampilan saja? Padahal mereka tak tau berapa harga daster yang ku kenakan ini, dasar tak bermoral," umpat Melinda dalam hati.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status