Suara Di Bilik Iparku (47)
**
Bara melirik ke arahku dengan senyuman aneh. Padahal jelas dia tahu bahwa saat ini aku dan Mas Akbar belum resmi bercerai, tapi kenapa bisa dia membawa semua anggota keluarganya ke rumahku? Dan juga, kenapa mereka semua seakan tunduk dengan Bara. Seharusnya mereka mencegah perbuatan buruk Bara, kan?
"Bagaimana, Pak? Apa lamaranku di terima?" ucap Bara memecah keheningan.
Aku dan ibu saling berpandangan, seakan sama-sama berharap bahwa bapak akan mengatakan tidak untuk lamaran kali ini. Aku tahu, ibu pun pasti juga enggan jika sampai aku terjerumus pada lembah yang sama.
Terlebih aku tahu, bahwa sikap Bara tak jauh berbeda dari Mas Akbar. Bahkan cenderung lebih buruk dari kakaknya. Beberapa pekan kami rutin berhubungan, semakin aku tahu bahwa Bara adalah orang yang sangat tempramental. Dia tidak segan berbuat buruk pada orang yang telah menyakitinya.
"Em ... Maaf, bukan saya tidak ingin meneruskan tali silaturahm
Suara Di Bilik Iparku (48)**Siang ini aku pergi kesebuah rumah sakit untuk memeriksakan kandunganku, tentunya Oki lah yang menemaniku karena kedua orang tuaku tengah sibuk dengan bisnisnya yang baru saja mereka kelola bersama Om David. Perutku semakin membuncit, gerakan-gerakan kecil juga sudah mulai terasa.Hatiku sangat bahagia, karena itu artinya bayiku berkembang dengan sangat baik di dalam sana. Setidaknya, meski telah bercerai aku harus tetap bahagia demi anak yang tengah kukandung, seperti yang Oki katakan."Em ... Kayaknya nanti aku nggak bisa anter pulang, deh."Oki membuyarkan lamunanku ketika kira-kira lima menit lagi kami akan sampai di rumah sakit. "Iya nggak apa-apa, memangnya ada apa?""Aku ... Aku mau jemput kedua orang tuaku," jawabnya singkat.Dahiku mengernyit, tak biasanya orang tuanya yang datang ke kota. Biasanya sebulan sekali Oki lah yang berkunjung ke rumah orang tuanya di desa. Wajar saja, Oki adalah seoran
Suara Di Bilik Iparku (49)**Tubuhku masih membeku meski sopir taksi telah melajukan mobilnya. Oki baru saja berkata, bahwa dia mencintaiku, dan kedua orang tuanya akan datang ke kota demi ingin bertemu denganku.Lucu bukan? Seakan hidup ini mempermainkanku dengan sangat manisnya.Aku tidak berharap lebih mengenai apa yang dikatakan oleh Oki, hanya saja semua itu terdengar sangat serius. Tidak seperti Bara yang juga sempat mengutarakan perasaannya padaku, meski pada akhirnya aku tahu bahwa semua itu hanya sebuah kebohongan semata.Bara tak lebih ingin menjadikanku sebagai alat untuk balas dendam pada Mas Akbar dan Hanum. Bahkan saat dia sudah berhasil membuat mereka kecelakaan dan pada akhirnya Hanum lumpuh saja belum cukup baginya.Aku tak tahu, kenapa bisa orang di luar sana bisa memendam dendam sedalam ini pada orang yang telah menyakitinya. Bahkan aku sendiri pun tak akan tega jika berbalik menyakiti sedalam itu.Bagiku, ka
Suara Di Bilik Iparku (50)**Pagi ini, aku sudah bersiap dengan segala peralatan dan beberapa tas besar di samping mobil yang telah Oki siapkan. Begitu juga dengan kedua orang tuaku, mereka ikut serta denganku yang hendak pergi dan pindah dari rumah yang telah kuhuni sedari kecil.Ya, Oki memintaku untuk pindah dari rumah ini supaya Mas Akbar atau siapapun tak dapat lagi menggangguku. Terlebih setelah kemarin pagi Mas Akbar datang ke rumah dan mengganggu mentalku untuk kesekian kalinya.Kedua orang tuaku pun setuju, mereka sangat tidak nyaman dengan sikap Mas Akbar hingga akhirnya setuju untuk meninggalkan rumah ini dengan segala kenangan yang tersimpan di dalamnya. Bukan tanpa alasan lain pula aku menyetujui perintah Oki, aku merasa jika terus menerus tinggal di tempat ini maka tak akan baik untukku dan janin yang tengah kukandung.Berbagai pengaruh negatif selalu muncul hingga membuat janinku tak berkembang sesuai usianya. Hal itu pula, membuatk
Aku dan Kekasih Suamiku**"Hai. Kenalkan aku Lusi, kekasih Mas Chandra."Kedua mataku membola, tapi segera kukuasai kesadaranku, "oh, kekasihnya? Kenalkan aku Hanan. Istri sah, sekaligus pemegang semua aset-aset Mas Chandra!"**Rintik hujan masih terdengar di luar sana, aku tengah termenung dengan secangkir teh hangat di tanganku. Hatiku gelisah, sudah waktunya Mas Chandra pulang, tapi sampai hampir Maghrib dia tak kunjung sampai rumah.Berulang kali pula kuhubungi nomor teleponnya, tapi lagi-lagi hanya suara perempuan yang menjawab panggilanku bahwa nomor suamiku tengah berada dalam luar jangakuan. Kemana pria itu? Bahkan aku telah menyiapkan berbagai makanan kesukaannya untuk acara makan malam acara ulang tahun pernikahan kami yang ke tiga.Apa mungkin, dia lembur dan tidak sempat mengabariku? Namun aneh rasanya. Pagi tadi aku sudah berulang kali mengingatkan bahwa jangan sampai pulang terlambat sore ini.Duaaarr!Su
Aku dan Kekasih Suamiku (2)**Wanita bernama Lusi itu mulai berjalan mendekat ke arahku, "meskipun kamu adalah istri sah dan pemegang aset Mas Chandra, bisa kupastikan bahwa sebentar lagi aku yang akan menguasainya, Nyonya."Jantungku berdegup kencang, tapi sekuat tenaga masih kukuasai pikiranku agar tak terlihat rendah di hadapannya. Aku hafal betul, berhadapan dengan wanita sepertinya harus menggunakan otak, bukan perasaan."Tidak masalah, lakukan apa yang mau kamu lakukan. Selama darahku masih mengalir, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang, silahkan pergi ... Tentang benar atau tidaknya bahwa kamu adalah kekasih Mas Chandra, sungguh, aku tak perduli!" tandasku lagi dengan wajah menantang.Hatiku retak, tapi sedikitpun perangaiku tak boleh terlihat retak. "Sayang sekali, paras cantik, mobil mewah, harta banyak tapi gemar mengganggu lelaki orang, bahkan tak segan merusak mental istri sah. Memalukan!"Wanita bern
Aku dan Kekasih Suamiku (3)**"Demi Allah aku nggak kenal sama wanita itu, Sayang."Alah, alasan klasik! Mana ada suami selingkuh mau ngaku?"Ya. Aku percaya," tandasku dengan lantas meninggalkannya keluar kamar.Istri mana yang tak sakit hati jika ada seorang wanita lain masuk ke dalam rumah dan mengaku sebagai kekasih suaminya? Aku kira hanya istri yang tidak memiliki perasaan pada suaminya lah yang akan bersikap demikian."Hanan. Ayolah, percaya sama aku. Aku nggak kenal sama wanita itu. Lagian buat apa selingkuh jika aku saja sudah memiliki istri cantik, pandai, bisa segala hal. Kurang apa lagi?""Ya mana aku tahu kamu cari apa. Namanya manusia nggak ada yang pernah puas!"Kupotong kue anniversaryku, lalu memasukkan satu potongan kecil ke dalam mulutku. Bahkan lilin berbentuk angka tiga itu pun belum kucabut dari tempatnya. Hatiku geram, rasanya semua yang sudah kusiapkan sejak siang tadi sia-sia saja."Hanan sayang
Aku dan Kekasih Suamiku (4)**Aku masih terdiam dalam keterkejutanku mengenai masalah ini. Jika memang Mas Chandra bersikeras tidak mengenal Lusi, lalu siapa Lusi ini. Apa dia hanya orang yang sengaja ingin merusak rumah tanggaku dengan Mas Chandra? Jika memang iya, laknat sekali wanita seperti ini!"Maass ... Masa kamu nggak kenal sama aku, sih?" rengek Lusi dengan berusaha mendekati Mas Chandra.Suamiku itu beringsut mundur, seakan berusaha menjauhi Lusi. "Kamu siapa? Jangan sok kenal sama aku!" kata Mas Chandra setengah membentak.Jika dilihat dari penampilannya, Lusi ini bukan orang sembarangan. Namun, kenapa dia mau merendahkan dirinya sendiri dengan melakukan hal ini?"Hanan, kamu percaya 'kan sama aku?"Mas Chandra masih berusaha meyakinkanku, tapi aku sendiri masih gamang dengan peristiwa yang ada di depan mataku ini. Ini aneh, ada hal yang tidak aku mengerti."Semalam aku memang ada urusan kantor. Ponselku lowbet, aku
Aku dan Kekasih Suamiku (5)**Kuletakkan kembali ponsel Mas Chandra di tempat semula sebelum pemiliknya selesai mandi. Sepertinya aku terlalu lalai dengan mendiamkan suamiku selama seminggu ini tanpa memantaunya, rupanya dia menyembunyikan sesuatu dariku. Mungkinkah pesan ini dari wanita yang seminggu lalu mengaku sebagai kekasihnya?Cklek!Pintu kamar mandi terbuka, bersamaan denganku yang telah baru saja meletakkan ponsel Mas Chandra di atas meja. Aku lantas beranjak dari kamar, menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuknya sebelum berangkat ke kantor.Setelah menikah, aku memang mundur dari jabatanku sebagai manager keuangan di perusahaan milik orang tuaku. Selain karena Mas Chandra melarangku bekerja, aku pun juga ingin fokus agar segera diberi kepercayaan untuk menimang buah hati."Hanan, aku berangkat dulu, ya," ucapnya begitu selesai sarapan.Aku yang telah berdiri di depan wastafel hanya mengangguk tanpa menoleh ke arahnya.