Share

Senyum kecut

#Status_WA_Janda_Sebelah

Bab 4

Senyum kecut

Dadaku kembali panas. Janda ini maksudnya apa ya, kok statusnya selalu mirip-mirip dengan keadaan Suamiku. 

Baju biru, Mas Nicky pakai baju biru. Makan ayam, Mas Nicky juga ayam. Sekarang capek, Suamiku juga capek. Jadi curiga. 

Tap

Tap

Tap

Suara langkah kaki sepatu Mas Nicky terdengar menuruni tangga. Aku menatapnya. Jantungku berdebar. Netraku menatapnya terus. Mas Nicky emang ganteng, keren. Bawaannya tenang dan kalem. Wajar kalau bikin Janda kelepek-kelepek. 

"Yank," 

Mas Nicky mengulurkan tangannya. "Eeh, iya," aku jadi gugup. 

Kuambil lengan kemeja Mas Nicky, dan kukaitkan kancingnya. Setelah itu, Mas Nicky duduk di sebelahku dan menikmati sarapan rotinya. 

Kok aku jadi tegang gini ya? Apa kebetulan lagi, status si Jendes sama kondisi capek Suamiku?

"M_Mas, tadi malam Ronda, ya?" Tanyaku bodoh. Mas Nicky mengangguk. Kepala ini ikut mengangguk. 

"Ada pencuri?" 

"Nggak!"

Tapi kok keknya kamu capek banget gitu?" Aku bertanya datar tanpa ekspressi. Takut salah. 

"Lha capek lah, yank ... Orang nggak tidur semalaman. Ntar kalau dah biasa kan enggak." Mas Nicky menghabiskan kopinya, kemudian berdiri. Aku ikut berdiri. 

"A_apa mau ronda lagi?"

"Iya, rutin, kata Pak RT." Suamiku berjalan ke mobilnya. 

"Ntar sore, Mami datang lho." Mas Nicky bicara sambil masuk mobil. Aku mengikuti. 

"Tapi, besok aku lembur sebentar, gapapa?" Tanyaku.

"Gapapa, biar aku yang jemput nanti di Bandara."

Mertuaku mau datang besok. Biasanya, Sabtu aku libur. Tapi, Juna bilang, ada kerjaan. Jadi, aku harus berangkat, meskipun hanya setengah hari. 

Mobil Mas Nicky dan mobilku berjalan beriringan. Suamiku depan, aku di belakang. Melewati rumah si Jendes, sepi. Keknya belum pada bangun. Beneran capek kali'.

Sorenya, saat aku pulang kerja, Mami Mertua udah ada di rumah. Mami Mertuaku ini baik padaku. Meskipun aku nggak pinter masak, tapi it's okay, nggak jadi masalah. 

"Tadi jam berapa dari Solo, Mi?" Tanyaku. Mami Mertua yang lagi nonton tivi menoleh. 

"Jam dua an, tadi kalau nggak salah." 

Aku duduk di sofa panjang samping Mami. Ini pertama kalinya, Mami datang, semenjak aku pindah ke komplek sini. 

"Von, gimana, sudah ikut program buat punya baby, belum?" Mami Mertua yang bernama Utari ini, bertanya sambil tersenyum padaku. 

"Belum, Mi, santai aja dulu. Orang Ivonne sama Mas Nicky juga masih bau-bau pengantin baru," jawabku malu-malu. Mas Nicky, turun dari tangga lantai atas, dan bergabung dengan kami. 

"Nick, kapan nih, Mami nunggu cucu lho," 

Suamiku mengambil tempat duduk di sebelahku. Lengannya langsung melingkar di bahuku. 

"Sabar, Mi, ntar juga dikasih," sahut Mas Nicky. Aku mengangguk. Bukannya menunda, emang belum dikasih aja. 

Setelah mengobrol sampai malam, aku menyuruh Mami untuk istirahat tidur. 

"Mi, tidur yuk, udah malam." Ajakku. Mami mendongak melihatku. 

"Mami belum ngantuk," 

"Ya udah, Ivonne tidur dulu, ya. Besok Ivonne lembur soalnya." Aku pamit dan berjalan masuk kamar. Kubiarkan Mas Nicky menemani Mamanya. 

**

Jam enam pagi, aku keluar dari kamar, sudah mandi. Aku mau bikin sarapan buat Mami Mertua. 

Mami dan Mas Nicky tadi setengah enam, pamit mau jalan-jalan pagi keliling komplek.

 Gegas aku menyiapkan bahan untuk membuat nasi goreng dan telor mata sapi. Kelihatannya sepele ya, cuma nasgor ama telor ceplok. Tapi, bagiku yang nggak pernah terjun ke dapur, sepiring nasgor adalah perjuangan! Apalagi goreng telor, uuh! Pakai tameng panci! Takut kecipratan minyak. 

Jadi juga, tiga piring nasgor ala chef Ivonne. Bibirku tersenyum. Sekalian kuhias  juga dengan daun selada dan tomat. Setelah menata di meja makan, aku masuk kamar buat berdandan. 

Keluar kamar, kok nasgor buatanku masih utuh ya? Apa Mas Nicky dan Mami nggak pada makan?

Aku mendengar suara Mami dan Mas Nicky memasuki rumah. Mereka tertawa-tawa. Ceria banget. 

"Mami, Mas Nicky, ayo sarapan dulu, nih, Ivonne udah bikinin nasgor special buat kalian," senyumku mengembang. Berharap dapat pujian dari Mami Mertua.

Mami dan Mas Nicky menghentikan tawa. Mereka saling melirik. Kenapa?

"Kita udah sarapan, Ivonne," ujar Mami sambil tersenyum. 

"Oh ya, beli apa?" Tanyaku. Kok aku nggak dibeliin sepertinya. 

"Tadi, kita disuruh mampir, terus dibuatin sarapan sama tetangga sebelah," tangan Mami menunjuk arah rumah Mbak Dahlia. 

"Baik lho, dia ..." imbuh Mami. 

"Ehee," 

Aku tersenyum, tapi KECUT!

Bersambung 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status