Share

Bab 2

Sampai di rumah Hellen Farel buru-buru masuk. Dia merasa bersalah kepada Hellen. Suasana rumah sangat hening entah kemana semua anak-anak Hellen. Farel segera mencari keberadaan Hellen.

“Cinta maafkan Aku, Aku tidak akan mengulanginya lagi,” ucap Farel sambil memeluk erat tubuh Hellen dari belakang yang sedang ada di depan meja riasnya.

“Sudahlah Mas, Aku muak dengan hidup kita seperti ini. Sekarang Mas pilih Aku atau Dia?” tanya Helen dengan nada sedihnya.

“Cinta, jelas Aku pilih kamu. Oke, malam ini Aku akan menemani kamu, Aku janji.” Farel semangkin mengeratkan pelukannya. "Bagaimana dengan kaki Kamu Cin?" tanya Farel sangat cemas.

"masih sakit Mas, ini masih Aku perban," jawab bohong Helen. Helen sengaja berbohong agar Farel lebih lama bersama dirinya.

Farel merasa sangat bersalah atas perbuatan yang dilakukan oleh Arina. Dengan sedikit terpaksa Farel akhirnya memutuskan untuk menemani Helen. Walaupun, bingung harus berbuat apa. Farel juga masih memikirkan rumah tangganya. Dia tidak ingin kehilangan keduanya.

Hellen yang merasa senang dia memanfaatkan waktu kebersamaannya dengan Farel. Dia ingin membalas waktu yang sudah mereka atur sedemikian rupa. Namun, gagal karena kedatangan Arina yang tidak di ketahui.

Hellen yang sangat membutuhkan kehangatan dari Farel dia segera mempersiapkan dirinya. Walaupun awalnya Farel menolak, tetapi akhirnya Farel luluh juga di pelukan Helen. Kedua insan yang sedang di mabuk asmara tidak memikirkan ada hati yang mereka sakiti. Sebelum terlalu jauh bersenang-senang Farel sadar jika ini bukan waktu yang tepat dalam bercinta.

“Mas, kenapa berhenti,” tanya Helen merasa tidak puas.

“Cin, ini masih siang ke mana anak-anak? Aku takut mereka mengetahui Aku sedang di kamar bersamamu.”

“Kamu jangan takut Mas, mereka ada sama Mama. Tadi pagi-pagi sekali Mama jemput mereka. Katanya mau diajak jalan-jalan dan akan pulang nanti malam. Jadi hari ini kita bebas tidak akan ada yang mengganggu,” jawab Helen

Di luar pagar Arina sudah mendapati mobil Farel yang sedang parkir di rumah Hellen. Pikirin Arina sudah melambung tinggi dia sudah ingin turun dan melihat sedang apa Farel di dalam. Namun dia tahan, mengingat dirinya masih membawa anak-anak bersamanya. Arina menunggu sampai malam tiba jika malam ini Farel tidak pulang barulah dia akan menyelesaikannya.

Arina pun membawa anak-anaknya untuk pergi ke Taman sembari mendinginkan hati dan pikirannya. Di sana dia melihat anak-anak yang begitu gembira bermain bersama, ada hati terbesit ketika dirinya berpisah dari Farel apakah anaknya juga akan bahagia? Rasanya tidak tega jika harus merusak suasana hati mereka. Namun, apakah dirinya akan sanggup menghadapi kenyataan hidup ini.

Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 Arina segera membawa anak-anaknya pulang ke rumah. Di dalam perjalanan anak-anaknya begitu gembira. Mereka sambil bernyanyi saling bergantian.

“Ma, teleponin Papa dong!” pinta Clara.

“Bentar ya Sayang.”

Arina segera menghubungi Farel. Namun, tidak ada jawaban darinya. Bagaimana mungkin Farel akan mengangkat telepon darinya sedangkan mereka masih asyik pada permainan mereka.

“Tidak diangkat Papa Sayang.”

Arina hanya tersenyum melihat sikap anaknya. Lalu dia mengatakan kepada anak-anaknya agar setelah ini mereka harus ditinggal sebentar bersama Tante Elin tetangga Arina. “Kak Nau, Kak Arum, Kak Clara dan Dek Caca kalian nanti Mama tinggal sebentar ya. Mama ada urusan, sebentar saja tinggal sama Tante Elin ya.”

“Iya Ma,” jawab mereka kompak. Mereka tidak lagi banyak tanya karena sudah biasa bersama Elin jika Arina sedang ada urusan.

Setelah sampai di rumah, Arina langsung menuju rumah Elin. Wanita yang sudah di anggap seperti Kakaknya sendiri yang kebetulan belum memiliki anak. Arina segera menitipkan anak-anaknya, yang dengan sangat senang hati Elin menjaga anak-anak Arina.

Arina tidak mungkin membawa anak-anaknya untuk mengetahui kebusukan Farel. Hati Arina semangkin tidak tenang ketika sampai di rumah Hellen mobil Farel masih berada di sana. Dia berharap apa yang ada di pikirannya tidak terjadi. Namun, ketika Arina sampai di depan pintu suara Farel sudah terdengar. Arina mencoba menenangkan hatinya yang sedang gemuruh, dia pelan-pelan masuk agar bisa mengetahui apa yang mereka lakukan di dalam.

"Mas!" Teriak Arina di depan pintu kamar Hellen.

“Arina kamu ngapain di sini?" Farel buru-buru mengambil bajunya yang berserakan di lantai.

"Ini yang kamu katakan sibuk mas? Aku sudah berusaha memaafkan Kamu. Aku juga berusaha menenangkan dan menghibur anak-anak agar mereka tidak meminta berlibur dengan kamu. Ternyata kamu malah asik bermain panas dengan perempuan tak tahu malu yang tidak punya harga diri,” hardik Arina dengan sangat geramnya.

“Arina ini tidak seperti yang kamu bayangkan Sayang.” Bujuk Farel.

“Memang iya Mas, aku tidak pernah membayangkan akan terjadi hal menjijikan seperti ini. Kamu tega Mas, tega!” Arina berniat meninggalkan mereka. Namun, belum saja melangkah kedua anak Helen datang dengan sangat senangnya.

“Papa, Papa datang kenapa kok gak kasih tahu Aku si?” Anak Helen yang baru pulang langsung lari menghampiri Farel.

Arina yang awalnya mau pulang dia langsung menghentikan langkahnya. “Papa? Apa maksudnya Mas? apa?” pekik Arina bertambah emosi.

“Emmm, bukan apa-apa Arina. Mereka hanya menganggap aku sebagai pengganti Papa mereka. Dan itu adalah hal yang wajar karena Papa mereka sudah beberapa bulan ini tidak pulang.”

“Wajar kamu bilang?" Arina semangkin emosi banyak sekali hal yang selama ini tidak diketahui.

“Ayo pulang Mas, anak-anak membutuhkan kamu,” pinta Arina setelah harus meredahkan hatinya demi anaknya.

Namun, Helen yang ada di belakang langsung menghampiri Farel. “Mereka juga membutuhkan kamu Mas, Farid sangat sulit tidur jika tidak ada kamu Mas.”

Arina sangat geram melihat Helen yang tidak tahu diri.

“Arina, kamu pulang saja dulu aku akan menemani mereka malam ini,” ucap Farel dengan menggendong Farid yang masih berusia 4 tahun. Ya umurya sama dengan Clara.

“Mas, anak kamu juga membutuhkan kamu. Anak-anak kamu ada di rumah Mas, mereka Aku titipkan kepada tetangga. Kenapa kamu lebih memilih mereka?”

“Mereka ini anak adikku dan artinya mereka juga anak Aku.”

“Kamu keterlaluan Mas.” Arina segera pergi meninggalkan rumah Helen dengan perasaan yang sangat kesal.

Helen merasa menang karena Farel masih bertahan di rumahnya. Dia tidak ingin Farel dan Arina hidup bersama. rumah tangganya telah hancur dan dia juga akan menghancurkan rumah tangga Arina.

"Ayo Mas kita masuk, biarkan saja Arina pulang 'kan salah dia sendiri ngapain juga dia datang ke sini," ucap Helen santai.

Farel memandang Helen dengan sedikit mengangkat alisnya. "kenapa dia tidak merasa bersalah si? bagaimana ini dengan rumah tanggaku? apakah Aku bisa menjalankan peran ini? gumam Farel dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status