Kirana sontak menatap mata suaminya yang terlihat menatapnya dalam-dalam. Mata pertama yang menatapnya dengan begitu sangat hangat dan tulus.Astaga, bahkan mantan kekasihnya dulu saja tidak pernah menatapnya seperti itu. Handi, mantannya yang dulu berkata sangat mencintainya itu tak pernah benar-benar menatapnya. Perasaan bersalah pun langsung menyelimutinya. Wanita itu pun memberanikan diri berkata, "Mas, maaf. Sebenarnya bukan kaya gitu."Wanita itu jelas terlihat tidak nyaman dengan situasi saat itu dan hal itu juga bisa dirasakan oleh Rayan.Rayan mendesah pelan lagi, "Saya yang harusnya meminta maaf sama kamu."Kirana menatap bingung pada suaminya.Rayan malah tersenyum, "Iya, saya yang salah. Saya terlalu memaksa kamu, mendesak kamu. Kamu ... pasti butuh waktu.""Tapi, Mas ....""Enggak apa-apa, Kirana. Saya akan sabar nunggu kamu siap," jawab Rayan sembari merapikan anak rambut istrinya yang sedikit agak berantakan.Seakan baru saja teringat akan sesuatu, Kirana pun akhirnya
Dikarenakan Serin ataupun teman-temannya yang lain hanya bengong dan tidak menjawab perkataannya, Kirana pun berkata dengan tidak sabar, "Lho, ayo! Siapa saja boleh kok ikut aku ke kamar mandi buat lihat aku beneran lagi haid atau cuman bohong aja."Ditantang seperti itu, salah seorang dari karyawan itu pun akhirnya merespon, "Jijik banget deh, Mbak! Ngapain sampai segitunya.""Nah, bener. Kayanya ini akal-akalannya Mbak Na aja deh. Mbak Na sudah tahu kalau semua orang pasti jijik, makanya percaya diri aja ngomong begitu. Soalnya udah pasti enggak ada yang mau ikut Mbak Na ke toilet," sahut temannya yang lain.Kirana menghela napas, mulai lelah menanggapi orang-orang yang memang tidak menyukainya itu.Tetapi, dia tetap tidak mau dituduh atas hal yang tidak dia lakukan. Dirinya bahkan masih suci sampai detik itu dan dia akan membela dirinya sampai dia dinyatakan tidak bersalah. "Oh, masih ada cara lain sih," kata Serin secara tiba-tiba.Vena langsung bertanya, "Apa caranya, Mbak?"Ser
"Menurutmu ke mana?" Kirana bertanya balik.Sang karyawan yang berusia lebih muda satu tahun dari Kirana itu pun membalas dengan tergagap, "A-apa maksud Mbak? Kok malah tanya aku?"Serin memang terkejut, tapi dia berusaha untuk tetap berani dan kemudian bergerak membela temannya. "Lapor ke Bos? Mana mungkin Bos akan percaya?" tanya Serin dengan senyum setengah mengejek.Kirana mengangguk, seakan paham maksud Serin, "Bos memang enggak akan mungkin membelaku, makanya aku enggak kan laporin ke Bos.""Lha terus ke mana?" sahut Serin dengan dagu terangkat."Polisi. Kebetulan enggak terlalu jauh dari sini ada polsek deh," kata Kirana.Serin membelalakkan mata, sementara temannya yang lain itu sudah semakin pucat. "Mbak bercanda kan?""Enggak. Kalian nuduh seperti tadi juga bukan sebuah candaan kan?" balas Kirana yang kini sudah lelah terus menerus mengalah.Tiba-tiba semuanya terdiam, mulai takut bila Kirana akan benar-benar melakukan apa yang dia katakan.Dikarenakan tak mau berurusan den
Kirana lagi-lagi hanya bisa mendesah pelan. Dia pun mencoba untuk menahan diri mati-matian dan kemudian menyimpan semua pertanyaan-pertanyaan liar yang muncul di dalam kepalanya itu.Dia tidak bisa bisa menemukan kalimat yang tepat mengenai suaminya. Yang jelas, menurutnya suaminya itu terlalu misterius.Sejak awal Rayan memang aneh. Melamarnya tanpa persiapan yang matang, menikahinya secara mendadak dan juga bahkan ketika hari pernikahan mereka digelar, tak ada satu pun anggota keluarganya yang datang.Untuk masalah itu, dia sangat ingin bertanya pada suaminya. Namun, dia takut malah rasa penasarannya akan menyinggung suaminya.Tapi, ini sudah hampir satu minggu dan suaminya itu terlihat belum mau mengungkap hal-hal yang masih dia tidak ketahui.Di samping itu, masalah uang yang selalu membuat Kirana terheran-heran. Suaminya jelas-jelasa adalah seorang tukang sol sepatu. Dia sudah melihatnya sendiri. Dia sudah menyaksikan suaminya memperbaiki sepatu pelanggannya.Akan tetapi, uang ya
"Kirana," panggil sang suami dengan nada yang cukup lembut. Kirana tergagap, "I-iya, Mas." "Jadi, gimana? Kamu suka yang mana?" Rayan bertanya sambil menunjuk ke arah kalung indah dengan liontin berbentuk hati. Karena tak mau membuat suaminya menunggu, akhirnya Kirana pun berkata, "Mas aja yang pilihin. Apapun aku pasti suka." Mendengar itu Rayan pun tersenyum. "Ya udah, kamu duduk dulu ya, Mas yang pilihin." "Iya, Mas." Selanjutnya, Kirana melihat suaminya memilih beberapa macam perhiasan yang saat kasir menyebutkan total harganya, Kirana hanya bisa melongo. Tapi, yang membuat Kirana agak heran, Rayan menggunakan uang tunai untuk membayarnya. "Udah, sekarang kita cari baju buat kita sama beberapa perlengkapan lain," ajak Rayan. Kirana menelan ludah dengan susah payah tapi dia tetap menurut mengikuti Rayan. Dia penasaran tentang uang suaminya yang menurutnya terlalu banyak itu, tapi dia tak akan mengkonfrontasi Rayan saat ini. Hampir dua jam lamanya mereka menghabiskan wak
Kirana meringis ketika dia mendengar ucapan suaminya itu, seolah Rayan bisa membaca apa yang sedang dia pikirkan. Wanita itu pun dengan ragu-ragu berkata, "Kalau boleh jujur, sebenarnya aku agak heran sih, Mas. Mas kerjanya jadi tukang sol sepatu tapi ... kayanya uang Mas kok banyak banget ya."Kirana membasahi bibir, mulai gugup. Apalagi Rayan kini sedang menatapnya dengan tanpa berkedip, dia pun menjadi lebih gugup lagi. Tapi, dia tak ingin membuat suaminya tersinggung sehingga dia menambahkan, "Maaf, Mas. Bukannya aku menghina pekerjaan Mas. Sama sekali nggak kaya gitu. Cuman, masa iya Mas itu bisa dapat uang segitu banyak dari hasil memperbaiki sepatu?""Mas enggak ada tambahan kerjaan lain gitu?" tambah Kirana dengan nada yang terdengar sangat berhati-hati.Rayan pun menanggapinya dengan senyuman hangat, "Pekerjaan saya itu ya seperti yang kamu lihat, Kirana.""Kan kamu juga udah tahu saya kerjanya benerin sepatu. Kamu bahkan pernah melihat saya bekerja secara langsung kan?" K
"Nanti kamu juga akan tahu. Sekarang, kamu siap-siap dulu ya!" ucap Rayan yang lagi-lagi terdengar misterius di telinga Kirana.Rayan menggelengkan kepala"Jangan lupa sama dicek ulang ya, jangan sampai ada yang ketinggalan!" tambah Rayan.Kirana ingin bertanya lagi, tapi dia mencoba menahan diri dan segera menata perlengkapan miliknya dan sang suami.Rayan sendiri terlihat mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. Kirana tidak bertanya dan hanya memeriksa kembali barang-barang mereka.Setelah yakin semuanya sudah siap, Kirana berkata, "Mas, udah siap nih."Rayan mengangguk dan tersenyum pada istrinya itu, "Ayo, kita langsung ke teras.""Loh, memang kita naik taksi online-nya dari depan rumah, Mas?" tanya Kirana dengan tatapan kaget."Iya, biar kamu enggak banyak jalan," jawab Rayan yang sebelum Kirana bertanya lagi, dirinya sudah digandeng oleh sang suami untuk berjalan keluar dari kamar.Ketika sampai di depan teras rumah, dua orang tua mereka yang terlihat duduk bersantai d
Sang sopir pun menoleh lalu menjawab setelah tersenyum, "Benar, Bu."Kirana menelan ludah, untuk pertama kalinya agak kaget karena dipanggil "Bu". Seketika dia langsung menoleh ke arah suaminya yang sedang menatapnya dengan dahi mengerut. "Kenapa, Kirana?""Aku terlihat tua ya, Mas?" tanya Kirana dalam nada suara berupa bisikan.Hal itu membuat Rayan malah semakin terkejut. Dia pun membalas dengan nada keheranan, "Memang kenapa kamu bisa bilang begitu?""Kamu memang nggak denger, Mas? Tadi bapak sopirnya manggil aku 'Bu'," jelas Kirana.Tawa renyah pun tak terhindarkan. Rayan sampai menyentuh rambut istrinya karena gemas. "Kok malah ketawa sih, Mas?" ucap Kirana lagi-lagi kembali cemberut.Rayan menggelengkan kepala dan segera menyentuh tangan istrinya lalu menggenggamnya, "Terima kasih, Kirana. Terima kasih.""Terima kasih untuk apa?" kini Kirana yang menatap suaminya dengan alis terangkat karena bingung.Rayan mengusap punggung tangan sang istri dengan lembut dan berkata, "Sudah ma