Kirana lagi-lagi hanya bisa mendesah pelan. Dia pun mencoba untuk menahan diri mati-matian dan kemudian menyimpan semua pertanyaan-pertanyaan liar yang muncul di dalam kepalanya itu.Dia tidak bisa bisa menemukan kalimat yang tepat mengenai suaminya. Yang jelas, menurutnya suaminya itu terlalu misterius.Sejak awal Rayan memang aneh. Melamarnya tanpa persiapan yang matang, menikahinya secara mendadak dan juga bahkan ketika hari pernikahan mereka digelar, tak ada satu pun anggota keluarganya yang datang.Untuk masalah itu, dia sangat ingin bertanya pada suaminya. Namun, dia takut malah rasa penasarannya akan menyinggung suaminya.Tapi, ini sudah hampir satu minggu dan suaminya itu terlihat belum mau mengungkap hal-hal yang masih dia tidak ketahui.Di samping itu, masalah uang yang selalu membuat Kirana terheran-heran. Suaminya jelas-jelasa adalah seorang tukang sol sepatu. Dia sudah melihatnya sendiri. Dia sudah menyaksikan suaminya memperbaiki sepatu pelanggannya.Akan tetapi, uang ya
"Kirana," panggil sang suami dengan nada yang cukup lembut. Kirana tergagap, "I-iya, Mas." "Jadi, gimana? Kamu suka yang mana?" Rayan bertanya sambil menunjuk ke arah kalung indah dengan liontin berbentuk hati. Karena tak mau membuat suaminya menunggu, akhirnya Kirana pun berkata, "Mas aja yang pilihin. Apapun aku pasti suka." Mendengar itu Rayan pun tersenyum. "Ya udah, kamu duduk dulu ya, Mas yang pilihin." "Iya, Mas." Selanjutnya, Kirana melihat suaminya memilih beberapa macam perhiasan yang saat kasir menyebutkan total harganya, Kirana hanya bisa melongo. Tapi, yang membuat Kirana agak heran, Rayan menggunakan uang tunai untuk membayarnya. "Udah, sekarang kita cari baju buat kita sama beberapa perlengkapan lain," ajak Rayan. Kirana menelan ludah dengan susah payah tapi dia tetap menurut mengikuti Rayan. Dia penasaran tentang uang suaminya yang menurutnya terlalu banyak itu, tapi dia tak akan mengkonfrontasi Rayan saat ini. Hampir dua jam lamanya mereka menghabiskan wak
Kirana meringis ketika dia mendengar ucapan suaminya itu, seolah Rayan bisa membaca apa yang sedang dia pikirkan. Wanita itu pun dengan ragu-ragu berkata, "Kalau boleh jujur, sebenarnya aku agak heran sih, Mas. Mas kerjanya jadi tukang sol sepatu tapi ... kayanya uang Mas kok banyak banget ya."Kirana membasahi bibir, mulai gugup. Apalagi Rayan kini sedang menatapnya dengan tanpa berkedip, dia pun menjadi lebih gugup lagi. Tapi, dia tak ingin membuat suaminya tersinggung sehingga dia menambahkan, "Maaf, Mas. Bukannya aku menghina pekerjaan Mas. Sama sekali nggak kaya gitu. Cuman, masa iya Mas itu bisa dapat uang segitu banyak dari hasil memperbaiki sepatu?""Mas enggak ada tambahan kerjaan lain gitu?" tambah Kirana dengan nada yang terdengar sangat berhati-hati.Rayan pun menanggapinya dengan senyuman hangat, "Pekerjaan saya itu ya seperti yang kamu lihat, Kirana.""Kan kamu juga udah tahu saya kerjanya benerin sepatu. Kamu bahkan pernah melihat saya bekerja secara langsung kan?" K
"Nanti kamu juga akan tahu. Sekarang, kamu siap-siap dulu ya!" ucap Rayan yang lagi-lagi terdengar misterius di telinga Kirana.Rayan menggelengkan kepala"Jangan lupa sama dicek ulang ya, jangan sampai ada yang ketinggalan!" tambah Rayan.Kirana ingin bertanya lagi, tapi dia mencoba menahan diri dan segera menata perlengkapan miliknya dan sang suami.Rayan sendiri terlihat mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. Kirana tidak bertanya dan hanya memeriksa kembali barang-barang mereka.Setelah yakin semuanya sudah siap, Kirana berkata, "Mas, udah siap nih."Rayan mengangguk dan tersenyum pada istrinya itu, "Ayo, kita langsung ke teras.""Loh, memang kita naik taksi online-nya dari depan rumah, Mas?" tanya Kirana dengan tatapan kaget."Iya, biar kamu enggak banyak jalan," jawab Rayan yang sebelum Kirana bertanya lagi, dirinya sudah digandeng oleh sang suami untuk berjalan keluar dari kamar.Ketika sampai di depan teras rumah, dua orang tua mereka yang terlihat duduk bersantai d
Sang sopir pun menoleh lalu menjawab setelah tersenyum, "Benar, Bu."Kirana menelan ludah, untuk pertama kalinya agak kaget karena dipanggil "Bu". Seketika dia langsung menoleh ke arah suaminya yang sedang menatapnya dengan dahi mengerut. "Kenapa, Kirana?""Aku terlihat tua ya, Mas?" tanya Kirana dalam nada suara berupa bisikan.Hal itu membuat Rayan malah semakin terkejut. Dia pun membalas dengan nada keheranan, "Memang kenapa kamu bisa bilang begitu?""Kamu memang nggak denger, Mas? Tadi bapak sopirnya manggil aku 'Bu'," jelas Kirana.Tawa renyah pun tak terhindarkan. Rayan sampai menyentuh rambut istrinya karena gemas. "Kok malah ketawa sih, Mas?" ucap Kirana lagi-lagi kembali cemberut.Rayan menggelengkan kepala dan segera menyentuh tangan istrinya lalu menggenggamnya, "Terima kasih, Kirana. Terima kasih.""Terima kasih untuk apa?" kini Kirana yang menatap suaminya dengan alis terangkat karena bingung.Rayan mengusap punggung tangan sang istri dengan lembut dan berkata, "Sudah ma
Kirana dibimbing menuju ke sebuah ruangan di mana untuk pertama kali dalam hidupnya dia mendapatkan perawatan singkat di salon, baru kemudian dia dibawa ke sebuah ruangan lain.Di sana gaun dan aksesoris yang dibelikan oleh suaminya sudah tertata rapi di bagian kanan. "Silakan, Bu!" ucap karyawan wanita yang kali ini masih berusia sangat muda.Akan tetapi, selama dia didandani olehnya Kirana benar-benar sangat kagum. Selain berhati-hati, wanita itu terlihat teliti. Sekitar empat puluh menit kemudian, seperti waktu yang telah diperkirakan oleh Rayan mengenai treatment itu selesai, sang karyawan berkata, "Sudah selesai, Bu."Kirana yang telah memakai gaun berwarna merah muda lembut berlengan panjang pun mematut dirinya di depan cermin besar. Betapa terkejutnya dia ketika melihat dirinya yang sangat jauh berbeda.Dia bahkan menyentuh rambut panjangnya yang dibiarkan terurai tapi dipasangi hiasan indah tapi tidak gelamor. Kalung dan gelang yang dipakainya juga turut membuat penampilanny
Ditatap dengan intens dan sentuhan di dagu seperti itu, tentu saja membuat Kirana semakin tak berdaya. Pesona sang suami tidak main-main. Lelaki itu seakan menjelma menjadi laki-laki yang begitu sangat berbeda. Aura dominannya terlalu kuat sehingga Kirana hampir-hampir berpikir bila suaminya mungkin memiliki dua kepribadian.Akan tetapi, saat sebuah senyum terlukis di bibir tipis Rayan dengan begitu lembut, Kirana segera menampik sebuah dugaan itu. Sifat suaminya tak berubah, masih hangat seperti biasanya. Hanya saja sekarang Rayan terlihat berbeda bentuk luarnya saja. Fisiknya yang berubah tapi sorot mata dan senyumnya masih sama seperti Rayan yang dia kenal. "Kenapa malah bengong?" tanya Rayan yang hembusan napasnya menyapu wajah Kirana.Ah, dia tidak bisa berdekatan dengan lelaki itu dalam jarak yang sangat terlalu dekat seperti itu. Dia merasa hal itu tidak aman untung jantungnya. Di matanya, Rayan terlalu tampan seperti sosok pria impian di drama-drama yang membuat para wanit
Kirana sontak menengadah, menatap suaminya yang tingginya menjulang itu. Dilihatnya, suami tampannya itu kembali melukiskan sebuah senyuman hangat hingga tanpa sadar Kirana membalasnya dengan senyuman yang manis."Nah, gitu dong. Istrinya Rayan itu cantik, kamu enggak perlu gugup," kata laki-laki itu yang reflek membuat Kirana memutuskan tatapan mereka.Rayan memahaminya dengan baik bahwa istrinya sedang malu. Dia yang masih merangkul Kirana dengan tangan kiri di pundaknya itu mengajak sang istri cantiknya itu berjalan mendekat ke arah teman-teman kerjanya. Rayan mengangguk pada mereka sebelum meminta istrinya untuk duduk di kursi yang kosong, tepat di samping Serin yang juga datang bersama dengan suaminya."Rin," sapa Kirana sebelum duduk.Serin yang terbengong-bengong itu membalas dengan tergagap, "I-iya, Mbak."Seseorang lainnya memberanikan diri bertanya, "Mbak Na. Itu ... suaminya?" Bagian terakhir kata 'Suaminya' itu diucapkan tanpa suara oleh wanita itu. Kirana pun mengangg