"Nyonya!" teriak seorang perawat yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Widi yang masih begitu lemas setelah melahirkan."Ada apa?" tanya Widi dengan penuh awas. "Katakan saja,""Tapi, Nyonya!""Apa?" tanya Widi sekali lagi. "Katakan ada apa?" ucapnya penuh penekanan."Pak Hartono, kondisinya dia telah meninggal," ucapnya dengan bibir bergetar."Ayah!" tangis Widi seketika pecah dan tak ada yang bisa menghentikan. Tangisan wanita yang baru melahirkan itu segera bertaut dengan tangisan bayi Widi yang masih berada di kamar perawatannya.Semua orang yang sedang berada di sana tak berani menyentuh Widi karena mereka tau kesedihan ini tak akan bisa tergantikan oleh apapun.Setelah kesedihan di ruang perawatan Widi, beberapa orang anggota keluarga pengusaha dapur rekaman itu satu persatu mulai berdatangan.Tentu Widi butuh penghiburan namun yang ada mereka justru datang untuk menyalahkan Bram yang dianggap keluarga wanita kaya ini sebagai penyebab kematian Hartono yang sebelum kasus gitaris ta
“Aku sangat menyesal, Ayah! Maafkan aku!” ucap Bram berkali-kali sambil terus menangis meski tangisan ini tak sedikitpun ingin dihentikan oleh salah satu anggota keluarga istrinya. Tangisannya baru terhenti saat supir kepercayaan ayah mertuanya mendekatinya."Pak, biar saya antar pulang. Ada pesan dari Pak Hartono sebelum Beliau meninggal dunia,""Ayah bilang apa?" tanya Bram sembari memutar lehernya ke arah pria berbaju supir itu."Mari ikut saya,"Bram tersenyum simpul lalu melangkah bersama supir itu meninggalkan ruang persemayaman terakhir Hartono.Dalam hatinya dia terus bertanya-tanya apa gerangan yang dikatakan pria yang mengorbitkannya di dunia musik sebelum tutup usia."Masuk, Pak!" Supir mempersilahkan."Baik!" Bram segera duduk di kursi penumpang sambil bersandar menunggu pria kepercayaan Hartono itu duduk di kursi kemudi."Saya cerita dulu, ya. Jangan di sela," pintanya sambil memutar kunci mobil."Iya!""Jadi sebelum Bapak meninggal, Bapak mengatakan kecurigaannya pada Pa
"Terima saja kenyataan ini, Dory. Ini sesuai isi wasiat pamanmu!" ucap Bram dengan wajah meledek."Tidak akan! Mana mungkin aku membiarkan pria tak berguna sepertimu jadi pemimpin di perusahaan besar ini!!""Tapi itu yang Pak Hartono mau!" tegas pemimpin rapat membuat Bram tersenyum simpul. Dia merasa menang dan sangat yakin akan membuat Dory yang sombong kehabisan kata untuk menolaknya."Aku tak terima keputusan ini! Aku tak akan menyetujui pengangkatannya!" tegas Dory lalu melangkah keluar dari ruang rapat."Tapi Pak!" Pemimpin rapat mencoba mencegah kepergian Dory tapi dia bersikukuh pergi. Melihat Dory meninggalkan ruangan, Bram tampak tak peduli. Baginya sekarang dia adalah pemimpin dari label musik ternama ini dan seperti janji supir kepercayaan ayah mertuanya, mereka akan membantunya."Jadi bagaimana sekarang?" tanya Bram yang masih menunggu keputusan dari peserta rapat."Kami akan mendiskusikan ini dul," "Hah! Jadi aku belum resmi jadi CEO?""Benar! Dory itu pemilik saham te
"Kau sudah bertemu dengannya?""Dia yang menghalangiku jadi CEO di perusahaan Pak Hartono," jelas Bram dengan kesal."Aku rasa selama ada pria itu, kau tak akan pernah bisa jadi CEO, Bram!""Astaga!""Dia sangat membencimu, bahkan yang melaporkan kita ke polisi itu dia,""Apa maunya?""Memangnya orang jahat harus punya alasan untuk jahat?"Bram menggelengkan kepalanya, dia tak habis pikir dengan perlakuan Dory padanya yang sebenarnya sempat sangat baik padanya di awal perkenalan mereka."Sudah! Kamu makan saja," Kholil menepuk bahu temannya untuk menurunkan marahnya. "Kau bisa kok kembali ke dunia musik tanpa harus mengambil perusahaan itu."Tapi amanah Ayah. Dia ingin aku jadi CEO!" tegas Bram yang paham betul alasan pemilihannya sebagai CEO oleh ayah mertuanya."Aku paham niatmu. Tapi kalau itu justru membuatmu dalam bahaya, kan lebih baik tak kau lanjutkan!"Bram memasang wajah tak setuju. Tentu bukan begitu keinginan Hartono padanya. Dia harus bersikukuh dan terus berjuang sekuat
“Siapa dia?” bisik Bram semakin penasaran pada sosok yang tersenyum tipis kepadanya.“Dia pengacara yang akan membantu kita mengukuhkan kau di posisi CEO,” ucap Widi penuh penekanan. “Kau baik-baiklah padanya karena dia adalah kartu mati untuk Dory,”Mendengar perkataan sang istri tentu senyum Bram segera melebar, dia tak menyangka istri yang selama ini hanya dia jadikan istri rahasia ternyata punya ide brilian untuk melawan saudaranya, Dory yang begitu angkuh padanya.“Pak Bram! Senang bertemu denganmu!” Pria tua itu lalu menjabat tangan Bram lalu melangkah menuju kursi untuk duduk bersandar di sana.Kholil yang duduk di samping pria tua ini lalu tersenyum sambil mendekatkan wajahnya. “Kita punya manuver apa hari ini, Pak Tua!”“Kholil! Kau tau lah aku siapa. Aku tak mau main gegabah. Santai saja, jangan sampai musuh kita tau apa rencana kita!”“Kau juga mengenalnya?” tanya Bram pada mantan manajer grup band D’Klok itu.“Iya, dia itu Pak Warsa! Yang bantu kita buat perjanjian kerja s
“Jadi kapan kita mulai?” tanya Widi tak sabar.“Besok! Sekarang kau siapkan dulu saja dia. Kenalkan dia pada semua orang bermuka dua di kantor angkuh itu dan katakan padanya kalau tak semua orang yang tersenyum di hadapannya juga tersenyum di belakangnya,”Widi dan Kholil terkekeh mendengar pesan dari Pak Warsa itu, mereka memang tau meski Bram adalah orang yang terlihat galak di depannya namun di aslinya gitaris kenamaan ini adalah pria yang melankolis dan tak bisa melihat keburukan manusia yang disembunyikan pemilik tubuhnya.Setelah berbincang lama, Bram dan Widi lalu pamit pada dua teman mereka yang lain. Mereka harus pulang untuk menjenguk putri Widi yang belum sempat diberi nama oleh ayah kandungnya ini.Mereka lalu menuju rumah Widi di kawasan elit kota Bandung tempat bayi cantik itu berada dan setiba di rumah Dwi, ibunda Widi menyambut mereka dengan wajah yang ceria.“Bram!” serunya lalu menarik lembut tangan menantunya. “Apa kabar? Ayo masuk!”“Ibu!” Widi nampak kaget dengan
“Kenapa Ibu sejahat itu padamu?” lirih Widi lalu menarik tangan suaminya bergegas pergi dari ruang makan. “Kalau begitu, kita pergi saja!”“Widi!” panggil Ibu yang tiba-tiba berdiri di antara pintu. “Kalian mau kemana?”“Ibu berniat jahat pada Bram, kan?”“Aku?!” Dwi menatap menantunya itu dengan tatapan sayu. “Dia ayah dari anakmu, mana mungkin aku sejahat itu, Nak?”“Lihat itu!” tunjuk Widi dengan penuh kemarahan pada kucing yang lemas dekat tempat sampah.“Astaga, kucingku kenapa?”“Dia menelan racun yang kau tambahkan di batagor itu!”“Aku?” Dwi memasang wajah kesal pada putrinya yang begitu yakin akan perkataan kejinya. “Mana mungkin aku sejahat itu, Nak!”Widi tak menjawab pertanyaan ibunya, dia tau wanita ini tak mungkin mengaku jika dia terus mendesaknya. Wanita cantik itu lalu menatap Bram kemudian menarik kembali tangannya melewati tubuhDwi yang masih berdiri menghadang mereka.“Kau mau kemana? Aku belum selesai bicara!” teriak Dwi lalu menarik bahu menantunya. “Kau juga, B
“Siap!” seru Bram yang semakin bersemangat saja dengan ide kembalinya dia ke kampus.Ide ini kemudian dikatakan Bram sepulangnya dia ke rumah Enin, wanita paruh baya itu terlihat begitu bahagia ketika keinginan itu diutarakan oleh cucunya yang sangat dia sayangi.“Kau pantas mempertahankan Widi! Dia itu anak yang baik,” tutur Enin sambil terus mengelus lembut kepala Bram.Mendengar pujian itu tentu Bram jadi senang, dia tak menyangka jika neneknya bisa suka pada Widi padahal sebelumnya dia sering kesal karena sikap manja istri kayanya.“Kalau kau kembali ke kampus, kau harus siap dengan semua cemoohan teman-temanmu, ya!”Bram menarik senyumnya ketika petuah itu terlontar dari neneknya. Dia kembali teringat pada ketakutannya dulu. “Iya!”“Jangan patah semangat! Ingat, Enin akan selalu mendukungmu. Widi juga pasti akan sepemikiran dengan Enin.”Helaan nafas terlepas dari tubuh Bram, dia lalu tersenyum tipis di hadapan neneknya lalu meletakkan kepalanya di pangkuan wanita paruh baya ini.