-Kak, kamu masih kesepian?- Atalas.Katarina membelalakkan dua bola matanya karena kaget dengan pesan yang dikirimkan Atalas. Ia memang sedang kesepian karena Rafka masih sibuk dengan laptopnya.“Dik, mungkin aku akan pergi ke Surabaya tiga hari,” ucap Rafka tanpa menatap lawan bicaranya.“Boleh aku ikut, Mas?” tanya Katarina pelan.Rafka kini mendongakkan kepalanya, menatap Katarina dengan penuh selidik. Satu gelengan kepala Rafka membuatnya sedikit kesal. Katarina kembali menarik napasnya pelan.“Aku akan pergi bersama Rengga untuk urusan bisnis, ngapain kamu ikutan. Nanti ngerepotin aku lagi,” keluh Rafka.Katarina menatap Rafka dengan sangat dalam, lelaki yang ada di depan laptop saat ini benar-benar pilihan Rio. Ia mengulas tawa sebagai penutup kesedihannya.“Memangnya Rengga lebih penting dari aku ya, Mas?” tanya Katarina penuh selidik.“Kamu sendiri tahu kalau Rengga itu partner bisnis aku, memangnya kenapa dengan Rengga?” kelit Rafka dengan berbagai pertanyaan.“Oh iya, Rengga
“Atalas, kamu beneran gak papa? Kakinya lebam dibawa ke dokter saja bagaimana? Atau mau dipanggilkan dokter aja?” tanya Katarina panjang lebar.“Kak, ini hanya lebam biasa. Dikompres juga nanti mendingan,” jawab Atalas dengan tangan kanan mengusap pipi Katarina.Katarina membelalakkan matanya, kini ia merasakan pipinya diusap oleh lelaki yang notabene saudara sepupu Rafka. Tanpa basa-basi ia menepis tangan Atalas, mengulas senyum yang sangat ia paksakan.“Atalas, maaf aku tidak nyaman.” Katarina beranjak meninggalkan Atalas.“Kak, maaf! Aku tadi reflek mengusap pipi ranummu, duh,” kelit Atalas keceplosan.“Kak Kata,” panggil Elegi yang baru saja datang dengan senyum ramahnya.“Hei, Elegi. Temani aku yuk,” ajak Katarina menarik tubuh adik iparnya itu.“Eh, Kak. Ada apa?” tanya Elegi sembari mengikuti langkah Katarina.Katarina hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Elegi, langkahnya tidak terhenti begitu saja. Ia dengan sigap mengambil tas dan ponselnya.“Kita ke cafe sebentar,” bisik Ka
Langkah Katarina dan Elegi terhenti di depan pintu rumah yang masih tertutup, keduanya masih saling diam bertatapan. “Tumben banget ayah tutup pintu sore-sore,” Elegi bertanya-tanya dengan menaikkan sebelah alisnya. “Kamu mikir apa memangnya? Ayahmu memang aneh dari pertama aku ke rumah ini!” Katarina membuka pintu rumah dengan perlahan. “Ngawur kamu, Kak!” gertak Elegi. Sepi dan sunyi dirasakan Katarina, ‘Untuk apa ayah meminta kami pulang kalau dia saja tidak di rumah?’ Katarina menggumam. Katarina masih berdiri tegak di depan pintu yang sudah terbuka, ia tidak kunjung masuk ke dalam rumah yang terlihat sangat sepi itu. “Ayo masuk, ngapain berdiri depan pintu! Pamali kak!” Elegi hari ini suka sekali mengoceh panjang lebar. “Katarina,” panggil Pramana lirih. Pramana berjalan dari ruang keluarga dengan pelan, tangannya yang dilipat di depan dada itu memberikan pandangan yang berbeda dalam dirinya. Tatapannya nyalang seperti singa yang siap menerkam siapa saja mangsanya. “I-iy
“Mas, kamu ini maunya apa sih?” gumam Katarina pelan. Dua pesan Rafka yang membuatnya menggelengkan kepala berulang, tidak biasanya lelaki itu mengirimkan pesan seperti itu. Jika dipikir-pikir dulu Rafka tidak peduli dengan Katarina yang jalan berdua dengan lelaki. Atau tanpa sengaja bertemu dengan laki-laki, seperti saat di cafe waktu itu. ‘Memangnya dia melihat aku saat itu? Sampai-sampai aku percaya kalau dia begitu peduli?’ tanyanya dalam hati. Kamar dengan nuansa biru itu sunyi tanpa adanya Rafka, biasanya Katarina sudah mendengar suara keyboard bersahutan. Mata itu mulai menilik ke arah meja kerja Rafka yang tidak ada orangnya, langkah kaki yang pelan menuju meja kerja. Ia mendudukkan dirinya di kursi itu, mencoba seberapa nyaman kursi itu hingga Rafka betah berlama-lama. “Pantas saja Mas Rafka nyaman di sini, kursinya empuk banget. Ha ha ha,” gurau Katarina terkekeh norak. “Norak kamu, Katarina!” hardiknya kepada diri sendiri. Katarina menikmati duduk di kursi kerja Rafka
“Ngapain kamu? Teriak malam-malam, nanti orang pada curiga sama kamu!” hardik Rafka keras.Katarina masih diam dan berharap Rafka akan mendekatinya, merasakan indahnya hubungan keduanya. Dekapan Rafka yang hangat dengan tatapan teduh bak kutub itu. Sepertinya Katarina terlalu berkhayal dengan suaminya yang seperti kutub utara yang enggan mencair itu. “Katarina!” teriak Rafka keras.“Kamu ini ditanya malah melamun! Jangan berisik aku mau tidur!” pekiknya keras.Katarina masih asik dengan khayalannya, tidak peduli Rafka sudah berteriak kencang pagi itu. Kehalusannya sudah tidak dapat dihentikan begitu saja. Harapannya pupus saat ia teringat jika Rafka memang se-dingin itu kata Elegi.“Kalau halu jangan ketinggian! Jatuhnya sakit,” gerutu Katarina lirih.Kini ia menarik selimut hingga setinggi dada, beberapa kali ia mengalihkan pandangannya dari atap kamar ke arah Rafka. Lelaki yang napasnya terlihat teratur itu membuat Katarina tidak mampu berkata-kata. Seorang lelaki tampan itu kenapa
‘Dasar laki-laki gak punya hati nurani!’ gerutunya dalam hati.Katarina keluar dari mobil yang ia naiki bersama Rafka, ia turun di tepi jembatan penghubung di Kota Malang yang sepi. Ada rasa takut yang melekat ditubuhnya saat ini, ia sangat merutuki kelakuan Rafka yang tidak berpikir kembali dengan ucapannya.“Tapi, memang aku yang cari masalah dengan minta turun di sini!” keluh Katarina.Ia berjalan melewati trotoar dengan pelan, ia sudah seperti istri terbuang. Yang dengan sengaja ditinggal atau pun dibuang oleh suaminya. Sepanjang jalan ia hanya diam, sesekali berpikir panjang kemana ia akan berhenti.Atalas [08.09] : Kak, di mana?Satu pesan Atalas yang sempat ia lihat di layar ponselnya, terkadang Katarina merasa bingung dengan sikap Atalas yang manis. Jika dia bukan saudara sepupu Rafka, mungkin Katarina akan dengan mudah tertarik dengan Atalas.Atalas [08.13] : Kak, di mana?Pesan itu masuk lagi di ponsel Katarina, ia merasa enggan membalas pesan dari Atalas. Ia sangat tidak en
“Gila!” pekik Atalas keras.Atalas berteriak saat melihat sebuah pesan yang dikirimkan Rafka belum lama itu. Sebuah foto yang menampakkan dirinya dan Katarina. Ia tersenyum simpul, sebuah rencana yang ia buat berhasil membuat Rafka murka.“Ada apa?” tanya Katarina kaget melihat Atalas secara tiba-tiba berteriak.“Gak apa, Kak. Sepertinya Rafka salah paham, dia mengirimkan foto kita,” jawab Atalas tanpa basa-basi.Katarina melongo, ia merasa terancam dengan adanya foto. Katarina takut jika Rafka berpikir macam-macam, padahal tidak seperti itu sebenarnya. Ia bermain dengan isi kepalanya sendiri, ada rasa takut dan kesal.“Terus kamu jawab apa, Ata?” tanya Katarina dengan suara meninggi.“Memangnya aku harus jawab apa, Kak? Belum aku jawab pesan dari Rafka,” Atalas kini menatap Katarina dengan lembut.Katarina diam, banyak rasa takut yang bersarang dihati dan pikirannya. Dia ingin pulang, pergi dari hadapan Atalas. Menyendiri dan diam di kamar, ia tidak ingin keluar bahkan entahlah.“Seb
Katarina memilih diam dan menarik ucapannya, Rafka sempat menatapnya lekat. Memastikan Katarina melanjutkan ucapannya. Namun, wanita itu tetap kekeh untuk diam tanpa sepatah kata pun.“Dari mana saja?” Rafka mulai memecahkan keheningan di antara keduanya.“Cafe di Batu,” singkat jawaban Katarina yang hanya dibalas senyum simpul oleh Rafka.“Mas,” panggilnya lirih.“Hm,” Rafka masih fokus pada layar laptopnya.Katarina kembali diam, enggan memberikan pertanyaan yang sama pada Rafka yang jawabannya sudah bisa ditebak. Suasana kamar saat itu kembali hening dan saling diam. Sejenak Rafka mengalihkan pandangannya dari laptop, menatap Katarina yang kini diam memandang ke arah luar selebrit'Kata, tetaplah menjadi wanita baik-baik saja,' batin Rafka.Dua orang yang saling menyimpan rasa, namun enggan mengutarakan secara nyata. Mungkin itu ungkapan yang tepat untuk keduanya. Rafka yang masih sangat gengsi untuk mengakui kalau iya juga merasakan jatuh cinta, dan Katarina yang enggan mengatakan